15. Mas Gus

"Sayangnya, saya mungkin tidak bisa menemani para anggota untuk mengajar para santri selama empat puluh hari ke depan Yai," Gus Ihsan berkata setelah mereka selesai menyantap makan siang. Saat ini mereka sedang duduk-duduk santai di balkon lantai dua.

"Loh, kenapa San?" Abah Baharuddin berseru kecewa. "Abah kira kamu juga mau ikut nginep di sini loh,"

Gus Ihsan tersenyum, "Sebagai ketua PPI di daerah ini, saya harus mendampingi anggota lain untuk bersosialisasi di pesantren selanjutnya Bah,"

"Alhamdulillah.." Gus Sahil berkata spontan, membuat semua orang memandangnya terkejut. "Eh, maksudnya, alhamdulillah programnya bisa berjalan terus begitu," Gus Sahil mencari-cari alasan.

"Iya Gus, terimakasih banyak untuk doanya. Tapi saya janji, Insyaallah setiap satu minggu sekali saya usahakan untuk datang mengawasi jalannya program,"

Abah Baharuddin mengangguk-anggukan kepala. "Harusnya begitu. Abah juga pengen konsultasi soal program pesantren yang baru sama kamu,"

"InsyaAllah Bah, Saya siap kok membantu kapan saja. Oh iya Ning, kalau boleh, saya juga mau menawarkan sesuatu sama njenengan," Gus Ihsan merogoh saku celananya, memberikan sebuah kartu nama pada Hafsa. "Kalau berkenan, saya mau merekrut njenengan sebagai anggota PPI daerah ini,"

Hafsa menerima kartu nama itu ragu-ragu. "Tapi Gus, saya kan nggak ahli dalam bidang apapun. Memang saya bisa berguna di PPI?"

"Loh, bukannya njenengan dulu pernah ikut les masak sama Ajwa ya? Kue buatan njenengan kan enak sekali Ning. Saya inget dulu pernah pesan untuk acara organisasi,"

"Tapi itu kan sudah lama sekali Gus, saya sudah tidak pernah bikin kue lagi sekarang,"

Gus Ihsan terkekeh, "Yang namanya bakat itu, meskipun lama nggak dipakai, nanti juga bisa ingat lagi kalau sudah dipegang. Apalagi kalau diajarkan ke orang lain, pasti lebih jago. Jadi bagaimana, njenengan mau?"

Hafsa melirik ke arah Abah Baharuddin dan Umi Zahra yang tampak mengangguk bersemangat. Mereka berdua tampaknya setuju-setuju saja dengan tawaran itu. Hafsa kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Gus Sahil yang balas menatapnya dengan tatapan tajam, jelas sekali kalau suaminya itu tidak setuju dengan ide tersebut.

"Nanti ya Gus, biar saya pikir-pikir dulu," Hafsa membuat jawaban aman.

"Ya sudah, tolong pikirkan baik-baik Ning. Bakat njenengan terlalu sayang kalau disia-siakan begitu saja,"

Hafsa mengangguk. Sementara Gus Sahil masih tidak melepaskan pandangannya dari sang istri.

Setelahnya, Gus Ihsan berpamitan. Dia sudah ditunggu oleh para anggota di pesantren lain. Sementara anggota yang tersisa diarahkan untuk menginap di tempat yang sudah disediakan.

...----------------...

"Menurutmu, Gus Ihsan itu bagaimana Brur?" Tanya Gus Sahil pada Mabrur yang sedang sibuk mencuci mobil. Ia sendiri duduk di undakan teras. Menonton aktivitas Mabrur.

"Bagaimana apanya Gus? Maksudnya wajahnya? Kalau Gus Ihsan itu menurut saya ya ganteng," Mabrur menjawab pertanyaan Gus Sahil sambil terus menyikat ban mobil.

"Ah, masa sih Brur? Ganteng mana sama aku?"

Mabrur terlebih dahulu menatap Gus Sahil sebelum kembali meneruskan pekerjaannya. "Ya kalau menurut saya gantengan Gus Ihsan sih Gus,"

"Ah, seleramu yang jelek Brur!" Gus Sahil melemparkan kanebo ke arah Mabrur. Merasa kesal.

"Loh, itukan pendapat pribadi saya Gus. Ya njenengan itu juga ganteng sih. Tapi, menurut saya, njenengan itu gantengnya ngebosenin, beda sama Gus Ihsan. Kalau Gus Ihsan itu manis, sopan, rapi. Pokoknya kalau dilihat terus itu makin ganteng!"

Gus Sahil jelas makin kesal mendengar jawaban Mabrur. "Nggak jelas kamu Brur!"

Mabrur hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, bingung sendiri letak salahnya dimana.

"Brur," Hafsa muncul dari dalam rumah. "Antarkan aku ke apotek yuk, mau belikan obat buat Umi,"

"Loh, memang Umi kenapa Sa?" Gus Sahil yang menyahut. Buru-buru menghampiri Hafsa.

"Ya nggak apa-apa Gus, cuma stok obatnya habis, harus beli lagi,"

"Oh.. Yasudah, kalau gitu biar aku yang antar," Gus Sahil menawarkan diri.

"Nggak usah Gus!" Hafsa buru-buru menolak. "Saya diantar Mabrur saja,"

"Loh, kamu itu gimana toh? Mabrur sama aku itu masih lebih berhak aku buat nganterin kamu. Mabrur itu bukan siapa-siapa, sementara aku itu suami kamu yang sah. Memang kamu nggak tahu kalau pergi sama yang bukan mahram itu nggak boleh?"

"Saya cuma nggak mau merepotkan njenengan Gus. Sudahlah, saya sama Mabrur saja, nanti minta temani Mbak Zulfa biar nggak cuma berdua,"

"Ketimbang kamu repot-repot nyari Zulfa yang lagi ngaji, mending sekarang langsung berangkat sama aku," Gus Sahil tetap tidak mau kalah.

Hafsa menarik napas panjang. Ia menyerah berdebat dengan Gus Sahil. Akhirnya berangkat diantar oleh suaminya itu.

...----------------...

Sepanjang perjalanan, Hafsa dan Gus Sahil tidak saling bicara sepatah kata pun. Radio mobil yang menyanyikan lagu-lagu sholawat pun tidak membuat suasananya menjadi lebih ceria.

"Memang, kamu mau menerima tawarannya Gus Ihsan tadi?" Gus Sahil memulai percakapan.

"Memang sama njenengan boleh?" Hafsa balik bertanya. "Tatapan njenengan tadi seolah sudah mau membunuh saya kalau saya terima tawaran itu,"

"Aku nggak begitu kok," Gus Sahil membela diri.

"Oh, kalau begitu berarti boleh ya? Yasudah, saya mau hubungi Gus Ihsan sehabis ini,"

"Eh, ya jangan lah," Gus Sahil buru-buru menolak. "Kamu kan sudah janji sama Abah buat mensukseskan program anak-anak santri,"

Hafsa tidak berkomentar. Berdebat dengan Gus Sahil memang melelahkan.

"Lagian, kamu kenapa nggak pernah bikinkan kue buatku? Kalau Gus Ihsan nggak bilang, aku malah nggak tahu kalau kamu pintar bikin kue,"

"Kan tadi saya sudah bilang Gus. Saya memang lama tidak bikin kue lagi, sudah malas,"

Gus Sahil melirik ke arah Hafsa sembari tangannya sibuk menyetir.

"Mulai sekarang, aku nggak mau dipanggil Gus lagi sama kamu,"

"Maksudnya?" Hafsa menoleh pada Gus Sahil dengan tatapan heran. "Njenengan pengen dipanggil Kyai gitu?"

"Bukan," Gus Sahil menggeleng. "Aku pengen kamu manggil aku seperti panggilan suami pada umumnya. Ya masa, kamu manggil aku sama Gus Ihsan nggak ada bedanya? Bisa-bisa orang kira yang suami kamu itu si Gus Ihsan, bukan aku,"

"Kok jadi bawa-bawa Gus Ihsan begitu sih Gus?" Hafsa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Memang njenengan mau dipanggil apa to? Ayang? Bebeb? Hubby? Memang njenengan mau dipanggil pakai panggilan begitu,"

"Ya jangan yang seperti itu lah," Gus Sahil risih sendiri membayangkan dirinya dipanggil dengan salah satu sebutan itu. "Panggilan yang umum saja. Seperti Mas, misalnya,"

"Mas?" Hafsa menyipitkan mata mendengar Usulan Gus Sahil. "Mas Gus?"

"Ya itu juga boleh," Gus Sahil mengangguk-angguk setuju. "Mulai sekarang panggil aku dengan sebutan itu,"

"Njeh Gus," Hafsa menjawab datar.

"Loh, kok masih sama aja? Dicoba lagi, gimana tadi jawabnya?" Gus Sahil mengoreksi. Hafsa menghela napas dalam-dalam sembari melirik suaminya dengan tatapan maut,

"Njeh Mas Gus,"

Terpopuler

Comments

May Keisya

May Keisya

dia udah mulai ketar ketir...tapi maaf ya Gus aku udah kesel bin kurang suka km dr awal cerita🙄

2025-01-04

1

May Keisya

May Keisya

😂😂😂...bagus ih jujurnya

2025-01-04

0

Bzaa

Bzaa

cemburu bang

2025-01-01

0

lihat semua
Episodes
1 1. Aku Tidak Mencintaimu
2 2. Jangan Sentuh Aku
3 3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4 4. Namanya Roha
5 5. Dua : Kosong
6 6. Kenyataan Pahit
7 7. Memberi Hadiah
8 8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9 9. Mengobrol dengan Sahabat
10 10. Dirawat oleh Suami
11 11. Membuka Kotak Pandora
12 12. Kasih Sayang Umi
13 13. Ditolak Dua Wanita
14 14. Kedatangan Gus Ihsan
15 15. Mas Gus
16 16. Umi Zahra Sakit
17 17. Periksa ke Dokter
18 18. Terombang-ambing
19 19. Istri Kedua?
20 20. Minta Izin Poligami
21 21. Pergi Dari Rumah
22 22. Mengungkapkan Perasaan
23 23. Jangan Sampai Menyesal
24 24. Hasil Pemeriksaan
25 25. Kamu Minta Apa?
26 26. Pulang
27 27. Permintaan Maaf Roha
28 28. Berbahagialah Ning
29 29. Misi Gus Sahil
30 30. Suapi Aku
31 31. Cuma Mimpi Kan?
32 32. Alhamdulillah?
33 33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34 34. Bestie?
35 35. Kedatangan Syahla
36 36. Foto Bersama
37 37. Ketulusan Gus Sahil
38 38. Ibadah
39 39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40 40. Undangan dari Gus Ilham
41 41. Surga yang Tak Dirindukan
42 42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43 43. Mual
44 44. Dua Garis
45 45. Kehamilan Dua Minggu
46 46. Jatuh!
47 47. Badai
48 48. Orang Yang Pantas
49 49. Aku Sayang Kamu
50 50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51 51. Tidak Apa Mencintainya
52 52. Sampai Kamu Bosan
53 53. Berjuanglah
54 54. Ahlan Wa Sahlan
55 55. Pertanda?
56 56. Aisha
57 57. Aku Ibunya!
58 58. Nenek Yang Baik
59 59. Ibu-ibu Sejati
60 60. Ajwa dan Mabrur (1)
61 61. Ajwa dan Mabrur (2)
62 62. Ajwa dan Mabrur (3)
63 63. Ajwa dan Mabrur (4)
64 64. Ajwa dan Mabrur (5)
65 65. Ajwa dan Mabrur (6)
66 66. Tedak Siten
67 67. Perceraian Ning Arum (1)
68 68. Perceraian Ning Arum (2)
69 69. Perceraian Ning Arum (3)
70 70. Perceraian Ning Arum (4)
71 71. Takdir Tak Pernah Salah
72 72. After Ending
73 Akhir Kata
74 Juara
75 novel baru
76 Permaisuri Pengganti
Episodes

Updated 76 Episodes

1
1. Aku Tidak Mencintaimu
2
2. Jangan Sentuh Aku
3
3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4
4. Namanya Roha
5
5. Dua : Kosong
6
6. Kenyataan Pahit
7
7. Memberi Hadiah
8
8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9
9. Mengobrol dengan Sahabat
10
10. Dirawat oleh Suami
11
11. Membuka Kotak Pandora
12
12. Kasih Sayang Umi
13
13. Ditolak Dua Wanita
14
14. Kedatangan Gus Ihsan
15
15. Mas Gus
16
16. Umi Zahra Sakit
17
17. Periksa ke Dokter
18
18. Terombang-ambing
19
19. Istri Kedua?
20
20. Minta Izin Poligami
21
21. Pergi Dari Rumah
22
22. Mengungkapkan Perasaan
23
23. Jangan Sampai Menyesal
24
24. Hasil Pemeriksaan
25
25. Kamu Minta Apa?
26
26. Pulang
27
27. Permintaan Maaf Roha
28
28. Berbahagialah Ning
29
29. Misi Gus Sahil
30
30. Suapi Aku
31
31. Cuma Mimpi Kan?
32
32. Alhamdulillah?
33
33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34
34. Bestie?
35
35. Kedatangan Syahla
36
36. Foto Bersama
37
37. Ketulusan Gus Sahil
38
38. Ibadah
39
39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40
40. Undangan dari Gus Ilham
41
41. Surga yang Tak Dirindukan
42
42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43
43. Mual
44
44. Dua Garis
45
45. Kehamilan Dua Minggu
46
46. Jatuh!
47
47. Badai
48
48. Orang Yang Pantas
49
49. Aku Sayang Kamu
50
50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51
51. Tidak Apa Mencintainya
52
52. Sampai Kamu Bosan
53
53. Berjuanglah
54
54. Ahlan Wa Sahlan
55
55. Pertanda?
56
56. Aisha
57
57. Aku Ibunya!
58
58. Nenek Yang Baik
59
59. Ibu-ibu Sejati
60
60. Ajwa dan Mabrur (1)
61
61. Ajwa dan Mabrur (2)
62
62. Ajwa dan Mabrur (3)
63
63. Ajwa dan Mabrur (4)
64
64. Ajwa dan Mabrur (5)
65
65. Ajwa dan Mabrur (6)
66
66. Tedak Siten
67
67. Perceraian Ning Arum (1)
68
68. Perceraian Ning Arum (2)
69
69. Perceraian Ning Arum (3)
70
70. Perceraian Ning Arum (4)
71
71. Takdir Tak Pernah Salah
72
72. After Ending
73
Akhir Kata
74
Juara
75
novel baru
76
Permaisuri Pengganti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!