18. Terombang-ambing

Hafsa turun dari mobil setelah Mabrur memarkirkan kendaraan roda empat itu di parkiran pesantren. Sembari berpegangan pada badan mobil, Hafsa berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang mulai limbung. Kepalanya pusing sekali, ia harus cepat-cepat minum obat untuk meredakannya.

"Ning," Sebuah tangan besar meraih pergelangan tangan Hafsa, mencegahnya jatuh ke tanah. Hafsa menoleh, tampak Gus Ihsan melihatnya dengan tatapan khawatir.

"Ah, maaf Ning," Gus Ihsan melepaskan pegangannya, menyadari apa yang ia lakukan kurang pantas. "Saya reflek karena melihat njenengan mau jatuh,"

"Tidak apa-apa Gus," Hafsa cepat-cepat menjauh, untunglah keseimbangannya sudah kembali. "Kok, njenengan bisa di sini?"

"Oh, kebetulan saya sedang ada sosialisasi di pesantren sekitar sini, terus saya dapet telpon dari anggota kalau Umi Zahra masuk rumah sakit. Makanya saya cepat-cepat datang supaya bisa menjenguk,"

"Oh begitu. Alhamdulillah Umi sekarang sudah baik-baik saja Gus, cuma memang harus dirawat dulu beberapa hari di rumah sakit,"

"Alhamdulillah," Gus Ihsan merasa lega mendengar penjelasan Hafsa. "Tapi Ning, njenengan nggak menjaga Umi ke rumah sakit?"

Hafsa terdiam sejenak. Mau tidak mau ia kembali mengingat argumennya bersama Gus Sahil tadi.

"Saya harus urus para anggota PPI Gus, sekalian mengawasi para santri," Jawabnya sembari memalingkan muka, takut raut sedihnya ketahuan.

"Yasudah Ning, kalau begitu biar saya bantu," Gus Ihsan menawarkan diri.

"Memang njenengan tidak sibuk Gus?"

Gus Ihsan menggeleng. "Sosialisasinya sudah selesai. Tiga hari ke depan saya mungkin ikut menginap di sini. Tapi, njenengan tidak apa-apa kan Ning? Wajah njenengan pucat sekali,"

Hafsa spontan menyentuh wajahnya yang memang panas dingin. "Tidak apa-apa Gus, hanya agak demam sedikit,"

"Kalau begitu, njenengan istirahat saja di ndalem. Biar saya yang handle semuanya dulu,"

"Jangan Gus," Hafsa menggeleng lemah. "Saya takut merepotkan njenengan,"

"Tidak apa-apa Ning, saya yang nggak tega membiarkan njenengan seperti ini,"

Hafsa mengangguk lemah. Baiklah, lagipula badannya sudah lemas sekali. Ia harus istirahat dulu sekarang.

...----------------...

Gus Sahil masih duduk di depan kursi tunggu kamar pasien dengan muka lesu. Kemejanya sudah diganti dengan yang baru. Tangannya kemudian sibuk mengetik pesan, membalas satu persatu ucapan doa untuk Umi Zahra dari para kyai dan jamaah.

Roha keluar dari ruangan. Ia sudah selesai membantu Umi Zahra ke kamar mandi. Gus Sahil mendongakkan kepalanya melihat kemunculan Roha.

"Sudah makan, mbak?" Gus Sahil bertanya lembut.

Roha menggeleng. "Saya puasa Gus,"

"Oh, maaf," Gus Sahil tampak menepuk-nepuk kedua pahanya canggung.

"Gus," Roha yang hendak pergi berbalik lagi, tampak ragu-ragu berucap.

"Ada apa mbak?" Gus Sahil mengerutkan dahi.

"Saya mau minta maaf. Gara-gara saya, njenengan dan Ning Hafsa harus cekcok tadi,"

Gus Sahil menggelengkan kepalanya. "Bukan salahmu mbak,"

"Tapi saya merasa tidak enak Gus. Seharusnya memang yang berada di sini itu Ning Hafsa, selaku istri njenengan sekaligus menantu Umi Zahra,"

"Sudahlah mbak," Gus Sahil menenangkan. "Tadi aku sudah bilang ke Hafsa, dan dia mau mengerti kok,"

Roha menggigit bibir. Sebagai sesama perempuan, dia jelas mengerti bagaimana perasaan Hafsa yang sebenarnya.

"Saya harap, njenengan memperlakukan Ning Hafsa dengan baik Gus," Roha berkata lirih.

Pandangan Gus Sahil seketika beralih ke Roha. "Maksud kamu?"

"Saya harap, njenengan sudah melupakan masa lalu kita,"

"Kalau aku bilang belum, apa kamu percaya?"

Roha tercekat. Ia tak menyangka jawaban tersebut akan keluar dari mulut Gus Sahil.

"Memang, kamu sudah melupakan semuanya Ha?" Gus Sahil bertanya lagi. Kali ini ia tidak menyebut Roha dengan panggilan 'mbak'.

"Saya.." Roha memilin ujung pakaiannya gugup. "Saya akan berusaha melupakan njenengan. Saya akan menerima lamaran Kang Alwi, jadi saya pasti akan melupakan njenengan,"

Wajah Gus Sahil seketika mengeras. "Apa kamu bilang?!"

"Mari berbahagia dengan pasangan kita masing-masing Gus,"

Roha beranjak pergi, Gus Sahil hendak menyusul, tapi kemunculan Umi Hana dan Abah Ali membuat langkahnya berhenti.

"Hil, gimana keadaan Umi?" Umi Hana bertanya dengan nada khawatir, membuat Gus Sahil harus menjelaskan dengan pelan-pelan. Bahwa Umi baik-baik saja, dan sekarang hanya perlu dirawat untuk memaksimalkan kesembuhannya. Sejenak, Gus Sahil menatap terlebih dulu pintu yang tadi dilewati Roha, sebelum masuk ke kamar mengantarkan kedua mertuanya.

...----------------...

Malamnya, Hafsa datang ke rumah sakit bersama dengan Mabrur dan Gus Ihsan. Gus Ihsan sampai kerepotan membawa dua kantong plastik besar, membuat meja rumah sakit tiba-tiba penuh dengan buah-buahan.

"Nggak usah repot-repot loh Gus," Umi Zahra merasa tak enak hati.

"Tidak repot sama sekali Umi," Gus Ihsan menyalami Umi Zahra, kemudian menyalami Abah Baharuddin, Abah Ali dan Umi Hana.

"Kenapa kamu bisa bareng Gus Ihsan?" Gus Sahil bertanya penuh selidik, sedikit berbisik supaya tidak kedengaran yang lain.

"Gus Ihsan tadi membantu saya mengurus para santri, jadi ikut sekalian waktu saya bilang mau kesini,"

"Jadi kamu dengan Gus Ihsan satu mobil?"

"Menurut njenengan? Memang Gus Ihsan lari di belakang mobil?" Hafsa menjawab kesal. Sakit kepala membuatnya makin tidak sabar meladeni pertanyaan tidak penting Gus Sahil.

Gus Sahil menatap tajam ke arah Gus Ihsan yang sudah tampak akrab dengan kedua orang tua dan mertuanya. Pembawaan Gus Ihsan yang supel memang membuat semua orang suka bicara dengannya.

"Nanti Hafsa nginep kan Nduk?"

Tangan Hafsa yang masih sibuk mengupas apel terhenti. Pertanyaan Umi Zahra membuatnya terkejut.

"Sa, ditanyain Umi Zahra itu loh, kenapa malah bengong?" Umi Hana menyadarkan Hafsa.

"Oh, begini Umi.." Hafsa menjawab terbata-bata.

"Loh, kok masih mikir to Hafsa? Ya sudah jelas kamu nginep di sini lah menemani mertuamu," Umi Hana menyahut dengan tidak sabar. "Kamu ini mikirin apa to?"

Hafsa melirik ke arah sang suami yang tampak kebingungan.

"Sebenarnya, saya yang minta Hafsa untuk pulang ke pondok saja Mi, soalnya tidak ada keluarga ndalem yang menjaga para santri sekarang," Gus Sahil menjelaskan.

"Loh, kan ada kamu Hil?" Umi Zahra bertanya keheranan. "Kamu saja yang pulang ke pondok, biar Hafsa jagain Umi di sini,"

"Tapi Mi?" Gus Sahil merasa tidak rela. "Sahil pengen nemenin Umi,"

"Kamu ini kaya anak kecil saja Hil," Umi Zahra mendengus. "Sudah, kamu pulang sana. Umi pengen diurus sama menantu Umi,"

Raut wajah Gus Sahil seketika berubah masam. Ia melirik Hafsa yang tampak tidak peduli. Istrinya itu terlihat sibuk mengupas apelnya kembali.

Pada akhirnya, Gus Sahil malam itu pulang ke pondok bersama Abah Baharuddin. Tentunya ada Gus Ihsan dan Mabrur juga di sana.

"Jadi program Abah nanti begini San," di bangku belakang, Abah Baharuddin tampak seru membahas program pondok dengan Gus Ihsan.

"Wah, itu sudah bagus Bah, tapi kalau boleh menambahkan, menurut saya lebih baik begini,"

Gus Sahil yang mendengar percakapan mereka hanya bisa memanyunkan bibir, sama sekali tidak ada celah untuknya masuk ke obrolan mereka.

Sebagai gantinya, Gus Sahil mengalihkan pandangan ke arah Mabrur. Merasa kaget setelah menyadari sesuatu.

"Loh, kamu kapan cukur rambut Brur?" Gus Sahil terheran-heran. Seingatnya sejak tadi Mabrur sibuk bolak-balik mengantarkan keluarganya ke ndalem dan rumah sakit.

"Oh, tadi waktu njenengan suruh saya antar Ning Hafsa pulang, saya disuruh cukur rambut dulu Gus,"

"Oh," Gus Sahil mengangguk-anggukkan kepala.

Ia baru menyadari kalau Hafsa ternyata cukup perhatian juga pada orang di sekitarnya.

"Oh iya Gus," Gus Ihsan tiba-tiba menginterupsi. "Tadi waktu di pondok, saya lihat wajah istri njenengan pucat, sepertinya beliau sedang sakit,"

"Iya Gus, tadi Hafsa bilang ke saya kalau dia agak demam," bohong Gus Sahil. Mana mungkin kan dia menjawab tidak tahu di depan Gus Ihsan? Walau sebenarnya memang itu kenyataannya.

Gus Sahil tampak mengingat-ingat percakapannya dengan Hafsa tadi, tapi tak ada satupun perkataan Hafsa yang mengeluh kalau dirinya sakit. Kalau Hafsa memang benar-benar sakit, kenapa istrinya itu tidak bilang padanya?

Terpopuler

Comments

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

ya jadi laki harus peka lah masak orang lain yg lebih peka dengan keadaan istrimu.lw si roha kenapa napa langsung peka

2024-12-22

1

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

seharusnya gus ihsan ini lho yg jadi jodohnya hafsa bukan si sahil

2024-12-22

1

Dewi Oktavia

Dewi Oktavia

tak penting bilang sama suami tak cinta

2025-03-10

0

lihat semua
Episodes
1 1. Aku Tidak Mencintaimu
2 2. Jangan Sentuh Aku
3 3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4 4. Namanya Roha
5 5. Dua : Kosong
6 6. Kenyataan Pahit
7 7. Memberi Hadiah
8 8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9 9. Mengobrol dengan Sahabat
10 10. Dirawat oleh Suami
11 11. Membuka Kotak Pandora
12 12. Kasih Sayang Umi
13 13. Ditolak Dua Wanita
14 14. Kedatangan Gus Ihsan
15 15. Mas Gus
16 16. Umi Zahra Sakit
17 17. Periksa ke Dokter
18 18. Terombang-ambing
19 19. Istri Kedua?
20 20. Minta Izin Poligami
21 21. Pergi Dari Rumah
22 22. Mengungkapkan Perasaan
23 23. Jangan Sampai Menyesal
24 24. Hasil Pemeriksaan
25 25. Kamu Minta Apa?
26 26. Pulang
27 27. Permintaan Maaf Roha
28 28. Berbahagialah Ning
29 29. Misi Gus Sahil
30 30. Suapi Aku
31 31. Cuma Mimpi Kan?
32 32. Alhamdulillah?
33 33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34 34. Bestie?
35 35. Kedatangan Syahla
36 36. Foto Bersama
37 37. Ketulusan Gus Sahil
38 38. Ibadah
39 39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40 40. Undangan dari Gus Ilham
41 41. Surga yang Tak Dirindukan
42 42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43 43. Mual
44 44. Dua Garis
45 45. Kehamilan Dua Minggu
46 46. Jatuh!
47 47. Badai
48 48. Orang Yang Pantas
49 49. Aku Sayang Kamu
50 50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51 51. Tidak Apa Mencintainya
52 52. Sampai Kamu Bosan
53 53. Berjuanglah
54 54. Ahlan Wa Sahlan
55 55. Pertanda?
56 56. Aisha
57 57. Aku Ibunya!
58 58. Nenek Yang Baik
59 59. Ibu-ibu Sejati
60 60. Ajwa dan Mabrur (1)
61 61. Ajwa dan Mabrur (2)
62 62. Ajwa dan Mabrur (3)
63 63. Ajwa dan Mabrur (4)
64 64. Ajwa dan Mabrur (5)
65 65. Ajwa dan Mabrur (6)
66 66. Tedak Siten
67 67. Perceraian Ning Arum (1)
68 68. Perceraian Ning Arum (2)
69 69. Perceraian Ning Arum (3)
70 70. Perceraian Ning Arum (4)
71 71. Takdir Tak Pernah Salah
72 72. After Ending
73 Akhir Kata
74 Juara
75 novel baru
76 Permaisuri Pengganti
Episodes

Updated 76 Episodes

1
1. Aku Tidak Mencintaimu
2
2. Jangan Sentuh Aku
3
3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4
4. Namanya Roha
5
5. Dua : Kosong
6
6. Kenyataan Pahit
7
7. Memberi Hadiah
8
8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9
9. Mengobrol dengan Sahabat
10
10. Dirawat oleh Suami
11
11. Membuka Kotak Pandora
12
12. Kasih Sayang Umi
13
13. Ditolak Dua Wanita
14
14. Kedatangan Gus Ihsan
15
15. Mas Gus
16
16. Umi Zahra Sakit
17
17. Periksa ke Dokter
18
18. Terombang-ambing
19
19. Istri Kedua?
20
20. Minta Izin Poligami
21
21. Pergi Dari Rumah
22
22. Mengungkapkan Perasaan
23
23. Jangan Sampai Menyesal
24
24. Hasil Pemeriksaan
25
25. Kamu Minta Apa?
26
26. Pulang
27
27. Permintaan Maaf Roha
28
28. Berbahagialah Ning
29
29. Misi Gus Sahil
30
30. Suapi Aku
31
31. Cuma Mimpi Kan?
32
32. Alhamdulillah?
33
33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34
34. Bestie?
35
35. Kedatangan Syahla
36
36. Foto Bersama
37
37. Ketulusan Gus Sahil
38
38. Ibadah
39
39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40
40. Undangan dari Gus Ilham
41
41. Surga yang Tak Dirindukan
42
42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43
43. Mual
44
44. Dua Garis
45
45. Kehamilan Dua Minggu
46
46. Jatuh!
47
47. Badai
48
48. Orang Yang Pantas
49
49. Aku Sayang Kamu
50
50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51
51. Tidak Apa Mencintainya
52
52. Sampai Kamu Bosan
53
53. Berjuanglah
54
54. Ahlan Wa Sahlan
55
55. Pertanda?
56
56. Aisha
57
57. Aku Ibunya!
58
58. Nenek Yang Baik
59
59. Ibu-ibu Sejati
60
60. Ajwa dan Mabrur (1)
61
61. Ajwa dan Mabrur (2)
62
62. Ajwa dan Mabrur (3)
63
63. Ajwa dan Mabrur (4)
64
64. Ajwa dan Mabrur (5)
65
65. Ajwa dan Mabrur (6)
66
66. Tedak Siten
67
67. Perceraian Ning Arum (1)
68
68. Perceraian Ning Arum (2)
69
69. Perceraian Ning Arum (3)
70
70. Perceraian Ning Arum (4)
71
71. Takdir Tak Pernah Salah
72
72. After Ending
73
Akhir Kata
74
Juara
75
novel baru
76
Permaisuri Pengganti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!