3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?

Satu hari berlalu dengan cepat. Tiba-tiba saja, Hafsa sudah harus berangkat menuju Pondok Pesantren Darul Quran, Pondok Pesantren yang telah dibesarkan oleh Abah Yai Baharuddin, ayah Gus Sahil.

Sejak subuh, Umi Hana sudah kalang kabut menyiapkan segala sesuatu. Memberi perintah kepada para santri untuk melakukan berbagai hal.

"Ayo cepat, bawa itu kue-kue nya ke dalam mobil,"

"Eh, eh, Hati-hati. Nanti kuenya rusak,"

"Nduk, kamu sudah siap belum to?" Umi Hana membuka pintu kamar Hafsa yang sedari pagi belum terbuka.

"Sudah Mi," Hafsa tersenyum menyambut kedatangan Umi Hana yang datang tergopoh-gopoh, mematut wajahnya yang sudah selesai dirias. "Gimana? cantik to aku?"

"Masyallah, cantik sekali anak Umi," Umi Hana memberikan jempol pada mbak santri yang bertugas merias Hafsa. "Mbak Leila memang pinter kalo suruh dandanin,"

"Maturnuwun Mi," Mbak Leila, santri yang dimaksud tersenyum puas.

(maturnuwun: terimakasih)

"Yasudah, ayo segera turun. Sudah ditunggu sama Abah dan Gus Sahil,"

Hafsa mengangguk, berjalan dengan penuh ragu. Hatinya tiba-tiba terasa berat. Sebelum keluar dari kamar, ia pandangi dulu satu persatu perabot di dalam ruangan itu. Ah, bagaimana bisa ia meninggalkan kamar yang sudah dua puluh tahun ia tempati? Apa ia bisa betah tidur selain di tempat tidurnya sendiri nanti?

"Nduk.." Umi Hana rupanya menyadari perasaan putrinya. "Ndak usah sedih begitu. Toh kamu juga masih bisa pulang ke rumah to, masih bisa kembali lagi ke kamar ini," Umi Hana mencoba menghibur.

"Iya Mi, tapi rasanya beda. Rasanya ada yang hilang di sini," Hafsa menyentuh dadanya. "Apa semua pengantin yang pergi ke rumah mertua merasakan hal yang sama ya Mi?"

"Ya jelas lah," Umi Hana meraih kedua tangan putrinya. "Dengarkan Umi. Umi dulu juga begitu Nduk. Merasa berat harus meninggalkan rumah, meninggalkan suasana yang sudah bertahun-tahun dirasakan. Tapi lama kelamaan, Umi jadi terbiasa. Umi mulai dengan kesibukan-kesibukan baru, hobi baru. Umi juga punya Abah yang selalu menghibur Umi,"

Umi benar. Dia bisa mulai dengan hal-hal baru di sana. Sayangnya, di poin terakhir, Hafsa tidak akan punya kesempatan untuk itu. Dihibur Gus Sahil saat sedang rindu rumah? Bermimpi pun ia tidak berani. Lalu bagaimana ia bisa bertahan di sana seumur hidup?

"Semuanya akan baik-baik saja Nduk," Umi Hana mengeratkan pegangan tangannya. "Kalau ada masalah, kamu bisa tinggal pulang ke rumah. Ada Abah dan Umi yang selalu menunggumu,"

Perkataan Umi Hana seketika menghempaskan batu besar yang menindih hatinya. Ayolah Hafsa, jangan jadi lemah. Ada Abah dan Umi yang selalu ada di sisimu.

"Terimakasih karena sudah membesarkan Hafsa selama ini ya Mi,"

Hafsa memeluk sang ibunda erat-erat.

...----------------...

Perjalanan menuju pondok pesantren Darul Quran berjalan lancar. Tidak ada satu orang pun yang curiga jika Gus Sahil dan Hafsa tidak saling bicara. Tidak ada yang menyadari kalau Hafsa menjadi satu-satunya istri yang menangis di hari pertama pernikahannya. Tidak ada yang tahu kalau Gus Sahil tidak mencintainya.

Rombongan mereka segera berbelok menuju gang pesantren. Mabrur melambatkan laju kendaraan karena iring-iringan para santri yang membawa rebana sambil bersholawat ramai menyambut. Gus Sahil menurunkan kaca jendela mobil, tersenyum pada semua orang.

Hafsa yang berada di sisi lain juga melakukan hal yang sama. Melambaikan tangan pada para santri putri yang memanggil namanya. Merasa bahagia karena disambut dengan sangat meriah.

Turun dari mobil, semua santri putri berebut bersalaman. Mencium tangan Hafsa. Astaga, ada pula yang sampai dorong-dorongan. Hafsa berusaha menyalami mereka semua, sembari mendoakan mereka di dalam hati.

"Barokalloh.. Barokallah.."

Berjalan di sampingnya, Gus Sahil juga melakukan hal yang sama. Sibuk menyalami santri putra. Mereka berdua kemudian dituntun menuju kursi pelaminan yang telah dipersiapkan.

Di daerah ini, ada adat pernikahan yang disebut ngunduh mantu. Ngunduh mantu sendiri berarti memetik atau mengambil menantu. Biasanya hal ini dilakukan oleh keluarga mempelai laki-laki yang mengambil menantu perempuan untuk tinggal bersama mereka.

Upacara adat ini juga berlangsung cukup lama, sama seperti pernikahan. Ada sambutan dari pihak keluarga mempelai wanita, lalu disusul sambutan dari keluarga mempelai laki-laki. Bedanya tidak ada akad nikah di acara tersebut. Biasanya acara dilanjutkan dengan pengajian dari seorang kyai yang sudah diundang oleh keluarga mempelai laki-laki.

Kali ini, kyai yang diundang adalah kyai kondang yang sudah sering mondar mandir di acara televisi. Maka wajar saja jika tamu undangan pada hari ini cukup membludak.

Gus Sahil yang semula duduk tenang di samping Hafsa tiba-tiba beranjak dari tempatnya. Seorang wanita paruh baya keluar dari arah ndalem dituntun oleh seorang santriwati, ikut duduk bersama mereka di atas panggung pelaminan.

"Umi.." Hafsa menyalami wanita tersebut dengan takzim. Wanita itu adalah Umi Zahra, ibu kandung Gus Sahil. Umi Zahra memang memiliki penyakit jantung yang membuat tubuhnya lemah. Tidak heran beliau sangat jarang keluar rumah, bahkan kemarin Umi Zahra tidak hadir di pernikahan mereka karena kondisi badannya yang tiba-tiba drop.

"Nduk Hafsa.." Umi Zahra memeluk menantunya erat-erat. Lanjut memeluk Umi Hana dan menyapa Abah Ali.

"Umi sehat kan Mi?" Hafsa duduk berjongkok, memastikan mertuanya itu tidak perlu mendongak untuk melihatnya.

"Alhamdulillah, Umi jadi semakin sehat kalau lihat kamu,"

"Umi di dalam saja ndak papa, nanti disini dingin," Gus Sahil membujuk. "Bawa Umi ke dalam saja mbak," perintah Gus Sahil pada santriwati yang sejak tadi mendampingi Umi Zahra.

"Nanti lah, Umi masih mau lihat kalian gandengan," Umi Zahra berseloroh. "Lagian kata dokter kondisi Umi juga udah tambah sehat. Iya to, Ha?" Umi Zahra bertanya pada santriwati di sampingnya, meminta dukungan.

"Njeh Gus, kata dokter begitu," santriwati tersebut menjawab dengan suara lembut.

"Yasudah, tapi nanti kalau sudah ndak kuat jangan dipaksa ya Mi,"

"Iya, iya, kamu itu cerewet sekali,"

Hafsa mengulum senyum. Meski masih terlihat lemas, rona wajah Umi Zahra terlihat bersemangat. Beliau pasti senang bisa berada di acara pernikahan putranya meski bukan acara yang utama.

Tapi, ada satu hal yang membuat Hafsa terpaksa menelan senyumannya sendiri. Di sampingnya, Gus Sahil tampak tersenyum sepanjang waktu, tapi sepertinya senyumnya tidak tertuju untuk acara ini, apalagi untuk dirinya.

Senyum Gus Sahil tertuju pada seorang wanita, santriwati yang sedari tadi duduk di samping Umi Zahra. Bahkan saat tadi Umi Zahra keluar dari ndalem bersamanya, raut wajah Gus Sahil tampak lebih cerah, sorot matanya bahkan terlihat berbinar.

Siapa sebenarnya santriwati itu? Hafsa akui, gadis itu sangat cantik. Perawakannya tinggi kurus, tapi bukan kurus yang cungkring, lebih ke ideal. Wajahnya lonjong, matanya besar dengan hidung mancung menghiasi wajahnya. Bibirnya juga tampak berwarna merah muda alami, karena sepertinya wajahnya tidak tersentuh make up sama sekali. Pakaiannya cukup sederhana, baju tunik berwarna biru muda yang dipadukan dengan rok hitam. Jilbab biru muda bermotif tulisan Arab tampak ayu ia pakai, membuatnya terlihat sederhana tapi juga mempesona.

Siapa wanita itu Gus? Hafsa kembali melirik suaminya, yang pada saat itu pula juga melirik santriwati itu.

Untuk siapa senyuman itu Gus? Apakah wanita itu yang mengunci hatimu? Yang membuat cintamu habis tak bersisa untukku?

Hafsa buru-buru memalingkan muka, mencoba pura-pura tidak terganggu. Menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak jatuh.

Jangan sampai Umi tahu. Jangan sampai Abah tahu. Jangan sampai semua orang tahu.

Untunglah, fokus semua orang kini tertuju pada ceramah sang kyai yang melontarkan kalimat-kalimat lucu.

Semua orang tertawa. Umi dan Abah tertawa. Gus Sahil tertawa. Hafsa juga tertawa, meski dalam hatinya ia tersayat berdarah-darah.

Terpopuler

Comments

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

inget gus jaga mata udah punya yg halal masih aja ngeliat yg haram.

2024-12-21

1

Dewi Oktavia

Dewi Oktavia

sakit y di dada

2025-03-10

0

Bzaa

Bzaa

😭😢😵😷 sedihnya

2025-01-01

0

lihat semua
Episodes
1 1. Aku Tidak Mencintaimu
2 2. Jangan Sentuh Aku
3 3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4 4. Namanya Roha
5 5. Dua : Kosong
6 6. Kenyataan Pahit
7 7. Memberi Hadiah
8 8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9 9. Mengobrol dengan Sahabat
10 10. Dirawat oleh Suami
11 11. Membuka Kotak Pandora
12 12. Kasih Sayang Umi
13 13. Ditolak Dua Wanita
14 14. Kedatangan Gus Ihsan
15 15. Mas Gus
16 16. Umi Zahra Sakit
17 17. Periksa ke Dokter
18 18. Terombang-ambing
19 19. Istri Kedua?
20 20. Minta Izin Poligami
21 21. Pergi Dari Rumah
22 22. Mengungkapkan Perasaan
23 23. Jangan Sampai Menyesal
24 24. Hasil Pemeriksaan
25 25. Kamu Minta Apa?
26 26. Pulang
27 27. Permintaan Maaf Roha
28 28. Berbahagialah Ning
29 29. Misi Gus Sahil
30 30. Suapi Aku
31 31. Cuma Mimpi Kan?
32 32. Alhamdulillah?
33 33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34 34. Bestie?
35 35. Kedatangan Syahla
36 36. Foto Bersama
37 37. Ketulusan Gus Sahil
38 38. Ibadah
39 39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40 40. Undangan dari Gus Ilham
41 41. Surga yang Tak Dirindukan
42 42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43 43. Mual
44 44. Dua Garis
45 45. Kehamilan Dua Minggu
46 46. Jatuh!
47 47. Badai
48 48. Orang Yang Pantas
49 49. Aku Sayang Kamu
50 50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51 51. Tidak Apa Mencintainya
52 52. Sampai Kamu Bosan
53 53. Berjuanglah
54 54. Ahlan Wa Sahlan
55 55. Pertanda?
56 56. Aisha
57 57. Aku Ibunya!
58 58. Nenek Yang Baik
59 59. Ibu-ibu Sejati
60 60. Ajwa dan Mabrur (1)
61 61. Ajwa dan Mabrur (2)
62 62. Ajwa dan Mabrur (3)
63 63. Ajwa dan Mabrur (4)
64 64. Ajwa dan Mabrur (5)
65 65. Ajwa dan Mabrur (6)
66 66. Tedak Siten
67 67. Perceraian Ning Arum (1)
68 68. Perceraian Ning Arum (2)
69 69. Perceraian Ning Arum (3)
70 70. Perceraian Ning Arum (4)
71 71. Takdir Tak Pernah Salah
72 72. After Ending
73 Akhir Kata
74 Juara
75 novel baru
76 Permaisuri Pengganti
Episodes

Updated 76 Episodes

1
1. Aku Tidak Mencintaimu
2
2. Jangan Sentuh Aku
3
3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4
4. Namanya Roha
5
5. Dua : Kosong
6
6. Kenyataan Pahit
7
7. Memberi Hadiah
8
8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9
9. Mengobrol dengan Sahabat
10
10. Dirawat oleh Suami
11
11. Membuka Kotak Pandora
12
12. Kasih Sayang Umi
13
13. Ditolak Dua Wanita
14
14. Kedatangan Gus Ihsan
15
15. Mas Gus
16
16. Umi Zahra Sakit
17
17. Periksa ke Dokter
18
18. Terombang-ambing
19
19. Istri Kedua?
20
20. Minta Izin Poligami
21
21. Pergi Dari Rumah
22
22. Mengungkapkan Perasaan
23
23. Jangan Sampai Menyesal
24
24. Hasil Pemeriksaan
25
25. Kamu Minta Apa?
26
26. Pulang
27
27. Permintaan Maaf Roha
28
28. Berbahagialah Ning
29
29. Misi Gus Sahil
30
30. Suapi Aku
31
31. Cuma Mimpi Kan?
32
32. Alhamdulillah?
33
33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34
34. Bestie?
35
35. Kedatangan Syahla
36
36. Foto Bersama
37
37. Ketulusan Gus Sahil
38
38. Ibadah
39
39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40
40. Undangan dari Gus Ilham
41
41. Surga yang Tak Dirindukan
42
42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43
43. Mual
44
44. Dua Garis
45
45. Kehamilan Dua Minggu
46
46. Jatuh!
47
47. Badai
48
48. Orang Yang Pantas
49
49. Aku Sayang Kamu
50
50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51
51. Tidak Apa Mencintainya
52
52. Sampai Kamu Bosan
53
53. Berjuanglah
54
54. Ahlan Wa Sahlan
55
55. Pertanda?
56
56. Aisha
57
57. Aku Ibunya!
58
58. Nenek Yang Baik
59
59. Ibu-ibu Sejati
60
60. Ajwa dan Mabrur (1)
61
61. Ajwa dan Mabrur (2)
62
62. Ajwa dan Mabrur (3)
63
63. Ajwa dan Mabrur (4)
64
64. Ajwa dan Mabrur (5)
65
65. Ajwa dan Mabrur (6)
66
66. Tedak Siten
67
67. Perceraian Ning Arum (1)
68
68. Perceraian Ning Arum (2)
69
69. Perceraian Ning Arum (3)
70
70. Perceraian Ning Arum (4)
71
71. Takdir Tak Pernah Salah
72
72. After Ending
73
Akhir Kata
74
Juara
75
novel baru
76
Permaisuri Pengganti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!