12. Kasih Sayang Umi

"Tumben nelpon Umi malem-malem Nduk?" suara lembut Umi Hana dari seberang telepon seketika menghangatkan hati Hafsa yang sedang gundah.

"Iya Umi, aku mau ngabarin kalau sudah pulang dari Bali,"

"Alhamdulillah, kamu sehat kan?"

Hafsa mengangguk kecil, meski ia tahu Umi tidak bisa melihatnya. "Alhamdulillah sehat kok Mi. Oh iya, besok aku pulang ya, mau berikan oleh-oleh. Aku juga sudah kangen banget sama Umi sama Abah,"

"Eh, nggak usah!" jawaban Umi Hana seketika membuat kening Hafsa berkerut. "Besok Umi sama Abah saja yang ke sana. Sejak ngunduh mantu waktu itu kan kami belum pernah ke sana lagi,"

"Oh.." Hafsa tersenyum. "Abah sedang apa Mi?"

"Abah lagi ngajar itu. Menyimak hapalan para santri. Kenapa? Mau bicara sama Abah?"

"Eh, tidak usah Mi," Hafsa merasa tidak sampai hati mengganggu kegiatan Abahnya. "Besok kan Abah sama Umi kesini. Besok saja kita ngobrolnya,"

"Yasudah, kamu pasti capek Nduk, istirahat ya,"

"Iya Umi, Assalamu'alaikum.."

"Waalaikumsalam.."

Hafsa menutup panggilan suara dengan menghela napas berat. Sebenarnya, ingin memberi oleh-oleh hanya sekedar alasan saja. Disaat perasaannya sedang kacau begini, Umi Hana adalah satu-satunya orang yang ia ingin ajak bicara.

"Siapa?" Gus Sahil ternyata sudah masuk ke kamar saat Hafsa menutup handphonenya. "Kok telponan malam-malam?"

"Umi," Hafsa menjawab singkat. "Besok katanya mau kesini,"

"Oh ya? Ada acara apa? Kenapa kita tidak ke sana saja?"

"Umi mau silaturahmi," Hafsa menjawab acuh tak acuh.

"Oh.." Gus Sahil mengangguk-anggukkan kepala.

Tanpa melihat lagi ke arah Gus Sahil, Hafsa segera berbaring di atas tempat tidur. Ia menutup tubuhnya dengan selimut. Membuat Gus Sahil terheran-heran, kenapa istrinya tiba-tiba jadi secuek itu?

...----------------...

Abah Ali dan Umi Hana datang keesokan paginya dengan membawa berbagai macam barang. Hafsa sampai terheran-heran melihat isi bagasi mobil.

"Ini apa saja to Mi? kok banyak sekali," keluh Hafsa. Kedua tangan Hafsa mengeluarkan beberapa rantang makanan, susah payah membawanya karena berat.

"Sini, biar tak bawakan," Gus Sahil menawarkan diri.

"Nggak usah," Hafsa melewati Gus Sahil begitu saja.

"Coba lihat itu tanganmu sampai merah. Kalau sampai jatuh jadinya mubazir,"

"Yasudah njenengan ambil saja itu barang yang lain, masih banyak di dalam mobil," Hafsa menjawab sambil terus berjalan menuju ke arah ndalem.

"Saya bantu Ning," Mabrur muncul, menawarkan diri.

"Ini, nanti bawa ke dapur ya," tanpa pikir panjang, Hafsa langsung menyerahkan rantangnya pada Mabrur.

Gus Sahil yang melihatnya merasa terheran-heran. "Kenapa Mabrur boleh, tapi aku nggak?"

"Nanti tangan njenengan kotor," Hafsa menjawab singkat sembari mengambil kantong plastik berisi buah-buahan di dalam mobil. Gus Sahil mengerutkan kening, merebut kantong plastik yang akan diambil Hafsa.

Hafsa terkejut. Ia kemudian berniat mengambil kantong plastik lain, tapi lagi-lagi direbut oleh Gus Sahil.

Hafsa merasa kesal. Ia menatap jengkel pada Gus Sahil. Gus Sahil sendiri tidak melihatnya, susah payah mengambil semua barang yang tersisa.

"Yasudah, njenengan ambil saja semuanya," setelah berkata begitu, ia meninggalkan Gus Sahil begitu saja.

Umi Hana yang tidak sengaja melihat kejadian itu merasa heran, bertanya-tanya.

...----------------...

"Umi kenapa bawakan selimutku segala? Kaos kaki juga. Ya Allah, ini satu lemari dibawakan semua Mi?" Hafsa terheran-heran membuka barang bawaan sang ibunda.

Umi Hana hanya tertawa kecil. "Kamu kan sering kedinginan kalau malam, jadi jangan lupa dipakai kaos kakinya. Selimut ini kan selimut kesayangan kamu, biasanya kamu ndak bisa tidur kalau selimut ini Umi cuci,"

"Ya Allah Umi, itu kan dulu waktu Hafsa masih kecil. Sekarang Hafsa nggak perlu pakai selimut ini juga sudah nyenyak tidurnya,"

"Diterima saja Nduk. Umi itu tiap malam khawatir. Katanya kalau Hafsa kedinginan bagaimana? Kalau tidak bisa tidur bagaimana? Sampai Abah capek dengarkan Umimu bicara," Abah Ali menyeletuk.

"Iya Nduk. Namanya seorang ibu itu pasti khawatir sama anaknya. Meskipun anaknya sudah besar, kita itu selalu menganggap anak kita masih kecil. Umi saja setiap Sahil pergi jauh pasti khawatir. Takut anak Umi tersasar di tempat orang," Umi Zahra ikut menimpali.

"Ya Allah Umi, itu sudah kejadian kapan coba? Sahil sekarang sudah nggak pernah nyasar lagi. Sekarang kan sudah ada GPS, tinggal klik, sudah bisa pergi kemana saja,"

"Ya itu dia apa kata Umi tadi Hil, seorang Ibu pasti tetap khawatir sama anaknya sendiri,"

Hafsa melihat ke arah Umi Hana dengan tatapan haru. "Terimakasih ya Umi,"

"Sama-sama Nduk. Oh ya, kemaren bagaimana bulan madunya? Akhirnya kesampaian juga ya pergi ke Bali bareng suami?"

Hafsa tersenyum kecut. Umi Hana tidak tahu saja kalau perjalanan mereka hancur gara-gara menantunya.

"Umi juga mau sekalian tanya Nduk. Kemarin tips yang Umi kasih sudah diamalkan belum? Bagaimana? Berhasil apa ndak?" Umi Zahra turut mendekat dengan antusias.

"Loh, njenengan kasih tips apa ke Hafsa?" Umi Hana bertanya-tanya.

"Itu loh," Umi Zahra berbisik pada Umi Hana. "Tips buat menyenangkan hati suami di malam pertama,"

Bisikan itu jelas membuat Umi Hana tertawa. "Alhamdulillah, berarti sebentar lagi kita bisa menimang cucu ya mbak,"

"Ya pasti to. Gimana Nduk? sudah ada rasa-rasa belum?"

"Rasa-rasa apa Mi?" Hafsa tidak mengerti.

"Ya siapa tahu kamu sudah agak mual-mual. Biasanya kalau mual-mual itu pertanda hamil!"

Hafsa sontak melirik ke arah Gus Sahil. Gus Sahil juga meliriknya dengan tatapan canggung.

"Jangan mengharap dulu Mi. Sekarang saja Hafsa lagi haid, jadi tidak mungkin Hafsa hamil,"

"Yahh.." Umi Hana dan Umi Zahra sama-sama menunjukkan raut kecewa.

"Jangan dipaksa cepat-cepat hamil to Mi. Siapa tahu Hafsa sama Sahil memang pengen berduaan dulu. Kalau kata anak zaman sekarang, pacaran setelah menikah," perkataan Abah Baharuddin membuat Hafsa bisa bernapas lega.

"Oh iya, tadi kayanya Umi bawa rendang kan? Biar Hafsa panaskan dulu ya, terus kita bisa makan bersama," Hafsa buru-buru mengalihkan perhatian. Ia bergegas masuk ke dapur tanpa menunggu persetujuan kedua uminya.

Saat sedang memanaskan rendang bawaan Umi Hana, Gus Sahil tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya.

"Ada apa Gus?" Hafsa terkejut bukan main. Dia tadi sedang asyik melamun, maka tidak sadar kalau ada orang lain yang masuk ke dapur.

"Awas rendangnya gosong," Gus Sahil menunjuk ke arah penggorengan.

Hafsa terbelalak, buru-buru mengecilkan api kompor.

"Kamu.." Gus Sahil berkata ragu-ragu. "Tidak kasih tahu ke Umi soal kita?"

"Soal kita?" Hafsa bertanya sembari tangannya sibuk mengaduk.

"Iya, soal kita yang belum pernah bersentuhan,"

Hafsa menghentikan aktivitasnya, menoleh ke arah Gus Sahil dengan tatapan heran. "Memang njenengan pengen saya kasih tahu semuanya ke Umi?"

"Bukan, bukan begitu," Gus Sahil berbicara sembari jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja dapur. "Aku.. cuma mau mengucapkan terimakasih, karena kamu sudah mau merahasiakannya,"

Hafsa meraih mangkok dari rak piring, menuangkan rendang yang sudah dipanaskan. "Saya juga nggak mau orang-orang tahu Gus, kalau saya ini adalah istri yang tidak dicintai suaminya sendiri,"

Gus Sahil terkejut mendengar perkataan Hafsa.

"Maaf.." hanya itu yang bisa ia ucapkan.

Hafsa tidak berkata apa-apa lagi, ia kemudian mengangkat mangkuk itu, berniat membawanya ke meja makan. Tapi ia salah perhitungan, mangkuk yang ia bawa adalah mangkuk kaca yang mudah menyerap panas, jadi sudah pasti kulit tangannya langsung merasakan sensasi panas dari mangkuk tersebut.

"MasyaAllah!" Hafsa berteriak, mangkuknya terlempar ke lantai.

PYARR!! mangkuk kaca pecah berkeping-keping. Rendang Jawa itu pun berserakan di atas lantai dapur.

"Hati-hati Sa!" Gus Sahil dengan sigap mencegah Hafsa yang hendak menyentuh pecahan piring.

Hafsa menepis tangan Gus Sahil. "Jangan sentuh saya Gus,"

"Tapi bahaya ini, nanti tanganmu luka!"

"Nggak usah pedulikan saya Gus,"

"Sa! Jangan keras kepala! Aku tuh cuma mau membantu kamu!"

"Ada apa Nduk?" Umi Hana muncul. Sepertinya suara pecahan piring terdengar dari ruang tamu. "Ya Allah, kenapa kok jadi seperti ini?!"

Hafsa tidak menjawab, ia keluar dari dapur. Membiarkan Gus Sahil membereskan kekacauan yang ia buat.

"Loh, mau kemana kamu? kok malah pergi? Itu loh suaminya dibantuin," Umi Hana mengejar Hafsa. "Kamu kenapa to Nduk?"

Hafsa yang sebelumnya berjalan di depan Umi Hana seketika berbalik, memeluk Umi Hana erat-erat. "Hafsa kangen banget sama Umi,"

Terpopuler

Comments

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

ikatan batin antara ibu dan anak dia tau lw kamu lagi g baik" aja

2024-12-22

1

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

😭😭😭😭😭 aku lw jadi hafsa g kuat deh

2024-12-22

1

bibuk duo nan

bibuk duo nan

😭😭😭😭

2025-02-21

0

lihat semua
Episodes
1 1. Aku Tidak Mencintaimu
2 2. Jangan Sentuh Aku
3 3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4 4. Namanya Roha
5 5. Dua : Kosong
6 6. Kenyataan Pahit
7 7. Memberi Hadiah
8 8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9 9. Mengobrol dengan Sahabat
10 10. Dirawat oleh Suami
11 11. Membuka Kotak Pandora
12 12. Kasih Sayang Umi
13 13. Ditolak Dua Wanita
14 14. Kedatangan Gus Ihsan
15 15. Mas Gus
16 16. Umi Zahra Sakit
17 17. Periksa ke Dokter
18 18. Terombang-ambing
19 19. Istri Kedua?
20 20. Minta Izin Poligami
21 21. Pergi Dari Rumah
22 22. Mengungkapkan Perasaan
23 23. Jangan Sampai Menyesal
24 24. Hasil Pemeriksaan
25 25. Kamu Minta Apa?
26 26. Pulang
27 27. Permintaan Maaf Roha
28 28. Berbahagialah Ning
29 29. Misi Gus Sahil
30 30. Suapi Aku
31 31. Cuma Mimpi Kan?
32 32. Alhamdulillah?
33 33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34 34. Bestie?
35 35. Kedatangan Syahla
36 36. Foto Bersama
37 37. Ketulusan Gus Sahil
38 38. Ibadah
39 39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40 40. Undangan dari Gus Ilham
41 41. Surga yang Tak Dirindukan
42 42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43 43. Mual
44 44. Dua Garis
45 45. Kehamilan Dua Minggu
46 46. Jatuh!
47 47. Badai
48 48. Orang Yang Pantas
49 49. Aku Sayang Kamu
50 50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51 51. Tidak Apa Mencintainya
52 52. Sampai Kamu Bosan
53 53. Berjuanglah
54 54. Ahlan Wa Sahlan
55 55. Pertanda?
56 56. Aisha
57 57. Aku Ibunya!
58 58. Nenek Yang Baik
59 59. Ibu-ibu Sejati
60 60. Ajwa dan Mabrur (1)
61 61. Ajwa dan Mabrur (2)
62 62. Ajwa dan Mabrur (3)
63 63. Ajwa dan Mabrur (4)
64 64. Ajwa dan Mabrur (5)
65 65. Ajwa dan Mabrur (6)
66 66. Tedak Siten
67 67. Perceraian Ning Arum (1)
68 68. Perceraian Ning Arum (2)
69 69. Perceraian Ning Arum (3)
70 70. Perceraian Ning Arum (4)
71 71. Takdir Tak Pernah Salah
72 72. After Ending
73 Akhir Kata
74 Juara
75 novel baru
76 Permaisuri Pengganti
Episodes

Updated 76 Episodes

1
1. Aku Tidak Mencintaimu
2
2. Jangan Sentuh Aku
3
3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4
4. Namanya Roha
5
5. Dua : Kosong
6
6. Kenyataan Pahit
7
7. Memberi Hadiah
8
8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9
9. Mengobrol dengan Sahabat
10
10. Dirawat oleh Suami
11
11. Membuka Kotak Pandora
12
12. Kasih Sayang Umi
13
13. Ditolak Dua Wanita
14
14. Kedatangan Gus Ihsan
15
15. Mas Gus
16
16. Umi Zahra Sakit
17
17. Periksa ke Dokter
18
18. Terombang-ambing
19
19. Istri Kedua?
20
20. Minta Izin Poligami
21
21. Pergi Dari Rumah
22
22. Mengungkapkan Perasaan
23
23. Jangan Sampai Menyesal
24
24. Hasil Pemeriksaan
25
25. Kamu Minta Apa?
26
26. Pulang
27
27. Permintaan Maaf Roha
28
28. Berbahagialah Ning
29
29. Misi Gus Sahil
30
30. Suapi Aku
31
31. Cuma Mimpi Kan?
32
32. Alhamdulillah?
33
33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34
34. Bestie?
35
35. Kedatangan Syahla
36
36. Foto Bersama
37
37. Ketulusan Gus Sahil
38
38. Ibadah
39
39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40
40. Undangan dari Gus Ilham
41
41. Surga yang Tak Dirindukan
42
42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43
43. Mual
44
44. Dua Garis
45
45. Kehamilan Dua Minggu
46
46. Jatuh!
47
47. Badai
48
48. Orang Yang Pantas
49
49. Aku Sayang Kamu
50
50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51
51. Tidak Apa Mencintainya
52
52. Sampai Kamu Bosan
53
53. Berjuanglah
54
54. Ahlan Wa Sahlan
55
55. Pertanda?
56
56. Aisha
57
57. Aku Ibunya!
58
58. Nenek Yang Baik
59
59. Ibu-ibu Sejati
60
60. Ajwa dan Mabrur (1)
61
61. Ajwa dan Mabrur (2)
62
62. Ajwa dan Mabrur (3)
63
63. Ajwa dan Mabrur (4)
64
64. Ajwa dan Mabrur (5)
65
65. Ajwa dan Mabrur (6)
66
66. Tedak Siten
67
67. Perceraian Ning Arum (1)
68
68. Perceraian Ning Arum (2)
69
69. Perceraian Ning Arum (3)
70
70. Perceraian Ning Arum (4)
71
71. Takdir Tak Pernah Salah
72
72. After Ending
73
Akhir Kata
74
Juara
75
novel baru
76
Permaisuri Pengganti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!