17. Periksa ke Dokter

Lorong rumah sakit yang lengang itu tampak muram. Sepasang suami istri terlihat berargumen di depan pintu salah satu ruangan pasien.

"Mbak Roha itu sudah terbiasa mengurus Umi selama bertahun-tahun. Kamu nggak perlu khawatir Sa, kamu tunggu saja di pondok," Gus Sahil menjelaskan dengan suara berbisik, takut mengganggu pasien lain.

"Tapi Gus, saya ini istri njenengan loh, saya yang lebih berhak mendampingi mertua saya di sini!" Hafsa menjawab dengan suara lirih, tapi nadanya menuntut.

"Sa, aku lagi nggak pengen berdebat sama kamu sekarang. Nggak enak kalau didengar Abah atau Umi. Aku cuma pengen kamu mengerti apa yang kita prioritaskan. Kalau keluarga ndalem semuanya ada di sini, terus siapa yang mau mendampingi anggota PPI? Siapa yang mau menjaga para santri? Aku tahu kamu khawatir sama Umi. Tapi tolong mengalah dulu, kita bagi tugas bersama ya?"

Hafsa bungkam. Dia masih ingin menjawab, tapi omongan Gus Sahil ada benarnya. Rasanya tidak pantas dia mengabaikan perkara-perkara yang penting, hanya demi memenuhi egonya semata.

"Aku panggilkan Mabrur buat antar kamu pulang. Nanti malam kalau sudah senggang, kamu bisa datang ke sini lagi,"

Dan membiarkan njenengan di sini bersama Mbak Roha? Hafsa ingin menjawab itu, tapi perkataannya tertelan di kerongkongan. Nggak usah lebay Hafsa, masih ada Abah Baharuddin juga di sana, pikiran rasionalnya turut menyahut.

"Sini, ku antar," Gus Sahil berniat membimbing Hafsa menuju lobby rumah sakit, tapi Hafsa segera menepis tangannya.

"Nggak usah Gus, saya bisa pergi sendiri," Hafsa melangkah keluar sembari menenteng tas baju ganti yang ia bawa tadi.

...----------------...

Hafsa tidak langsung pergi ke tempat parkir, ia masih terduduk di kursi tunggu yang berada di lobby rumah sakit. Berulangkali ia mengatur napas, mencoba menghilangkan semua emosi yang tertahan di dadanya.

Apa aku yang egois? Hafsa bertanya-tanya. Sebagai seorang menantu, wajar bukan kalau dia ingin menjaga mertuanya dari dekat? Salahkah kalau ia ikut merawat Umi Zahra di rumah sakit?

Tapi anak-anak santri juga penting Sa, hati nurani Hafsa ikut menjawab. Hafsa tertunduk dalam diam. Ego dan nuraninya yang saling bertentangan membuatnya pusing.

"MasyaAllah," Sakit perut yang tadi pagi dirasakan Hafsa tiba-tiba muncul kembali tanpa aba-aba. Hafsa buru-buru mencari obat di tas kecilnya, tapi nihil. Sepertinya dia lupa membawanya karena terlalu panik. Aduh, bagaimana ini?

"Ning?" Suara Mabrur lantas membuat atensi Hafsa beralih. "Mau pulang sekarang?"

Hafsa memandang ke arah Mabrur yang melihatnya dengan tatapan panik. Rambut Mabrur yang terlihat baru dipotong separuh langsung membuat Hafsa menghela napas perlahan.

"Kamu cukur rambut saja dulu Brur, aku masih mau di sini dulu. Memang kamu mau dilihatin orang-orang dengan model cukuran begitu?"

Mabrur menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya dari tadi ia sadar banyak orang yang memperhatikannya karena bentuk rambutnya yang aneh. Tapi bagaimana lagi, situasinya tidak memungkinkan untuknya memperbaiki rambutnya dulu.

Usai Mabrur berpamitan ke tukang cukur, Hafsa mulai mencari-cari tempat administrasi. Mumpung di rumah sakit, ia ingin memeriksa kondisi perutnya sekalian.

...----------------...

"Silakan masuk Bu," Seorang suster mempersilahkan Hafsa masuk, sebuah ruangan konsultasi yang kecil tapi nyaman. Hafsa segera duduk di tempat yang sudah di sediakan.

"Gejala apa yang sudah Ibu rasakan selama ini?" Suara lembut itu berasal dari seorang wanita paruh baya yang sangat cantik, Dr. Anita namanya.

"Akhir-akhir ini, saya sering kelelahan dok," Hafsa menjelaskan. "Perut saya juga sering sakit sejak menstruasi hari pertama. Sakitnya malah semakin parah sekarang. Darah yang keluar juga banyak sekali, padahal sudah sepuluh hari saya menstruasi."

Dr. Anita mengangguk perlahan, mencatat gejala yang disampaikan oleh Hafsa. Ia kemudian menatap Hafsa dengan penuh perhatian.

"Apa Ibu mengalami perubahan pola menstruasi sebelumnya, seperti siklus yang tidak teratur atau perdarahan yang berlebihan?" tanya Dr. Anita.

Hafsa menggelengkan kepala. "Biasanya siklus menstruasi saya cukup teratur, dok. Tapi bulan ini, saya mengalami perdarahan yang sangat banyak dan sakit yang luar biasa. Rasanya jadi susah buat beraktivitas sehari-hari."

Dr. Anita mengambil alat pengukur tekanan darah dan mulai memeriksa tekanan darah Hafsa. Setelah itu, ia menyimak kembali catatan Hafsa.

"Apa Ibu punya riwayat gangguan hormonal atau mungkin ada keluarga Ibu dengan riwayat serupa?" tanya Dr. Anita.

Hafsa berpikir sejenak sebelum menjawab, "Sejauh yang saya tahu, nggak ada riwayat gangguan seperti itu dalam keluarga saya, dok."

Dr. Anita mengangguk dan meletakkan catatan di meja. "Berdasarkan gejala yang Ibu alami, ada kemungkinan Ibu mengalami kondisi yang disebut menoragia. Menoragia itu adalah istilah medis untuk menstruasi yang berkepanjangan dan berat, baik dalam jumlah darah yang keluar maupun durasinya."

Hafsa mengangguk, wajahnya mulai tegang.

"Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan menoragia Bu, seperti gangguan hormonal, polip rahim, tumor, atau yang paling parah, bisa jadi kanker rahim," jelas Dr. Anita. "Tapi itu semua hanya dugaan sementara. Untuk memastikan penyebab pastinya, saya akan merekomendasikan pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan ultrasonografi dan tes darah. Dengan begitu, kita dapat menentukan langkah pengobatan yang tepat."

Hafsa mengangguk lagi, meski sebenarnya di dalam hatinya berdebar tak karuan.

"Sekarang, saya akan meresepkan obat untuk mengatasi perdarahan yang berlebihan ini ya Bu, serta meredakan nyeri yang Ibu alami," kata Dr. Anita sambil menulis resep obat. "Selain itu, penting juga bagi Ibu untuk menjaga pola makan yang sehat, istirahat yang cukup, dan jangan terlalu stres. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kondisi yang perlu ditangani lebih lanjut, kita dapat merencanakan langkah selanjutnya bersama."

Hafsa mengucapkan terima kasih kepada Dr. Anita sambil menerima resep obat yang diberikan. "Kapan saya bisa diperiksa lebih lanjut dok?"

"Kalau dalam tiga hari masih belum ada perubahan, Ibu harus kembali ke sini untuk diperiksa ahli ultrasonografi,"

Hafsa lagi-lagi hanya bisa mengangguk. Selanjutnya, ia keluar dari ruangan dengan langkah lesu.

Semoga semuanya baik-baik saja. Semoga nggak ada apa-apa. Hafsa menyemangati dirinya sendiri.

Baru dua langkah keluar dari rumah sakit, handphone Hafsa berdering. Umi Hana menelepon. Sebisa mungkin, Hafsa mengatur napasnya agar tidak terlihat sedih.

"Halo, Assalamu'alaikum Umi?"

"Waalaikumsalam. Nduk, Umi Zahra apa masuk rumah sakit?" Suara Umi Hana terdengar panik memberondong pertanyaan.

"Iya Umi. Sekarang sedang di rawat di rumah sakit. Tapi kata dokter, masa kritisnya sudah lewat, jadi nggak usah khawatir,"

"Ya Allah," suara Umi Hana terdengar lega dari seberang sana. "Kamu dimana sekarang? Umi sama Abah mau ikut jenguk ke sana juga,"

"Kebetulan, Hafsa mau pulang dulu Umi," Hafsa menggigit bibir bawahnya. "Mau ngurusin tamu di rumah. Nanti malam baru datang lagi ke sini,"

"Oalah yasudah. Nanti Umi sama Abah langsung ke rumah sakit saja. Salam sama Umi Zahra ya Nduk,"

Hafsa mengangguk, meski ia tahu Umi Hana tidak bisa melihatnya. Bagaimana pula ia bisa menyampaikan salam sang Ibu kepada mertuanya? Padahal saat ini ia sama sekali tidak ingin melihat Gus Sahil yang sedang bersama Roha di sana. Belum lagi hasil pemeriksaan tadi membuatnya semakin kepikiran saja.

Mobil yang dikendarai Mabrur terlihat muncul di halaman rumah sakit. Tanpa menunggu waktu lama, Hafsa segera membuka pintu belakang mobil, menyuruh Mabrur membawanya pulang dengan cepat.

Terpopuler

Comments

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

lebih baik dirumah aja deh hafsa dari pada dirumah sakit hanya bikin sakit hati.dibilang g perduli ama mertua bodoh amat toh itu permintaan anaknya yg g ngebolehin kamu merawat ibunya

2024-12-22

1

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

ya g salah emang itu udah kewajibanmu menjaganya si roha aja tuh yg sadar diri ama si sahil juga

2024-12-22

1

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

gimana g stres punya suami modelan kayak sisahil

2024-12-22

1

lihat semua
Episodes
1 1. Aku Tidak Mencintaimu
2 2. Jangan Sentuh Aku
3 3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4 4. Namanya Roha
5 5. Dua : Kosong
6 6. Kenyataan Pahit
7 7. Memberi Hadiah
8 8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9 9. Mengobrol dengan Sahabat
10 10. Dirawat oleh Suami
11 11. Membuka Kotak Pandora
12 12. Kasih Sayang Umi
13 13. Ditolak Dua Wanita
14 14. Kedatangan Gus Ihsan
15 15. Mas Gus
16 16. Umi Zahra Sakit
17 17. Periksa ke Dokter
18 18. Terombang-ambing
19 19. Istri Kedua?
20 20. Minta Izin Poligami
21 21. Pergi Dari Rumah
22 22. Mengungkapkan Perasaan
23 23. Jangan Sampai Menyesal
24 24. Hasil Pemeriksaan
25 25. Kamu Minta Apa?
26 26. Pulang
27 27. Permintaan Maaf Roha
28 28. Berbahagialah Ning
29 29. Misi Gus Sahil
30 30. Suapi Aku
31 31. Cuma Mimpi Kan?
32 32. Alhamdulillah?
33 33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34 34. Bestie?
35 35. Kedatangan Syahla
36 36. Foto Bersama
37 37. Ketulusan Gus Sahil
38 38. Ibadah
39 39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40 40. Undangan dari Gus Ilham
41 41. Surga yang Tak Dirindukan
42 42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43 43. Mual
44 44. Dua Garis
45 45. Kehamilan Dua Minggu
46 46. Jatuh!
47 47. Badai
48 48. Orang Yang Pantas
49 49. Aku Sayang Kamu
50 50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51 51. Tidak Apa Mencintainya
52 52. Sampai Kamu Bosan
53 53. Berjuanglah
54 54. Ahlan Wa Sahlan
55 55. Pertanda?
56 56. Aisha
57 57. Aku Ibunya!
58 58. Nenek Yang Baik
59 59. Ibu-ibu Sejati
60 60. Ajwa dan Mabrur (1)
61 61. Ajwa dan Mabrur (2)
62 62. Ajwa dan Mabrur (3)
63 63. Ajwa dan Mabrur (4)
64 64. Ajwa dan Mabrur (5)
65 65. Ajwa dan Mabrur (6)
66 66. Tedak Siten
67 67. Perceraian Ning Arum (1)
68 68. Perceraian Ning Arum (2)
69 69. Perceraian Ning Arum (3)
70 70. Perceraian Ning Arum (4)
71 71. Takdir Tak Pernah Salah
72 72. After Ending
73 Akhir Kata
74 Juara
75 novel baru
76 Permaisuri Pengganti
Episodes

Updated 76 Episodes

1
1. Aku Tidak Mencintaimu
2
2. Jangan Sentuh Aku
3
3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4
4. Namanya Roha
5
5. Dua : Kosong
6
6. Kenyataan Pahit
7
7. Memberi Hadiah
8
8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9
9. Mengobrol dengan Sahabat
10
10. Dirawat oleh Suami
11
11. Membuka Kotak Pandora
12
12. Kasih Sayang Umi
13
13. Ditolak Dua Wanita
14
14. Kedatangan Gus Ihsan
15
15. Mas Gus
16
16. Umi Zahra Sakit
17
17. Periksa ke Dokter
18
18. Terombang-ambing
19
19. Istri Kedua?
20
20. Minta Izin Poligami
21
21. Pergi Dari Rumah
22
22. Mengungkapkan Perasaan
23
23. Jangan Sampai Menyesal
24
24. Hasil Pemeriksaan
25
25. Kamu Minta Apa?
26
26. Pulang
27
27. Permintaan Maaf Roha
28
28. Berbahagialah Ning
29
29. Misi Gus Sahil
30
30. Suapi Aku
31
31. Cuma Mimpi Kan?
32
32. Alhamdulillah?
33
33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34
34. Bestie?
35
35. Kedatangan Syahla
36
36. Foto Bersama
37
37. Ketulusan Gus Sahil
38
38. Ibadah
39
39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40
40. Undangan dari Gus Ilham
41
41. Surga yang Tak Dirindukan
42
42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43
43. Mual
44
44. Dua Garis
45
45. Kehamilan Dua Minggu
46
46. Jatuh!
47
47. Badai
48
48. Orang Yang Pantas
49
49. Aku Sayang Kamu
50
50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51
51. Tidak Apa Mencintainya
52
52. Sampai Kamu Bosan
53
53. Berjuanglah
54
54. Ahlan Wa Sahlan
55
55. Pertanda?
56
56. Aisha
57
57. Aku Ibunya!
58
58. Nenek Yang Baik
59
59. Ibu-ibu Sejati
60
60. Ajwa dan Mabrur (1)
61
61. Ajwa dan Mabrur (2)
62
62. Ajwa dan Mabrur (3)
63
63. Ajwa dan Mabrur (4)
64
64. Ajwa dan Mabrur (5)
65
65. Ajwa dan Mabrur (6)
66
66. Tedak Siten
67
67. Perceraian Ning Arum (1)
68
68. Perceraian Ning Arum (2)
69
69. Perceraian Ning Arum (3)
70
70. Perceraian Ning Arum (4)
71
71. Takdir Tak Pernah Salah
72
72. After Ending
73
Akhir Kata
74
Juara
75
novel baru
76
Permaisuri Pengganti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!