2. Jangan Sentuh Aku

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan" suara Gus Sahil mantap melafalkan akad nikah.

"Alhamdulillah," serentak semua orang mengucap syukur. Suara di bawah tenda-tenda besar itu bergemuruh, masing-masing berdecak kagum karena sang mempelai pria berhasil mengucapkan akad dengan lancar dalam sekali percobaan.

Tak terkecuali di ndalem, tepatnya di dalam kamar Ning Hafsa, putri pimpinan pondok pesantren Bahrul Ulum yang menjadi tokoh utama pada hari ini.

"Selamat ya nduk, akhirnya kamu jadi istri orang,"

"Selamat Ning, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah,"

Hafsa tersenyum sumringah. Ah, alangkah bahagianya. Boleh tidak ia berharap hari ini bisa terjadi selamanya?

Berjalan dengan anggun, Hafsa dikelilingi beberapa wanita bergaun senada keluar dari dalam kamar. Dengan cepat membuat semua orang menoleh. Menuai decak kagum karena kecantikannya yang sempurna.

Ah, itu dia. Suamiku.

Hafsa menerima uluran tangan Gus Sahil. Gus Sahil tersenyum, mencium kening Hafsa, membaca doa. Semua orang berseru menggoda, anak-anak muda sibuk mengabadikan momen itu, memotret dengan ponsel masing-masing.

Hari itu melelahkan, tapi bagi Hafsa, itu adalah hari yang membahagiakan.

Saat malam tiba, Hafsa segera membersihkan diri. Merias kembali wajahnya agar terlihat lebih cantik natural, memakai gaun malam yang sudah dipersiapkan. Agak terbuka memang, tapi tak apa demi ia persembahkan kepada sang suami.

Tanpa menunggu lama, Gus Sahil membuka pintu kamar. Terkesima melihat penampilan Hafsa.

"Cantik sekali istriku,"

"Terimakasih Gus," Hafsa tersipu.

"Aku mencintaimu Hafsa, jadilah milikku malam ini,"

Meski malu-malu, Hafsa mengangguk. Ia melingkarkan tangan pada leher Gus Sahil, menyambut ciuman pertama yang memang ia jaga selama ini, khusus ia berikan kepada sang suami kelak.

Tapi, tunggu, sepertinya ada yang salah.

Bukankah ini semua terlalu indah? Bukankah, ini semua terasa tidak nyata?

"Apa yang kamu fikirkan, Sa?" Gus Sahil menatap keheranan. "Kenapa memikirkan hal lain saat ada aku disini?"

"Saya merasa ini mimpi, Gus. Saya merasa ini tidak nyata,"

Gus Sahil tersenyum, "Biar aku buat semuanya terasa nyata,"

Gus Sahil meraih tubuh Hafsa, membimbingnya menaiki tempat tidur. Mulai mencium kening, mata, hidung hingga ke bibir ranumnya.

Tepat saat ciuman Gus Sahil mulai mendekati leher nya, saat jari jemari Gus Sahil perlahan membuka gaun malamnya, mata Hafsa seketika terbuka.

"Astaghfirullahalazim," Hafsa terperanjat dari tidurnya.

Tidak ada Gus Sahil yang tersenyum sambil menciumnya, tidak ada sentuhan lembut yang mendekap tubuhnya, hanya langit-langit kamar yang baru dicat putih dan ranjang besar tanpa ada siapapun di sisinya.

Hafsa mengusap wajahnya. Ya Alloh, jadi semua itu cuma mimpi? Apa sebegitu besar harapannya untuk dicintai oleh suaminya sendiri?

Allahuakbar.. Allahuakbar..

Suara adzan subuh berkumandang. Baiklah, tidak usah memikirkan yang tidak-tidak. Ayo lekas berwudhu agar hilang semua bekas mimpi-mimpi itu.

Kaki Hafsa menuruni peraduan. Alangkah kagetnya ia saat pandangannya mendapati seorang laki-laki tertidur di atas lantai kamar beralaskan karpet.

"Gus Sahil?" Hafsa menggumam lirih. Astaga, sejak kapan laki-laki itu tertidur di sana? Begitu hinakah dirinya sampai Gus Sahil pun tidak sudi tidur di sampingnya? Apakah karpet dingin itu jauh lebih baik daripada harus satu kasur dengan istrinya sendiri?

Hafsa berniat mengabaikannya, kata-kata tajam Gus Sahil semalam masih menyayat hatinya. Namun, demi melihat laki-laki bertubuh gagah itu meringkuk kedinginan, ia jadi merasa tidak tega. Dengan hati-hati, ia meraih selimut dari atas dipan, menyelimuti tubuh Gus Sahil.

"Loh, kok keluar sendiri Sa? Suamimu mana?" Umi Hana yang melihat Hafsa turun dari tangga sendirian bertanya keheranan.

"Gus Sahil masih tidur Mi, capek kayanya," Hafsa memberi alasan.

"Loh, loh, loh, ya dibangunin to nduk. Ini para santri loh nungguin suamimu jadi imam. Sudah sana cepat dibangunkan!"

Hafsa ragu-ragu kembali menaiki anak tangga. Umi Hana memberikan kode mengusir, seolah berkata 'hush hush cepat sana!'

Mau tidak mau Hafsa menuruti perkataan sang ibunda meski sebenarnya sangat enggan. Aduh, bagaimana caranya dia membangunkan Gus Sahil?

Hafsa duduk diam di sebelah suaminya. Lama sekali.

"Gus.." bisiknya lirih. "Bangun Gus sudah subuh,"

Tidak ada reaksi. Gus Sahil sama sekali tidak bergeser dari tempatnya satu senti pun.

"Gus," perlahan, Hafsa mengulurkan tangan. Menepuk lembut bahu sang suami.

"Gus, bangun Gus," bisiknya lagi.

"Iya Brur, lima menit lagi.." Gus Sahil meracau. Sepertinya ia mengira yang membangunkannya adalah Mabrur, santri sekaligus supir pribadi di pondok pesantrennya yang sering mengikuti kemana-mana.

"Ini Hafsa Gus, Umik suruh bangunkan Gus buat jadi imam sholat para santri,"

Lima menit berlalu tanpa ada reaksi. Selanjutnya, Gus Sahil tampak bangun dengan terburu-buru.

"Kenapa tidak bangunkan aku dari tadi?!"

"Gus kelihatan capek banget, jadi saya tidak berani bangunkan njenengan,"

"Sudahlah," Gus Sahil beranjak, agak berlari menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar.

"Oh ya satu lagi," Gus Sahil masih sempat melongokkan kepala dari balik pintu kamar mandi, menatap Hafsa dengan tatapan menusuk. "Aku tidak pernah setuju kamu menyentuhku tanpa izin. Dengan alasan apapun, jangan pernah mencoba menyentuhku,"

"Tapi Gus, saya cuma—"

Belum sempat Hafsa menjawab, Gus Sahil menutup pintu kamar mandi rapat-rapat.

...****************...

Sholat subuh berjamaah berakhir dengan khusyuk. Abah Ali dan Umi Hana tidak henti-henti memuji kemampuan membaca Alquran Gus Sahil yang sangat merdu dan fasih. Gus Sahil yang mendengar pujian itu hanya senyam-senyum saja, merasa malu sekaligus bangga.

"Ayo ikut Abah keliling asrama para santri,"

Gus Sahil mengangguk, mengikuti sang mertua dari belakang.

Pondok Pesantren Bahrul Ulum adalah pusat hafalan Alquran yang cukup terkenal di daerah tersebut. Santrinya sudah bukan di level ratusan lagi, sudah hampir mencapai sepuluh ribu. Tidak heran jika asrama yang dibangun berdiri di atas tanah yang cukup luas. Dengan masjid pondok sebagai pembatas antara asrama putra dan putri.

"Nduk Hafsa paling suka ngajar di sana," Abah Ali menunjuk sebuah saung yang berdiri di sekitaran masjid pondok. "Katanya hawanya adem, bikin perasaan jadi nyaman,"

Gus Sahil menoleh ke arah yang ditunjuk Abah Ali. Tampak Hafsa sedang duduk di antara para santri putri, menyimak hafalan Alquran mereka.

"Hari ini adalah hari terakhir istrimu mengabdi di pesantren ini. Besok-besok, dia akan gantian mengabdi di pesantren mu,"

Gus Sahil menganggukkan kepala, matanya masih tertuju pada Hafsa di sana.

"Kalau kamu sudah tidak ada lagi rasa cinta pada Hafsa, kembalikan saja dia pada kami nak,"

Gus Sahil sontak terkejut mendengar kata-kata itu, menatap Abah Ali dengan tatapan penuh tanya.

"Hafsa itu putri kami satu-satunya. Benih yang kami tunggu sedari lama selama sepuluh tahun, dan sekarang saat telah dewasa kami serahkan dia padamu,"

"Maka orangtua ini ingin meminta tolong padamu nak, tolong bahagiakan Hafsa. Tolong jagalah dia dengan sebaik-baiknya,"

"Kelak, ada masanya saat kau mungkin mulai bosan padanya. Saat itu tiba, tolong jangan sakiti Hafsa, kembalikan saja dia pada kami disini,"

Jantung Gus Sahil serasa jatuh ke tanah. Perkataan mertuanya jelas langsung menohok ke hatinya yang terdalam.

"Saya.. akan berusaha membahagiakan Hafsa Bah,"

Gus Sahil bahkan tidak tahu. Apakah perkataan itu adalah janjinya atau hanya sekedar pemanis mulut untuk menyenangkan hati mertuanya. Dia tidak tahu, apakah bisa memenuhi perkataan itu, atau malah sudah melanggarnya sejak malam setelah pernikahan.

Terpopuler

Comments

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

kayaknya ayahnya si hafza punya feeling yg g baik deh tentang rumah tangga anaknya

2024-12-21

1

Dewi Oktavia

Dewi Oktavia

ngeri loh,,,,jika suami tak bisa membahagiakan istri malah menyakiti hati dan cinta seorang istri ke suami y.

2025-03-10

0

May Keisya

May Keisya

besok2 klo bangunin Gus sableng noelnya pake kayu aja Ning...atau kasih alarm yg kenceng

2025-01-04

0

lihat semua
Episodes
1 1. Aku Tidak Mencintaimu
2 2. Jangan Sentuh Aku
3 3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4 4. Namanya Roha
5 5. Dua : Kosong
6 6. Kenyataan Pahit
7 7. Memberi Hadiah
8 8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9 9. Mengobrol dengan Sahabat
10 10. Dirawat oleh Suami
11 11. Membuka Kotak Pandora
12 12. Kasih Sayang Umi
13 13. Ditolak Dua Wanita
14 14. Kedatangan Gus Ihsan
15 15. Mas Gus
16 16. Umi Zahra Sakit
17 17. Periksa ke Dokter
18 18. Terombang-ambing
19 19. Istri Kedua?
20 20. Minta Izin Poligami
21 21. Pergi Dari Rumah
22 22. Mengungkapkan Perasaan
23 23. Jangan Sampai Menyesal
24 24. Hasil Pemeriksaan
25 25. Kamu Minta Apa?
26 26. Pulang
27 27. Permintaan Maaf Roha
28 28. Berbahagialah Ning
29 29. Misi Gus Sahil
30 30. Suapi Aku
31 31. Cuma Mimpi Kan?
32 32. Alhamdulillah?
33 33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34 34. Bestie?
35 35. Kedatangan Syahla
36 36. Foto Bersama
37 37. Ketulusan Gus Sahil
38 38. Ibadah
39 39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40 40. Undangan dari Gus Ilham
41 41. Surga yang Tak Dirindukan
42 42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43 43. Mual
44 44. Dua Garis
45 45. Kehamilan Dua Minggu
46 46. Jatuh!
47 47. Badai
48 48. Orang Yang Pantas
49 49. Aku Sayang Kamu
50 50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51 51. Tidak Apa Mencintainya
52 52. Sampai Kamu Bosan
53 53. Berjuanglah
54 54. Ahlan Wa Sahlan
55 55. Pertanda?
56 56. Aisha
57 57. Aku Ibunya!
58 58. Nenek Yang Baik
59 59. Ibu-ibu Sejati
60 60. Ajwa dan Mabrur (1)
61 61. Ajwa dan Mabrur (2)
62 62. Ajwa dan Mabrur (3)
63 63. Ajwa dan Mabrur (4)
64 64. Ajwa dan Mabrur (5)
65 65. Ajwa dan Mabrur (6)
66 66. Tedak Siten
67 67. Perceraian Ning Arum (1)
68 68. Perceraian Ning Arum (2)
69 69. Perceraian Ning Arum (3)
70 70. Perceraian Ning Arum (4)
71 71. Takdir Tak Pernah Salah
72 72. After Ending
73 Akhir Kata
74 Juara
75 novel baru
76 Permaisuri Pengganti
Episodes

Updated 76 Episodes

1
1. Aku Tidak Mencintaimu
2
2. Jangan Sentuh Aku
3
3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4
4. Namanya Roha
5
5. Dua : Kosong
6
6. Kenyataan Pahit
7
7. Memberi Hadiah
8
8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9
9. Mengobrol dengan Sahabat
10
10. Dirawat oleh Suami
11
11. Membuka Kotak Pandora
12
12. Kasih Sayang Umi
13
13. Ditolak Dua Wanita
14
14. Kedatangan Gus Ihsan
15
15. Mas Gus
16
16. Umi Zahra Sakit
17
17. Periksa ke Dokter
18
18. Terombang-ambing
19
19. Istri Kedua?
20
20. Minta Izin Poligami
21
21. Pergi Dari Rumah
22
22. Mengungkapkan Perasaan
23
23. Jangan Sampai Menyesal
24
24. Hasil Pemeriksaan
25
25. Kamu Minta Apa?
26
26. Pulang
27
27. Permintaan Maaf Roha
28
28. Berbahagialah Ning
29
29. Misi Gus Sahil
30
30. Suapi Aku
31
31. Cuma Mimpi Kan?
32
32. Alhamdulillah?
33
33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34
34. Bestie?
35
35. Kedatangan Syahla
36
36. Foto Bersama
37
37. Ketulusan Gus Sahil
38
38. Ibadah
39
39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40
40. Undangan dari Gus Ilham
41
41. Surga yang Tak Dirindukan
42
42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43
43. Mual
44
44. Dua Garis
45
45. Kehamilan Dua Minggu
46
46. Jatuh!
47
47. Badai
48
48. Orang Yang Pantas
49
49. Aku Sayang Kamu
50
50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51
51. Tidak Apa Mencintainya
52
52. Sampai Kamu Bosan
53
53. Berjuanglah
54
54. Ahlan Wa Sahlan
55
55. Pertanda?
56
56. Aisha
57
57. Aku Ibunya!
58
58. Nenek Yang Baik
59
59. Ibu-ibu Sejati
60
60. Ajwa dan Mabrur (1)
61
61. Ajwa dan Mabrur (2)
62
62. Ajwa dan Mabrur (3)
63
63. Ajwa dan Mabrur (4)
64
64. Ajwa dan Mabrur (5)
65
65. Ajwa dan Mabrur (6)
66
66. Tedak Siten
67
67. Perceraian Ning Arum (1)
68
68. Perceraian Ning Arum (2)
69
69. Perceraian Ning Arum (3)
70
70. Perceraian Ning Arum (4)
71
71. Takdir Tak Pernah Salah
72
72. After Ending
73
Akhir Kata
74
Juara
75
novel baru
76
Permaisuri Pengganti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!