13. Ditolak Dua Wanita

"Kamu ada masalah apa to Nduk?" Umi Hana mengelus lembut kepala putri semata wayangnya. Saat ini mereka berdua sedang duduk berdua di dalam kamar.

Hafsa merebahkan kepalanya di atas pangkuan sang ibunda. Ah, dia jadi rindu masa kecilnya dulu. Dia suka sekali bermanja-manja pada Umi, makan harus disuapi Umi, tidur siang pun harus bersama Umi. Umi adalah pusat dunianya, Umi adalah tempatnya bercerita. Sekarang pun, ingin rasanya ia menceritakan semua masalahnya, tapi ia sadar itu semua tidak pantas. Menceritakan keburukan suaminya pada orang lain adalah hal yang tercela bagi seorang istri.

"Hafsa cuma tiba-tiba kangen banget sama Umi," bohong Hafsa.

"Sebenarnya, akhir-akhir ini, Umi itu sering banget mimpi buruk. Tiba-tiba saja, Umi kepikiran terus tentang kamu. Umi takut kalau kamu kenapa-kenapa, makanya Umi sampai kesini membujuk Abah,"

Hafsa tersenyum. Insting seorang Ibu memang tidak pernah salah. Hanya saja sekarang dia jadi merasa bersalah karena membuat uminya khawatir.

"Tenang saja Umi, Hafsa baik-baik saja kok disini. Umi Zahra baik, Abah Baharuddin juga baik. Mereka memperlakukan Hafsa bukan hanya sebagai menantu, tapi sudah seperti anak sendiri,"

"Alhamdulillah kalau begitu Nduk. Terus kalau sama suamimu gimana, kamu nggak lagi berantem to sama dia?"

Hafsa terdiam sejenak, lalu cepat-cepat menggeleng. "Nggak kok Mi, kita nggak lagi berantem,"

Karena cuma aku saja yang sedang jengkel sama dia, Hafsa membatin.

"Kalau bertengkar juga nggak papa, namanya juga suami istri, pasti ada saja masalahnya. Sampai sekarang pun Umi sama Abah juga sering berantem kok,"

"Oh ya?" Hafsa menatap Umi Hana. "Tapi kok Hafsa nggak pernah tahu?"

"Ya itu kan karena kami selalu menutupinya Nduk," Umi Hana mencubit gemas hidung mancung putrinya. "Kami punya prinsip, kalau sedang berantem berdua, ya masalahnya diselesaikan berdua. Kita saling bicara, mata bertemu mata. Apa yang salah? Gimana solusinya? Kita nggak akan membuat orang lain tahu bagaimana masalah kita berdua,"

Hafsa mengangguk-angguk. Dia sama sekali tidak bisa membayangkan Umi dan Abah yang sedang bertengkar, karena memang tidak pernah melihatnya sama sekali. Rupanya mereka sudah punya cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.

"Kamu juga harus begitu Nduk," Umi Hana mengelus lagi kepala sang putri. "Selesaikan masalah kalian bersama. Kalau cuma diam saja, masalah tidak akan pernah selesai,"

Hafsa membenamkan wajahnya di pangkuan Umi Hana. Ah, Umi, apa yang harus ia selesaikan dengan Gus Sahil? Sejak awal, Gus Sahil bahkan tidak pernah memberinya kesempatan apapun. Bagaimana ia bisa mengungkapkan perasaan yang sebenarnya, sementara Gus Sahil jelas-jelas sudah menolak?

"Semuanya akan selesai Nduk, tidak ada yang tidak mungkin. Berdoalah kepada Allah, karena hanya Dialah Sang Maha Membolak-balikkan hati seorang hamba,"

----------------

Hafsa melambaikan tangan tatkala mobil yang ditumpangi Abah Ali dan Umi Hana meluncur keluar dari pelataran rumah. Setelah singgah selama dua jam, mereka berdua segera pulang karena Abah Ali harus menghadiri pengajian di pesantren lain.

Hafsa merasa kedatangan orangtuanya membuatnya lebih bersemangat. Ia merasa mendapatkan energi yang cukup untuk menghadapi masalahnya sekarang.

"Ayo masuk," Ajak Gus Sahil, ia menunggu Hafsa yang belum kunjung beranjak. "Sudah mau dzuhur, ayo sholat berjamaah,"

"Saya masih udzur," Hafsa berkata cuek. "Saya kan sudah bilang tadi,"

(Udzur: berhalangan)

"Oh iya," Gus Sahil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ee.. Aku boleh tanya sesuatu nggak sama kamu Sa?"

"Tanya apa?" Hafsa masih menjawab dengan nada acuh tak acuh.

"Kenapa to kamu kok akhir-akhir ini jadi cuek?"

"Hah?"

"Ya, aku merasa kamu jadi aneh sejak kita pulang dari Bali. Apa aku ada salah sama kamu?"

Hafsa menghembuskan napas jengkel. Serius Gus Sahil bertanya seperti itu sekarang?

"Njenengan pikir saja sendiri," Hafsa menghentakkan kakinya keras-keras, meninggalkan Gus Sahil masuk ke dalam rumah.

...----------------...

"Brur," panggil Gus Sahil saat mereka sudah selesai sholat berjamaah di aula. "Aku mau nanya sama kamu,"

"Mau nanya apa Gus? Njenengan pasti lah sudah lebih tahu dari saya,"

"Ck, ini penting, nggak semua orang tahu soal ini,"

"Oh ya? Memang sepenting apa Gus?"

"Sini," Gus Sahil melambaikan tangan, memberi kode agar Mabrur mendekat. "Kamu tahu nggak, caranya bikin istri berhenti ngambek?"

"Loh, Ning Hafsa ngambek?"

"Heh, Ssttt!" Gus Sahil membungkam mulut Mabrur yang memang suka rem blong. "Jangan keras-keras. Ini rahasia kita berdua!"

Mabrur mengangguk-anggukan kepalanya. "Memang, Ning Hafsa ngambek kenapa Gus?"

"Nah itu, aku nggak tahu," Gus Sahil mencoba mengingat-ingat. "Sejak pulang dari Bali, dia jadi lebih cuek, kata-katanya ketus,"

"Lagi datang bulan kali Gus?" Tebak Mabrur.

"Loh, kok kamu bisa tahu?" Gus Sahil terheran-heran. "Memang aku sudah bilang sama kamu?"

"Nah itu dia masalahnya Gus," Mabrur menjentikkan jari, "Perempuan kalau sedang datang bulan memang suka begitu,"

"Suka begitu bagaimana?"

"Ya tiba-tiba marah-marah sendiri, ngomel-ngomel sendiri. Apa yang kita lakukan pasti salah. Bahkan ya kalau perempuan itu kesandung batu, pasti batunya yang bakal disalahin Gus,"

"Kok ngeri banget ya Brur?"

"Iya Gus. Makanya kita sebagai laki-laki itu harus perhatian saat perempuan sedang seperti itu. Kita kasih support system yang baik. Kita belikan cemilan, coklat, atau biar lebih bagus, bisa dipijitin badannya,"

"Ah, masa sampai harus segitunya sih Brur?"

"Loh, njenengan kok ndak percaya. Saya itu loh mantan buaya darat Darul Quran Gus,"

"Banyak gaya kamu Brur, sampai sekarang aja kamu masih jomblo to?"

Mabrur tertawa meringis. Gus Sahil tahu saja kalau dirinya sedang membual. Meski begitu, Gus Sahil memikirkan perkataan Mabrur dengan serius.

...----------------...

Gus Sahil membuka pintu kamar perlahan-lahan.

Hafsa sedang asyik membaca buku di atas ranjang, tidak menyadari kehadiran Gus Sahil.

"Ini, buat cemilan," Gus Sahil menyerahkan satu kantong plastik supermarket.

Hafsa mengerutkan kening. "Ini apa Gus?"

"Coklat. Aku dengar perempuan suka makan coklat kalau sedang datang bulan,"

Hafsa menggeleng, "Saya nggak suka coklat Gus,"

"Oh, kalau gitu ada roti juga. Roti ini terkenal enak, kalau digigit rasanya—"

"Saya sudah kenyang Gus, tidak mau makan roti,"

"Hm.. Ini ada keripik singkong. Dijamin pasti suka," Gus Sahil mengeluarkan beberapa bungkus snack dengan berbagai varian rasa.

"Sudahlah Gus," Hafsa menghela napas berat. "Jangan berbuat seperti ini pada saya,"

Gus Sahil mengangkat sebelah alis, tidak mengerti. "Apa maksudmu Sa?"

"Tolong jangan membuat saya salah paham sama njenengan. Saya capek kalau harus mengharap lebih, tapi ternyata itu semua cuma perasaan saya saja. Saya tidak mau patah hati untuk kesekian kalinya Gus,"

"Aku nggak ngerti maksud kamu Sa,"

"Gus Sahil berbuat baik sama saya seolah njenengan ada rasa sama saya. Saya yang awalnya tidak ingin terbawa perasaan, mau tidak mau jadi berharap. Kalau njenengan memang tidak bisa mencintai saya, njenengan tidak usah berbuat baik sama saya sekalian Gus,"

"Aku hanya ingin kamu merasa nyaman di rumah ini Sa,"

"Percuma Gus, karena yang membuat saya tidak nyaman itu adalah keberadaan njenengan," dan Roha, Hafsa membatin.

"Kalau kamu keberatan, aku minta maaf Sa. Aku tidak bermaksud membuat kamu salah paham,"

"Iya Gus, makanya mulai sekarang njenengan tidak usah repot-repot perhatian sama saya. Cukup jadi diri sendiri saja,"

Hafsa beranjak dari atas kasur, keluar dari kamar meninggalkan Gus Sahil.

Gus Sahil keluar dari kamar dengan wajah kusut. Dia tidak menyangka kalau perbuatan baiknya ternyata bisa memberatkan orang lain. Meskipun ia sadar itu semua disebabkan oleh mulutnya yang berkata dengan seenak hati.

Gus Sahil menenteng kantong belanja supermarket itu ke ndalem belakang. Karena Hafsa tidak mau menerima dan dirinya juga tidak terlalu suka cemilan, maka lebih baik diberikan saja pada para santri.

Langkah Gus Sahil terhenti ketika melihat seorang perempuan tampak berjongkok, menunggu mesin cuci yang sedang menggiling baju kotor. Mata gadis itu terlihat sayu, sepertinya sudah mengantuk berat.

"Roha.." Gus Sahil memanggil nama gadis itu. Roha terkesiap, buru-buru berdiri dari duduknya, bersiap pergi.

"Kalau sudah capek, diteruskan besok saja," ucap Gus Sahil kasihan. "Jangan sampai pengabdian mu pada keluarga ndalem membuat mu sakit,"

"Njeh Gus," Roha menjawab dengan kepala tertunduk.

"Ambil ini," Gus Sahil menyerahkan kantong plastik di tangannya. "Bagikan sama teman-teman di kamar,"

Roha menggelengkan kepalanya, "Njenengan sudah janji tidak akan memberi saya hadiah lagi Gus,"

"Ini bukan hadiah, Roha. Anggap saja sedekah, supaya tidak buang-buang makanan. Tadi aku belikan ini untuk Hafsa, tapi dia juga ndak mau,"

"Kalau begitu, saya juga nggak bisa terima Gus," ujar Roha bersikeras. "Saya sudah janji kalau bros kemarin adalah barang terakhir yang bisa saya terima dari njenengan,"

Tanpa menunggu jawaban Gus Sahil, Roha segera berbalik, meninggalkan Gus Sahil yang masih terpaku di tempatnya.

Malam ini, kebaikan hati Gus Sahil ditolak oleh dua perempuan sekaligus.

Terpopuler

Comments

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

firasat orang tua emang g pernah salah dia bisa merasakan lw anaknya lagi g baik" aja

2024-12-22

1

Bzaa

Bzaa

semangat hafsah

2025-01-01

0

Ketawang

Ketawang

Rasakan

2024-10-26

0

lihat semua
Episodes
1 1. Aku Tidak Mencintaimu
2 2. Jangan Sentuh Aku
3 3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4 4. Namanya Roha
5 5. Dua : Kosong
6 6. Kenyataan Pahit
7 7. Memberi Hadiah
8 8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9 9. Mengobrol dengan Sahabat
10 10. Dirawat oleh Suami
11 11. Membuka Kotak Pandora
12 12. Kasih Sayang Umi
13 13. Ditolak Dua Wanita
14 14. Kedatangan Gus Ihsan
15 15. Mas Gus
16 16. Umi Zahra Sakit
17 17. Periksa ke Dokter
18 18. Terombang-ambing
19 19. Istri Kedua?
20 20. Minta Izin Poligami
21 21. Pergi Dari Rumah
22 22. Mengungkapkan Perasaan
23 23. Jangan Sampai Menyesal
24 24. Hasil Pemeriksaan
25 25. Kamu Minta Apa?
26 26. Pulang
27 27. Permintaan Maaf Roha
28 28. Berbahagialah Ning
29 29. Misi Gus Sahil
30 30. Suapi Aku
31 31. Cuma Mimpi Kan?
32 32. Alhamdulillah?
33 33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34 34. Bestie?
35 35. Kedatangan Syahla
36 36. Foto Bersama
37 37. Ketulusan Gus Sahil
38 38. Ibadah
39 39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40 40. Undangan dari Gus Ilham
41 41. Surga yang Tak Dirindukan
42 42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43 43. Mual
44 44. Dua Garis
45 45. Kehamilan Dua Minggu
46 46. Jatuh!
47 47. Badai
48 48. Orang Yang Pantas
49 49. Aku Sayang Kamu
50 50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51 51. Tidak Apa Mencintainya
52 52. Sampai Kamu Bosan
53 53. Berjuanglah
54 54. Ahlan Wa Sahlan
55 55. Pertanda?
56 56. Aisha
57 57. Aku Ibunya!
58 58. Nenek Yang Baik
59 59. Ibu-ibu Sejati
60 60. Ajwa dan Mabrur (1)
61 61. Ajwa dan Mabrur (2)
62 62. Ajwa dan Mabrur (3)
63 63. Ajwa dan Mabrur (4)
64 64. Ajwa dan Mabrur (5)
65 65. Ajwa dan Mabrur (6)
66 66. Tedak Siten
67 67. Perceraian Ning Arum (1)
68 68. Perceraian Ning Arum (2)
69 69. Perceraian Ning Arum (3)
70 70. Perceraian Ning Arum (4)
71 71. Takdir Tak Pernah Salah
72 72. After Ending
73 Akhir Kata
74 Juara
75 novel baru
76 Permaisuri Pengganti
Episodes

Updated 76 Episodes

1
1. Aku Tidak Mencintaimu
2
2. Jangan Sentuh Aku
3
3. Untuk Siapa Senyuman Itu Gus?
4
4. Namanya Roha
5
5. Dua : Kosong
6
6. Kenyataan Pahit
7
7. Memberi Hadiah
8
8. Aku Tidak Mau Menyentuhmu
9
9. Mengobrol dengan Sahabat
10
10. Dirawat oleh Suami
11
11. Membuka Kotak Pandora
12
12. Kasih Sayang Umi
13
13. Ditolak Dua Wanita
14
14. Kedatangan Gus Ihsan
15
15. Mas Gus
16
16. Umi Zahra Sakit
17
17. Periksa ke Dokter
18
18. Terombang-ambing
19
19. Istri Kedua?
20
20. Minta Izin Poligami
21
21. Pergi Dari Rumah
22
22. Mengungkapkan Perasaan
23
23. Jangan Sampai Menyesal
24
24. Hasil Pemeriksaan
25
25. Kamu Minta Apa?
26
26. Pulang
27
27. Permintaan Maaf Roha
28
28. Berbahagialah Ning
29
29. Misi Gus Sahil
30
30. Suapi Aku
31
31. Cuma Mimpi Kan?
32
32. Alhamdulillah?
33
33. Selamat Tinggal Cinta Pertamaku
34
34. Bestie?
35
35. Kedatangan Syahla
36
36. Foto Bersama
37
37. Ketulusan Gus Sahil
38
38. Ibadah
39
39. Malam Pertama yang Bukan Malam Pertama
40
40. Undangan dari Gus Ilham
41
41. Surga yang Tak Dirindukan
42
42. Bukit Bintang dan Kembang Api
43
43. Mual
44
44. Dua Garis
45
45. Kehamilan Dua Minggu
46
46. Jatuh!
47
47. Badai
48
48. Orang Yang Pantas
49
49. Aku Sayang Kamu
50
50. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
51
51. Tidak Apa Mencintainya
52
52. Sampai Kamu Bosan
53
53. Berjuanglah
54
54. Ahlan Wa Sahlan
55
55. Pertanda?
56
56. Aisha
57
57. Aku Ibunya!
58
58. Nenek Yang Baik
59
59. Ibu-ibu Sejati
60
60. Ajwa dan Mabrur (1)
61
61. Ajwa dan Mabrur (2)
62
62. Ajwa dan Mabrur (3)
63
63. Ajwa dan Mabrur (4)
64
64. Ajwa dan Mabrur (5)
65
65. Ajwa dan Mabrur (6)
66
66. Tedak Siten
67
67. Perceraian Ning Arum (1)
68
68. Perceraian Ning Arum (2)
69
69. Perceraian Ning Arum (3)
70
70. Perceraian Ning Arum (4)
71
71. Takdir Tak Pernah Salah
72
72. After Ending
73
Akhir Kata
74
Juara
75
novel baru
76
Permaisuri Pengganti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!