Apa sebenarnya arti kecewa? Di tinggal pas lagi sayang-sayangnya. Atau tidak diberikan kepastian saat mengawali hubungan?
Tidak ada yang perlu disesali.
Tidak ada sumpah serapah.
Tidak juga berniat meletakkan harga diri laki-laki itu di ujung kakinya.
Tapi.....
Tidak ada tempat untuk sekedar mengingat namanya.
Di atas podium, gemerlap seorang Nilam sangatlah memukau. Ditambah kilatan cahaya kamera yang mengabadikan momen siang ini.
Hari ini pelantikannya sebagai seorang direktur.
Usai menyampaikan pidato singkatnya, acara dilanjutkan dengan rentetan acara.
Seperti biasa, akan ada jabatan setelah penyerahan piagam.
Rahang seorang laki-laki mendadak mengeras, Di sana di atas podium sosok itu sekarang menjelma bak Ratu.
Yudha segera menarik tangan Ruliana tapi belum sempat melangkah lebih jauh suara Ruliana mengingatkan jadwalnya.
"Maaf Pak Yudha. Lima belas menit lagi, akan ada makan malam bersama dengan tujuh relasi dewan."
Yudha tidak bisa berkutik ketika mendengar ucapan sekretaris sekaligus istrinya.
Yudha sama sekali tidak keberatan dengan acaranya. Lebih tepatnya dia ingin menghindari wanita itu.
Karena masa lalu Yudha menarik kembali Ruliana menjadi sekretarisnya setelah empat tahun wanita itu meninggalkan jabatan tersebut.
Semua karena Nilam.
Selama ini Yudha membutakan mata dan menulikan telinganya terkait wanita itu.
Ruliana tidak bodoh menilai sikap Yudha yang sangat kelihatan tidak nyaman di pertemuan ini. Tapi tidak tahu penyebabnya.
"Bapak Yudha, apa butuh sesuatu?"
Yudha memandang wajah Ruliana yang kini menjalankan tugas sebagai sekretarisnya. Kemudian Yudha menyamankan duduknya.
"Tidak, terimakasih."
Ingatan akan abadi, ketika mengulang kenangan yang tidak pernah di salahkan olehnya.
"Permisi Pak. Direktur Nilam dan petinggi lainnya sudah ada di tempat.
Yudha pikir dia hanya sebentar menenangkan diri, tapi ternyata hampir lima belas menit Yudha tetap tak bergeming di tempatnya.
Pintu lift terbuka, menampilkan sosok anggun yang memukau dengan langkah kaki jenjang mendekat.
Hentakan mengalun indah saat ayunan langkah kaki indah itu tertangkap netra Yudha.
"Sangat cantik." pujian itu terlontar dari bibir Ruliana.
Mata indah Nilam bertemu singkat dengan tatapan Yudha tapi tidak mengubah apapun. Pertemuan satu minggu yang lalu sama sekali tidak berkesan bagi Nilam berbeda dengan respon Yudha.
"Tidak ada yang mau kamu katakan?" itu bukan suara Yudha melainkan suara Lisa sahabat Nilam.
Nilam mengerti maksud Lisa, setelah kembali pasti sahabatnya akan bertanya tentang perasaannya.
Tapi memang tidak ada yang ingin di katakan Nilam. "Tidak."
"Please deh Nilam... kamu bertemu dengan mantan suamimu dan wanita yang telah merebut tempatmu dahulu. Masa iya nggak ada?"
Lisa menjadi saksi pada kejadian delapan tahun yang lalu, Nilam yang pergi tanpa sempat menyapa suaminya juga wanita Jal*ng itu setelah dia menjemputnya.
"Kamu tidak marah melihatnya bahagia di atas penderitaan mu?"
"Aku tidak menderita!"
"Meski begitu, apa kau tidak ingin balas dendam?"
"Pekerjaanku banyak, Lisa." lagian untuk apa?
"Seenggaknya kalau dia brengsek kamu menuntutnya."
Nilam tersenyum tipis. "Bukan aku yang melakukan kesalahan dan aku juga tidak mau bertanya tentang masa lalu."
Jujur tidak ada yang Nilam sesali dia tetap berdiri tegak di atas kedua kakinya.
Sekarang Lisa ikut kesal pada sahabatnya.
"Kamu lihat kan bahkan mereka tidak malu mengumbar kemesraan di depanmu?"
Sayangnya Nilam tidak perduli apa yang pasangan itu lakukan, terserah mereka mau melakukan apa, tidak ada kaitannya lagi dengannya.
"Aku tidak percaya kalau kamu sama sekali tidak cemburu."
"Kenapa aku harus cemburu, walaupun aku dan dia sama-sama wanita ada yang membuat kami berbeda, adalah martabat."
Lisa dibuat takjub. Ia tidak akan sanggup memahami cara berpikir Nilam. Jujur tidak sedikitpun melihat raut amarah dari sahabatnya, hanya dirinya yang terlihat menggebu-gebu ikut sakit hati atas perbuatan Yudha.
*****
Yudha menyapu pandangannya ke penjuru ruangan tapi tak juga menemukan sosok yang dicari.
"Ku pikir Bu direktur Nona, eh ternyata sudah jadi Ibu." celetuk salah satu rekan direksi.
"Patah hati sebelum berjuang oe," celetuk salah satunya lagi.
Sepertinya hanya dia yang tidak tahu apa-apa.
"Ada apa?" Yudha menuntaskan rasa ingin tahunya.
"Bu Nilam tidak bisa ikut makan malam bersama karena terjadi sesuatu pada putrinya."
******
Mobil telah keluar dari pekarangan gedung dan perlahan melaju membelah keramaian lalu lintas. Nilam dengan iMac melihat perkembangan persentase proyek baru dan pak Kadik fokus mengemudi.
"Sepertinya ada yang mengikuti mobil kita Bu."
Nilam tidak menjawab atau mengatakan apapun membuat pak Kadik terus melajukan mobilnya.
Dari jarak yang cukup dekat, Yudha sadar, ini salah. Apa yang ada dipikirannya sekarang? Ia segera menepikan mobilnya. Kalau istrinya tahu apa yang dia lakukan dia harus menjawab apa? Mengikuti mobil mantan. Pasti memalukan, Yudha tersenyum masam.
*******
Malam sudah larut tapi Yudha belum bisa memejamkan matanya padahal sang istri sudah terlelap setelah malam panas mereka.
Rentetan ingatan delapan tahun yang lalu bermunculan dan itu membuatnya kesal.
Hari dimana Nilam pergi setelah dia jujur tentang perasaannya.
Yudha bahagia dengan keputusan Nilam.
Dua hari berselang Mamanya datang.
Maulida mengenal betul menantunya. Nilam tidak pernah menjelekkan suami tidak pernah mengeluh apalagi membeberkan sesuatu yang terjadi padanya. Nilam juga pernah mengatakan Yudha adalah suami yang sempurna.
Terkejut? Yudha perlu memikirkan alasan yang tepat untuk menghadapi orang tuanya.
Tidak cocok, itu alasan yang dikatakan Nilam dan Yudha. Bu Maulida sudah menduga akan terjadi kesenjangan pada hubungan anak dan menantunya namun tidak sampai mencurigai sesuatu yang fatal yang telah dilakukan oleh putranya.
Kenapa Nilam tidak mengatakan yang sebenarnya? Karena merasa tidak perlu.
Dia sepakat bercerai baik-baik, Nilam tidak membongkar hubungan Yudha dengan wanita idaman lain.
Tapi ibu Yudha yang justru tidak bisa terima. Terus menekan putranya untuk mengatakan hal yang sebenarnya yang membuat mereka harus berpisah.
Masih segar diingatkan Yudha saat Nilam memilih pergi. Dia juga segera pergi kerumah kekasihnya, merayakan rasa suka citanya bahkan lupa jika dia belum resmi menikahi wanita yang membuatnya men-janda kan sang istri.
"Aku sudah menjatuhkan talak untuknya," begitu kata Yudha kala Ruliana membuka pintu apartemennya.
Ucapan itu sebagai bukti cintanya yang masih di miliki oleh sang kekasih. Debar jantungnya berbeda saat ia bersama sang istri, degup meronta selalu merindu itu tidak ia rasakan bersama Nilam.
Setelah delapan tahun berlalu kenapa sekarang ada sesuatu yang perlahan mengikis rasa tenangnya?
Yudha mengecup kening Ruliana sebelum meninggalkan sang istri pergi keruang kerja.
Lelaki itu kehilangan ketenangan semenjak mengetahui ada yang dimiliki Nilam yang memiliki ikatan darah dengannya.
Seorang anak.
Rejeki yang belum Tuhan berikan di usia empat tahun pernikahannya dengan Ruliana.
Apa ini wujud hukuman?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒
ra nduwe ati, enak banget y menjadakan istri lgsg menclok pacare, eh skrg g tau malu deketin mntan dg alsan ada anak nya
2025-03-12
0
Happy Kids
mantab. bukan dia yg salah diapun santai. toh dl sampe skg nilam jg ga kekurangan.
2025-03-04
0
Evy
memang begitu lah seharusnya jadi wanita.jika pasangan hidup sudah tidak menginginkan kita .tak perlu banyak drama... lebih baik memilih pergi.aku suka banget karakter yang diciptakan oleh Author...
2024-05-04
2