Maya mendekatkan wajahnya ke Nini.
"Mbak, sebenarnya ada yang pengen aku omongin." suaranya sedikit berbisik sambil melihat sekitarnya.
"Apa sih Maya? Langsung ngomong aja. Gak usah bisik-bisik gitu. Aku gak suka." Suara Nini justru terdengar besar.
"Ihhh mbak pelanin suaranya. Nanti kedengaran orang." Maya memukul meja perlahan wajahnya terlihat benar-benar takut
"Hahaha kamu lucu. Ya udah apaan?"
" Mbak, aku tu curiga deh sama CEO kita yang ganteng tapi galak itu."
"Curiga kenapa?" Nini mengernyitkan dahinya bingung
"Masa sih mbak Nini gak merasa gitu?"
"Apaan?" Nini mulai takut, pikirannya justru pada kejadian malam hari ketika Adit memintanya tidur bersama
"Kayaknya dia suka deh sama mbak?"
"Gila kamu maya.." Nini terlihat kesal. Suaranya semakin terdengar tinggi
" Aduh mbak, pelanin suaranya astaga." Maya menaruh jari telunjuk pada bibirnya
"Kamu sih bikin aku kesal. Huhhh!!!"
*A*sal kamu tau ya aku tuh udah nikah Maya, suami aku lebih tampan dari dia tapi sama-sama menyebalkan
"Beneran mbak. Selama mbak gak masuk, dia terus nyariin mbak. Terus kalo dijawab gak masuk, dia langsung kesal dan pulang." Maya menjelaskan dengan polosnya.
"Permisi." pelayan restoran mengangetkan keduanya. Dia meletakkan pesanan makanan dan minuman tadi.
"Selamat menikmati" pelayan wanita itu memasang senyum lalu pergi
"Ngaco ah. Udah aku laper." Nini meraih garpu dan sendoknya
"Aku serius mbak." Maya pun mengikuti gerakan Nini
"Mbak tau gak?" kata Maya sambil memasukkan suapan pertama
"Emmm.. Gak mau tau." Nini tampak menikmati makanannya
"Hemmm.. Apa mbak gak sadar? Sejak pertemuan kalian waktu itu, dia sering banget datang ke kantor kita tapi selalu aja pas jam pulang gitu. Terus tadi pas aku keluar dari ruangan mbak dia muncul nanyain mbak lagi. Ya udah aku jawab aja mbak ada di dalam."
"Diakan pemilik perusahaan itu, terserah dia dong. Ngapain sih ngebahas orang aneh itu?" mata Nini melotot pada Maya.
"Tapi mbak, gimana kalo dia suka sama mbak??"
"Gak mungkin Maya gak mungkin!!! Ya ampun, kamu ajak aku ke sini cuma mau bahas CEO gila itu?" memicingkan matanya
" Iya mbak." Maya memasang senyum sok imutnya yang membuat Nini semakin kesal
"Untung aja makanannya enak. Jadi aku gak ada tuh hilang selera makan."
"Hahaha.. Ada-ada aja jadi kalo gak enak, hilang dong seleranya" Maya sudah merasa lebih santai.
Sifat Nini yang selalu tidak ingin hanyut dalam amarah inilah yang membuat Maya selalu nyaman berada di dekatnya
"Iya dong. Udah ya jangan bahas dia lagi."
Selesai membayar semuanya mereka keluar meninggalkan restoran mewah itu.
Keduanya berjalan masuk kantor dengan tawa penuh kebahagiaan, entah apa yang mereka bicarakan.
"Makasih ya mbak buat traktirannya. Besok-besok traktir lagi yah." Maya melambaikan tangan pada Nini dan berjalan menuju tempat kerjanya
"Huhh dasar predator" Nini masih berdiri di depan pintunya sambil memegang gagang pintu
Pintu dibuka. Nini sudah masuk ke dalam.
Dan betapa kagetnya gadis itu melihat Adit sudah duduk di kursi kerjanya memangku kaki dan membolak-balikkan sebuah laporan tanpa membacanya.
Adit mengangkat kepalanya menatap Nini tajam. Membanting laporan itu dengan kasar, membuat Nini terkejut seketika.
Senyum sinis khasnya tergambar di wajah Adit. Dia berdiri berjalan ke depan meja dan duduk di atasnya sambil memangku kedua tangan di dadanya.
*A*ihh.. Kenapa dengan orang ini?? Nini mengerutkan dahinya kebingungan melihat tingkah Adit.
" Kau sudah puas mengatakan aku gila, aneh dan sebagainya?" Adit menatap Nini dengan dingin.
*A*lamak.. Mati aku. Dia bahkan tahu semuanya.
Siapa dia sebenarnya?
Bagaiman mungkin dia bisa tahu pembicaraan kami tadi.
"Katakan!!!" suara Adit memenuhi ruangan
Nini gugup. Seluruh tubuhnya bergetar. Sekuat tenaga dia mengendalikan diri.
"Katakan padaku Nini apa yang sudah kau katakan tentang aku!!" Adit mendekat dan meremas lengan kanan Nini dengan kuat.
Baiklah,aku harus jujur.
Nini menghembuskan nafasnya perlahan. Melepas tangan Adit dengan perlahan.
"Lepaskan tanganmu!" Nini membalas tatapan Adit
Pria itu hanya diam menatap Nini dengan penuh emosi.
"Iya. Aku memang mengatakan kamu gila dan aneh. "
"Beraninya kau bersikap begini di depanku?" Adit menunjuk mata Nini dengan telunjuknya.
Keberanian Nini semakin membesar ketika Adit melakukan hal yang paling dibencinya. Menunjuk matanya dengan telunjuk.
"Hahaha.." Nini menurunkan tangan Adit dengan lembut
"Apa sebenarnya mau mu? Aku sudah mengatakan dengan jujur. Kau yang memintanya bukan?"
"Kau???!!!" Adit mengepalkan kedua tangannya menahan amarah
"Kau akan tetap marah entah aku akan berkata jujur atau berbohong. Untuk apa lagi bertanya kalau kau sudah tahu semuanya. Baiklah pak aku minta maaf karena sudah berkata begitu tentangmu."
"Kau meminta maaf?"
"Ya. Tapi apa yang aku katakan itu adalah yang sebenarnya. Kau tidak tahukan berapa banyak orang-orang yang memakimu. Sejujurnya, kau pantas mendapatkan itu." Wajah Nini terlihat sudah tenang
"Apa kau bilang?" Adit memicingkan matanya. Dia tidak percaya kata-kata ini bisa keluar dari mulut wanita biasa seperti Nini
"Pak. Coba anda meminta kejujuran dari semua karyawan di perusahaan dalam menilaimu. Entahlah mereka akan berani jujur atau tidak. Yang jelas mereka semua membencimu. Kamu terlalu egois dan kejam. "
"Ahh aku tidak peduli." Adit menepis tangannya ke udara
"Kamu memang tidak akan peduli. Mereka harus tetap berusaha menyukaimu meskipun mereka membencimu."
"Karena mereka semua itu munafik."
Nini tersenyum sambil menggelengkan kepalanya perlahan.
"Mungkin demikian. Mereka terpaksa harus jadi orang munafik demi membiayai keluarga mereka pak. Kamu sudah menjadi orang kaya sejak lahir. Pernahkah kamu berpikir sedikit saja tentang hidup orang lain?" air mata Nini jatuh.
"Kamu tidak pernah tahu seperti apa rasanya bekerja demi keluarga tapi di bawah penindasan bos yang kejam. Salah sedikit langsung pecat. Salah sedikit langsung dianiaya. Sementara itu kebutuhan keluarga semakin menumpuk. Mereka harus bekerja keras sampai lembur, dan kesalahan sedikit saja tidak akan bisa diampuni. Bahkan ada beberapa yang siap terluka asal jangan dipecat."
"Itu sudah konsekuensinya jika harus bekerja denganku."
Nini berjalan mendekat ke arah Adit. Dia menunjuk dada Adit tepat pada jantungnya.
"Dimana nuranimu sebagai manusia? Kamu melakukan apa yang kamu sukai, tanpa menyadari perusahaan besarmu ini tidak akan ada apa-apanya jika mereka pun tidak turut bekerja."
Hati Adit mulai tersentuh.
"Setiap hari mereka harus memasang senyum-senyum palsu. Jangan persalahkan mereka jika mereka menjadi munafik. Itu semua karena ulahmu. Kamu kejam dan kasar. Mereka terpaksa menyukaimu agar tetap bertahan di sini. Apa kamu tidak merasa bosan dicintai dengan kepalsuan?"
"Cukup." suara Adit terdengar dingin dan menakutkan.
Kali ini Adit yang berjalan mendekati Nini. Gadis itu mundur perlahan. Mata mereka masih bertatapan. Terus berjalan melangkah keduanya, yang satunya maju dan yang satunya mundur.
Tubuh Nini sudah membentur di dinding. Adit semakin dekat. Nini menutup matanya menundukkan kepalanya. Bersiap entah apa yang akan dilakukan Adit.
Deg..deg...deg..deg.. Jantung Nini berdetak semakin cepat
Tangan Adit menyentuh kepala Nini dan menciumnya.
Nini mengangkat kepalanya kaget. Dia menatap Adit serasa tidak percaya dengan kelakuan pria di hadapannya ini.
"Terima kasih. Selama ini tidak ada yang berani mengatakan hal buruk tentang diriku."
"Apa maksudmu?" tanya Nini kebingungan
"Kau tahu. Aku selalu berpikir apakah suatu hari nanti akan ada orang yang berani menegurku atau mengatakan dengan jujur segala hal yang buruk tentangku langsung di hadapanku."
"Jadi?" Nini semakin tidak mengerti
"Jadi aku harus mengatakan bahwa kaulah orang pertama yang mengatakan ini padaku. Aku benci orang-orang munafik. Yang berkata tidak tapi dalam hatinya berkata iya." Adit menepuk perlahan bahu Nini
"Terima kasih sudah berani mengatakannya dengan jujur." Adit masih menatap mata Nini beberapa detik lalu pergi.
Ketika membuka pintu itu tiba-tiba, Adit kembali marah. Ada beberapa karyawan yang berdiri dan memasang kuping pada daun pintu.
Semuanya kaget dan salah tingkah. Ada yang menggaruk kepalanya meski tidak gatal.
"Apa kalian mendegar semuanya?" mata Adit menyapu orang-orang yang berdiri di depannya
Mereka menggangguk dengan ketakutan.
"Apa yang tadi kalian dengar sebenarnya hanya mimpi dan tidak pernah terjadi di dunia nyata. Hanya kalian yang tahun jika ada lagi yang lain, maka kalian tahu akibatnya." Adit menepis seseorang yang berdiri menghalangi jalannya. Memasukkan kedua tangan di sakunya sambil berjalan keluar meninggalkan perusahaan itu.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments