Ternyata setelah operasi yang dijalankan oleh Abel hari itu, tak serta merta membuat gadis kecil itu sadar. Mereka harus menunggu kira-kira hari itu sampai beberapa waktu kedepan untuk memastikan semuanya. Hal ini membuat Arnold dan kedua saudaranya tak bisa tidur nyenyak.
"Om, mana papa dan bunda?" tanya Arnold setelah melihat Papa Nilam duduk didepan ketiganya.
"Sabar, masih dalam perjalanan kesini." jawab Papa Nilam dengan ragu-ragu.
"Wawas ya talo boong. Alan tubit tuh pelutna, bial ambah mblendung." ancamnya dengan mata melotot.
Tentunya Papa Nilam hanya bisa menahan tawanya mendengar ancaman dari Alan itu. Perutnya kini memang lebih buncit dibandingkan dulu saat terakhir bertemu sehingga Alan gemas sendiri dengan salah satu bagian tubuhnya itu. Arnold mengelus lembut rambut adiknya yang kini berantakan karena begitu lasak tingkahnya saat tiduran diatas pangkuannya.
Brakkk...
Saat mereka tengah berbincang, tiba-tiba saja pintu ruang rawat inap Abel dibuka dengan begitu kencang. Ternyata itu adalah Nadia yang diantar oleh sopir keluarganya menuju rumah sakit. Tadi saat dirinya pulang ke rumah menggunakan taksi, Mbok Imah langsung saja mencegahnya agar masuk kedalam.
"Mending Mbak Nadia langsung ke rumah sakit," ucap Mbok Imah dengan raut wajah paniknya.
"Iya, saya memang harus kembali ke rumah sakit. Ini Nadia mau mengambil pakaian dan perlengkapan mama juga papa. Mereka akan segera diterbangkan ke luar negeri soalnya," ucap Nadi dengan raut khawatirnya.
Tentu saat itu Nadia masih memikirkan kondisi kedua mertuanya yang dinyatakan kritis dan koma akibat kecelakaan beruntun. Andre dan Nadia memutuskan untuk memindahkan mereka ke luar negeri atas saran dari dokter. Ia bahkan sampai lupa mengenai kehadiran anak-anaknya yang tak biasanya ada di rumah.
"Aduh... Kok malah mau ke luar negeri. Non Abel kecelakaan dan sekarang masuk rumah sakit," seru Mbok Imah sedikit kesal.
Nadia yang mendengar hal itu seketika linglung. Kini ia baru menyadari jika anak-anaknya tak kelihatan berada di rumah. Tiba-tiba saja sopir keluarga yang sedari tadi di sekolah untuk mencari keberadaan anak-anak pulang ke rumah dengan wajah paniknya.
"Ya ampun, Bu Nadia. Sedari tadi saya telfonin, ini anak-anak ada di rumah sakit. Tadi gurunya bilang sama saya saat ketemu dan meminta menjaga mereka di rumah sakit. Tapi saya pulang dulu karena mau ambil perlengkapan mereka," jelas sopir yang langsung keluar dari mobil.
Kondisi saat itu didepan rumah begitu kacau karena kepanikan mereka bertiga. Segera saja Mbok Imah menyiapkan perlengkapan yang masih belum dibawa oleh ketiga bocah kecil itu sedangkan Nadia masuk rumah dan mengambil baju Andre juga mertuanya.
"Pak, tolong antar ini ke rumah sakit ya. Langsung ke ruang IGD saja, Andre ada disana. Bilang sama dia kalau saya nggak bisa ikut antar karena Abel masuk rumah sakit. Setelahnya, bapak bisa langsung pulang biar sama Mbok Imah nanti rumahnya dikunci," ucap Nadia memberi perintah kepada satpam rumah yang seharusnya sudah akan pulang.
Nadia segera menyerahkan dua koper untuk dibawa oleh satpam itu. Satpam itu juga tidak tega jika harus pulang dalam kondisi seperti ini sehingga langsung mengiyakan permintaan dari majikannya. Satpam itu menggunakan mobil yang ada di rumah kemudian pergi ke rumah sakit.
Sedangkan Nadia langsung masuk dalam mobil dengan disopiri oleh sopir keluarganya setelah semua barang masuk dalam bagasi. Dengan raut wajah yang tampak begitu khawatir, Nadia terus berdo'a dalam hatinya agat tak terjadi apapun dengan keluarganya.
***
"Bunda..." seru Alan, Arnold, dan Anara saat melihat kehadiran sosok yang ditunggunya.
Papa Nilam yang melihat kehadiran Nadia pun menghela nafasnya lega. Beruntung pawang ketiga bocah kecil ini akhirnya datang juga. Pasalnya tadi ia berbohong mengenai orangtuanya yang sedang dalam perjalanan dan ternyata ucapannya itu diijabah oleh Tuan.
Alan langsung terduduk dari baringannya kemudian berlari menuju bundanya diikuti oleh kedua saudaranya. Mereka segera memeluk Nadia yang nafasnya masih ngos-ngosan karena berlarian di lorong rumah sakit.
"Maafkan bunda. Maaf karena bunda terlambat mengetahui semua kejadian yang menimpal Abel," ucap Nadia yang langsung mencium kening ketiganya secara bergantian.
"Unda tuh mana caja cih? Ndak tau apa? Talo tami tayak nanak telantal di lumah cakit. Mana tuh olang dewaca cama doktel ndak mawu kacih tau keadaan Kak Bel." kesal Alan memprotes Nadia.
Nadia hanya diam sambil tersenyum tipis mendengar omelan yang dilontarkan oleh Alan. Sedangkan Anara dan Arnold terlihat diam dengan tatapan kecewa juga sedih yang ada pada pandangan matanya. Hanya ucapan maaf yang bisa ia lontarkan pada ketiga anaknya ini.
"Ayo duduk disana dulu," ajak Nadia yang langsung menggiring ketiganya menuju ke sofa yang diduduki oleh Papa Nilam.
Namun sebelum itu, Nadia segera mendekat kearah brankar Abel. Ia menatap sendu kepala anaknya yang kini dibalut perban kemudian mencium dahinya dengan lembut. Air mata yang sedari tadi ditahannya langsung tumpah begitu saja. Ia amat merasa bersalah pada Abel karena tak menemaninya pada saat gadis itu membutuhkannya.
"Maafkan bunda, papa, dan yang lainnya. Seharusnya tadi kami disini menemanimu melewati masa-masa ini," gumamnya.
Tanpa terasa, air mata Nadia mengalir pada kedua pipinya hingga menetes mengenai hidung Abel. Nadia segera menjauhkan wajahnya dari Abel kemudian mengusap air mata yang ternyata menetes pada hidung anaknya. Ia juga langsung mengusap kedua pipinya dengan kasar agar ketiga anaknya yang lain tidak tahu mengenai kesedihannya.
Hari ini, dirinya dan keluarga diberikan cobaan yang lumayan berat. Kejadian kecelakaan yang menimpa kedua mertuanya bersamaan dengan kejadian Abel. Ia harus berusaha tegar agar bisa berpikir harus melakukan apa. Terlebih ada tiga anak kecil yang harus ia jaga kini disaat suaminya tak ada disampingnya.
Nadia segera saja berjalan mendekat kearah ketiga anaknya dan Papa Nilam yang menunggu kedatangannya. Ia segera memangku Alan dan duduk ditengah-tengah antara Arnold dengan Anara. Kini Arnold dan Anara langsung memeluk Nadia dari samping dengan eratnya.
"Tadi aku sudah menghubungi Andre, tapi nggak diangkat. Kalian kemanakan itu ponsel?" tanya Papa Nilam membuka percakapan.
"Ponsel kami ada didalam mobil. Tadi nggak sempat bawa masuk saat kami buru-buru memasuki rumah sakit." jawab Nadia singkat.
"Bagaimana keadaan Abel?" tanyanya.
Papa Nilam sedikit melirik kearah anak-anak Nadia yang menemplok pada wanita itu seakan memberi kode padanya. Nadia hanya menganggukkan kepalanya mengerti kalau mereka sebaiknya tidak mengetahui hal ini. Biarlah nanti ia dan Papa Nilam berbicara mengenai keadaan Abel setelah ketiga bocah kecil ini istirahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Endang Werdiningsih
makin hancurlah hati alan, arnold dan anara jika tahu komdisi kakek nenek'a
2023-07-20
0
Nora♡~
Semangat terus thor... yaa Tuhan...doa dan banyak2 sabar menghadapi ujian hidup yaa... pasti ada hikmah di sebalik Ujian itu... Mama Nadia.. Kedua orang tua mertua nya terlibat kemalangan dan dalam masa yang sama Abel kemalangan akibat pembulian... Semoga cepat sembuh Abel dan kedua mertua Nadia... ketahui lah oleh mu Nadia... Allah tidak akan memberi ujian melainkan sesuai dengan kesanggupan umat Nabi Muhammad... lanjuutt...
2023-07-03
0
Nurul Indarti
nggakasuk akal..
zbenda sepenting itu ketinggalan d mobil masak gk ada satupun yg inget...sekian lamanya d rs masak gk ada waktu buat ngambil tu hp.....
2023-07-03
1