Seorang bocah cilik kini duduk di kelasnya sambil memandang guru yang tengah menjelaskan materi didepan kelas. Mata bocah laki-laki itu hanya memandang lurus kedepan saja, namun hatinya kini sedang gelisah. Berulangkali ia memperbaiki posisi duduknya agar nyaman untuk dirinya namun tak berhasil.
"Kamu kenapa, Arnold?" bisik seorang gadis berkuncir dua yang ada disampingnya.
Bocah laki-laki yang tengah gelisah itu adalah Arnold membuat seorang gadis cilik yang bernama Nilam itu sedikit khawatir dan langsung menanyakan keadaannya. Apalagi terlihat sekali kalau sedari tadi Arnold seperti tak fokus pada pelajaran karena setiap ditanya oleh guru hanya akan menjawab dengan gelengan kepala. Sahabat kecil Arnold itu tentu tahu kalau ada yang tidak beres dengan bocah laki-laki itu.
"Perasaanku kok nggak enak ya. Sedari tadi kepikiran sama Alan dan yang lainnya. Apa aku ijin keluar untuk memastikannya?" tanya Arnold dengan raut khawatirnya.
"Kamu nggak bisa keluar, apalagi menyusul Alan. Kan beda sekolah," ucap Nilam sambil geleng-geleng kepala.
Benar juga kata Nilam, ia tak bisa menyusul Alan ke sekolahnya karena jaraknya yang lumayan kalau harus berjalan kaki. Lagi pula ia juga tak mungkin membolos pelajaran yang nanti malah masalah akan semakin ribet. Arnold hanya menanggapi ucapan dari Nilam itu dengan anggukan kepala pelan.
Ia sudah tak semangat lagi untuk mengikuti pelajaran ini karena perasaannya sedari tadi tak enak. Ia ingin memastikan bahwa ketiga saudaranya dalam keadaan baik-baik saja. Berulangkali dirinya menghela nafasnya pelan untuk sedikit menenangkan hatinya walaupun sama sekali tak berhasil.
Nilam yang melihat hal itu merasa kasihan pada sahabatnya. Ia tahu bagaimana kedekatan empat bersaudara itu. Walaupun sering ada masalah seperti percekcokan dan adu mulut, namun mereka selalu bisa mengatasinya. Bahkan ia sendiri begitu salut dengan hubungan keempatnya yang kompak.
Teng... Teng... Teng...
Suara bel sudah menggema diseluruh penjuru sekolah. Semua guru yang mengajar langsung saja mengakhiri materi yang diajarkannya dan keluar kelas. Semua siswa berbondong-bondong keluar kelas untuk istirahat. Ada yang makan bersama dengan temannya, bermain, dan juga jajan di kantin. Tak terkecuali Arnold, ia kini langsung berlari keluar dari kelasnya.
"Arnold, tungguin Nilam." panggil Nilam yang melihat sahabatnya sudah berlari kencang.
"Nilam di kelas saja. Arnold pergi sebentar," seru Arnold yang terus berlari tanpa mengalihkan pandangannya kearah belakang.
Nilam tampak mendengus kesal karena ditinggalkan begitu saja. Namun ia memahami kalau kini Arnold tengah dalam kondisi kalut dan khawatir sehingga tak bisa berpikiran tentang hal lainnya. Nilam pun kemudian bergabung dengan teman-teman yang lainnya untuk menghabiskan waktu istirahatnya.
***
"Kak Nara..." seru Arnold dengan wajah memerah dan nafas yang ngos-ngosan.
Sedari tadi Arnold sudah mengelilingi area gedung sekolahnya untuk mencari keberadaan kakaknya. Ia sudah mencari kedua kakaknya di kelas masing-masing namun mereka tak ada. Bahkan ia telah bertanya kepada teman-teman kakaknya, tentunya hanya dijawab gelengan kepala pertanda tidak tahu dimana keberadaan mereka.
Tidak menyerah untuk mencari keberadaan kedua kakaknya, Arnold terus saja berlari ke tempat-tempat yang biasanya digunakan siswa buat istirahat. Arnold segera saja terpikir untuk ke kantin dan benar saja jika salah satu kakaknya ada disana. Arnold langsung saja memanggil kakaknya yang tengah makan bersama dengan teman-temannya itu.
"Apa, dek?" tanya Anara seraya mengalihkan pandangannya kearah adiknya itu.
Arnold yang kini sudah berada didekat meja kakaknya dengan nafas yang ngos-ngosan itu pun langsung diberi air minum oleh Anara. Arnold langsung meminumnya dengan cepat sambil menetralkan nafasnya setelah air minum di gelasnya habis.
"Hah... Ternyata Kak Nara baik-baik saja. Kalau begitu aku cari Kak Abel dulu untuk mengetahui keadaannya." ucap Arnold yang kemudian akan segera pergi berlalu.
Namun sebelum Arnold pergi, Abel segera saja mencegahnya dengan memegang erat tangan adiknya. Anara masih belum paham dengan maksud Arnold mencarinya. Kalau memang hanya untuk melihat keadaannya, sepertinya itu adalah hal aneh.
Anara menatap Arnold yang wajahnya masih basah karena keringat yang berasal dari pelipis dan dahinya itu. Terlihat sekali pancaran mata adiknya yang khawatir dan ada rasa was-was. Melihat hal itu, Anara pun berdiri kemudian dengan cepat merapikan kotak bekalnya dan memasukkan pada tas jinjingnya. Anara tentu tahu kalau adiknya itu pasti sedang merasakan sesuatu yang tidak baik sehingga bisa sampai mencarinya segala.
"Kakak ikut. Kalian, aku duluan ya," ucap Anara berpamitan pada teman-temannya.
Tanpa menunggu jawaban teman-temannya, Anara langsung pergi dari kantin dengan menarik tangan Arnold. Tentunya ia juga merasa khawatir kalau nanti ada sesuatu yang menimpa saudaranya. Walaupun sebenarnya dia masih sedikit kesal pada saudaranya, namun melihat Arnold masih peduli dan sayang padanya membuat ia sedikit luluh.
"Kita cari kemana, kak?" tanya Arnold yang memang tak tahu dimana biasanya kakaknya itu berada jika sedang istirahat.
"Coba di taman belakang atau perpustakaan. Tadi kamu sudah kesana belum?" tanya Anara sambil terus berlari.
"Aku sudah ke perpustakaan tapi nggak ada," ucap Arnold.
Mereka pun akhirnya menuju taman belakang sekolah yang jarang siswa kesana karena tempatnya sepi dan banyak rerumputan tinggi sehingga terlihat horor. Tak berapa lama, Arnold dan Anara sampai di taman belakang sekolah kemudian mata keduanya mengitari seluruh taman belakang sekolah.
Sontak saja mata keduanya membelalak kaget melihat pemandangan yang ada di taman belakang sekolah itu. Keduanya melihat Abel ada disana sambil berbaring dengan mata yang tertutup. Namun ada yang aneh, kepalanya mengeluarkan cairan merah sehingga rambutnya basah.
"Kak Abel..." teriak Anara dan Arnold secara bersamaan.
Buru-buru keduanya berlari kearah Abel, bahkan Anara langsung saja membuang tas berisi kotak bekalnya dengan sembarangan. Setelah sampai disana, Anara dan Arnold begitu terkejut saat melihat cairan merah itu ternyata adalah darah. Mereka berdua seakan ragu-ragu untuk mendekat.
"Kak Abel bangun..." seru Anara yang kemudian menggoyangkan kakinya.
Ia tak berani mendekat kearah wajah pucat Abel karena takut akan kondisinya. Sedangkan Arnold sendiri masih terpaku saat melihat Abel kini tergeletak tak berdaya. Arnold hanya bisa menggelengkan kepalanya seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Kakinya gemetaran bahkan pikirannya linglung sehingga bingung harus melakukan apa. Sedangkan Anara kini sudah menangis karena melihat saudara kembarnya itu tak bangun juga walaupun sudah berusaha dibangunkan. Walaupun ia iri dan sedikit tak suka dengan apa yang dimiliki Abel, namun Anara tidak mau terjadi sesuatu pada saudaranya itu.
"Arnold, cepat cari bantuan. Kita harus bawa Kak Abel ke rumah sakit," seru Anara berusaha menyadarkan adiknya yang linglung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Endang Werdiningsih
ada apa dgn abel
2023-07-20
0
Siti Nurjanah
Ya Allah apa yg sebenarnya udah terjadi dgn Abel? apa dia berusaha bunuh diri atau memang ada yg mencoba mencelakainya?
2023-07-18
0
Nora♡~
Yaa... Allah... apa dah jadi sebenarnya.,.. pada Abel... macam ada sesuatu yang tak kena... semoga tiada yang serius 🤔Lanjuut..
2023-06-27
1