Suasana di taman belakang sekolah TK itu begitu hening karena semua siswa yang biasanya bermain disana sedang menuntut ilmu didalam kelas. Namun berbanding terbalik dengan siswa satu ini yang malah duduk diatas rerumputan sambil menenggelamka wajahnya pada lipatan kakinya. Bahunya tampak bergetar walaupun tak terdengar isakan kalau dia sedang menangis.
Seorang bocah kecil itu hanya sendiri, tak ada seorang pun yang menemaninya dalam kondisi down itu karena mungkin saja semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Lagi pula dirinya memang sengaja ingin menyendiri dan menjauh dari keramaian untuk menenangkan hatinya yang sedang gundah gulana. Setelah nantinya tenang agar ia bisa kembali berwajah ceria seolah tidak pernah ada masalah apa-apa sebelumnya.
Seorang bocah kecil itu adalah Alan. Alan yang tadinya langsung saja pergi setelah dihina dan dicaci oleh salah satu wali siswa itu memilih menyendiri di taman belakang sekolah. Ia masih tak terima jika orangtuanya dihina oleh Ibu Ida itu karena kesalahannya. Kalau memang Ibu Ida tak menyukainya, seharusnya dirinya lah yang dihina bukan malah ikut mengaitkannya dengan didikan orangtuanya.
"Liatlah talian cemua... 15 taun agi, nanak kecil yang talian hina idak puna copan cantun dan akal ini atan mendadi ceceolang yang cukses. Atu atan membuntam muyut meleka yang menhinatu engan kecukcesan." ucap Alan dengan lirih sambil menegakkan kepalanya.
Matanya terlihat sembab dan memerah dengan kedua pipinya yang sudah basah dengan air mata. Matanya terlihat sendu dengan menatap lurus kedepan seakan ia merasa sakit hati dan kecewa atas ucapan dari Ibu Ida juga marah pada dirinya sendiri. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk sukses dalam kehidupannya kelak saat dewasa agar orang-orang yang menghinanya saat ini terdiam. Kedua tangan Alan mengepal dengan eratnya bahkan terlihat sekali aura kemarahan yang menguar dari tubuhnya.
"Alan..." panggil seorang gadis kecil dari dekat arah menuju taman belakang sekolah.
Seorang gadis kecil berkuncir dua dengan bibir yang mengumbar senyuman lebar hingga terlihat semua gigi putihnya yang rapi itu berlari menuju kearah Alan. Sedangkan Alan sendiri yang mengenal suara itu langsung saja menghapus air mata yang masih mengalir dari sudut matanya. Ia mengusap kasar kedua pipinya yang basah sebelum mengalihkan pandangannya kearah gadis kecil itu.
Seorang gadis kecil yang tiba-tiba datang ke taman belakang sekolah itu adalah Gracia atau biasa dipanggil Cia. Dia adalah sahabat pertama yang dimiliki oleh Alan. Sifat Cia yang galak dan tomboy serta ceria itu menjadikan gadis itu spesial dimata Alan. Gadis yang selalu membuat Alan tertawa dengan tingkah lucunya itu jarang sekali menangis seperti anak kecil lainnya. Bahkan hubungan keduanya sangat akrab karena dari dulu hingga sekarang selalu intens berkomunikasi.
Alan mengalihkan pandangannya kearah gadis kecil yang kini tengah duduk disampingnya dengan senyum lebarnya itu. Alan juga membalas senyuman Cia dengan tersenyum riang. Aura kemarahan yang tadinya menguar dari tubuhnya tadi langsung lenyap bahkan pandangan sendunya kini sudah terlihat berbinar cerah. Sungguh Alan ini adalah seorang anak kecil yang pintar sekali berakting karena dengan cepat bisa mengubah raut wajahnya.
"Napa Cia kecini? Ini tan macih halus belajal di telas," tanya Alan sambil tersenyum.
"Cia bocen ndak ada Alan dicana. Ending uga dicini, nenak bica tidul," ucap Cia dengan celoteh riangnya.
Alan hanya bisa tertawa kecil mendengar alasan yang diutarakan oleh Cia. Namun selama beberapa hari masuk sekolah ini memang keduanya menjadi kebiasaan kalau salah satu tak ada dalam kelas, mereka memilih pergi. Guru-guru yang tadinya menegur akhirnya kini pasrah saja karena memang keduanya tak bisa jika ditekan. Justru mereka akan semakin memberontak jika dimarahi.
"Kok Cia tau Alan ada dicini?" tanyanya.
"Tau don. Tan hati ita telah telpaut adi dimanapun Alan belada, Cia pati atan menemutanna." seru Cia dengan percaya dirinya.
Alan hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar seruan Alan itu. Ia tak menyangka moodnya yang tadinya buruk itu kini kembali membaik setelah kehadiran Cia. Cia pun terus berceloteh sedangkan Alan hanya menanggapinya denga tawa renyah atau kekehan pelan saja. Keduanya tak peduli pada guru-guru dan beberapa karyawan di sekolah itu yang kini tengah kebingungan mencari keberadaan mereka.
***
"Tidak mungkin mereka hilang, pasti masih ada di sekitar sekolah ini. Jangan gegabah untuk melaporkan kejadian ini sama orangtuanya, tadi kalian tak dengar bagaimana Alan mengancam. Alan itu anak kecil yang pemberani dan nekat kalau ancamannya tak diindahkan." ucap salah satu guru.
Guru-guru yang ada di sekolah TK itu sedang berdebat karena dua anak muridnya yang hilang. Sebenarnya mereka tahu sejak awal mulai masuk kelas itu tak melihat keberadaan Alan, namun akibat dari ancaman bocah kecil itu membuat semuanya tak mencarinya. Sedangkan tadi mereka sempat melihat Cia yang memang dekat dengan Alan di kelas, namun gadis itu juga pergi karena melihat sahabatnya tidak ada.
Sedari tadi mereka sudah memutari area sekolah namun belum juga menemukan keberadaan kedua bocah kecil itu. Setelah semua siswa istirahat, mereka segera saja membagi beberapa kelompok untuk mencari keberadaan Alan dan Cia. Beberapa guru mendengus kesal karena menghilangnya dua siswa itu membuat mereka kehilangan banyak tenaga pagi-pagi.
"Mengesalkan sekali. Sudahlah aku tak mau lagi ikut campur sama hilangnya mereka. Lagian benar juga yang dikatakan sama wali siswa tadi kalau dia memang anak nakal. Baru beberapa hari masuk sekolah saja sudah banyak sekali tingkahnya." kesal salah satu guru kemudian pergi berlalu menuju ruangannya.
Guru-guru lain hanya bisa geleng-geleng kepala melihat salah satu rekannya itu. Mereka pun memilih untuk kembali berkeliling dengan dibantu oleh beberapa karyawan sekolah. Para siswa yang melihat kebingungan dari guru dan karyawan sekolah pun hanya terdiam. Bukannya tak mau membantu, namun mereka takut kalau ketemu Alan.
"Bu, ayo kita cari di taman belakang. Siapa tahu disana ada kan anak-anak sering kesana," ajak salah satu guru.
Rekannya itu pun menganggukkan kepalanya mengerti kemudian mereka berjalan kearah taman belakang sekolah. Sebelum sampai di taman belakang, mereka melihat dua sosok bocah kecil yang dicari ternyata sedang berjalan kearahnya dengan saling bergandengan tangan. Diam-diam mereka menghela nafasnya lega karena dugaannya tak salah jika keduanya masih berada di lingkungan sekolah.
Mereka pun memilih tak mengganggu setelah melihat keduanya terlihat baik-baik saja. Mereka segera pergi dari sana kemudian menghubungi guru lainnya tentang hal ini. Semuanya tampak lega karena apa yang mereka takutkan tidak terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Ghietha
aseeeekkk..... 🤣🤣🤣🤣😍😍
2023-09-18
0
Anonymous
preeeet.. 🤣🤣🤣ni bocah ngomongnya.. 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-08-21
0
Endang Werdiningsih
ayo alan buktikan 15thn lg alan akan jd orang yg sgt sukses,,, tp bu ida kayak'a udah lewat deh alan...☺
2023-07-20
0