Andre dan Nadia kembali ke rumahnya setelah mengantarkan Alan. Berat hati keduanya meninggalkan Alan di sekolah itu tanpa didampingi olehnya namun bocah kecil itu akan marah kalau sampai keinginannya tak dituruti. Tentunya sebagai seorang ibu, ia bangga pada anaknya yang berani namun tetap ada disisi sedihnya juga.
Dalam perjalanan menuju rumah, keduanya sama sekali tidak saling berbicara. Mereka fokus dengan pikirannya masing-masing. Andre yang sedang memikirkan beberapa pekerjaannya dan Nadia yang perasaannya selalu tertuju pada anak-anaknya.
Tring... Tring... Tring...
Bunyi ponsel berdering membuat Nadia dan Andre langsung saja mengalihkan pandangannya. Keduanya saling pandang kemudian melihat kearah ponsel Andre yang berbunyi. Andre segera menepikan mobilnya, kemudian segera mengangkat ponselnya.
"Ada apa?" tanya Nadia saat melihat suaminya terlihat panik setelah mengangkat panggilan dari seseorang.
"Papa sama mama kecelakaan. Ayo kita ke rumah sakit." jawab Andre dengan raut paniknya.
Sontak saja Nadia juga ikut panik karena mertuanya mengalami kecelakaan. Padahal tadi mertuanya itu sama sekali tak berniat untuk pergi namun sekarang malah mendapatkan kabar tidak baik seperti ini. Andre segera mengemudikan kembali mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk menuju ke rumah sakit.
"Hubungi Mbok Imah, suruh sopir untuk jemput anak-anak nanti sepulang sekolah. Kalau mau ambil uang buat jajan, suruh pakai ATM yang ada di kamar Abel. Bilang juga kalau kita lagi ngurus tentang mama dan papa yang kecelakaan," titah Andre pada istrinya.
Nadia menganggukkan kepalanya kemudian segera menghubungi Mbok Imah, ART di rumahnya. Keduanya sama-sama panik, bahkan setelah menghubungi orang rumah mereka malah meninggalkan ponselnya didalam mobil.
***
Mbok Imah sendiri kini kebingungan karena majikannya malah tak bisa dihubungi lagi setelah tadi pagi menghubunginya. Ia sudah meminta sopir untuk menjemput keempat anak majikannya. Sesaat setelah sopir keluarga pergi untuk menjemput, tiba-tiba saja datang guru dari Abel, Anara, dan Arnold.
"Selamat siang, bu. Saya guru dari Abel, Anara, dan Arnold," ucapnya memperkenalkan diri.
"Ada apa ya, pak? Bukannya Abel, Anara, dan Arnold masih ada di sekolah. Ini baru saja tadi sopirnya pergi buat jemput mereka," ucap Mbok Imah dengan raut wajah bingungnya.
Tentu Mbok Imah bingung dengan kehadiran guru mereka. Kalaupun mereka nakal, seharusnya dibawa pulang sekalian dan ketiganya sudah ada disini. Namun tidak ada, bahkan raut wajahnya kini terlihat sedikit khawatir.
"Abel mengalami kecelakaan dan sekarang sedang ada di rumah sakit," ucap guru itu.
Sontak saja Mbok Imah terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa. Segera ia menghubungi kedua majikannya berulangkali namun tak diangkat sama sekali. Akhirnya Mbok Imah langsung memutuskan untuk membawakan mereka pakaian ganti dan perlengkapan lainnya.
"Saya nanti akan memberitahu pada orangtuanya mengenai kejadian ini. Saya tidak bisa ikut kesana dan meminta sopir atau satpam nanti yang menemani disana. Disini harus ada yang menjaga rumahnya karena khawatirnya malah selipan. Ini sopir juga belum bisa saya hubungi," ucap Mbok Imah.
Akhirnya guru itu segera pergi dari rumah keluarga Farda dengan rasa yang sedikit sedih. Tentunya para pekerja yang ada disini mempunyai keluarga yang sedang menunggu di rumahnya. Terutama Mbok Imah yang memang suaminya sedang sakit dan harus pulang tiap dua jam untuk memeriksa keadaannya.
Sedangkan disini yang belum menikah hanya sopir keluarga Farda saja. Ketika nanti bisa dihubungi, Mbok Imah akan menyuruhnya agar bisa segera menyusul ke rumah sakit untuk menemani anak-anak majikannya.
***
"Lebih baik Arnold mandi dulu sana. Jangan lupa untuk makan sekalian," ucap Anara memberi perintah.
Arnold hanya menganggukkan kepalanya mengerti kemudian beranjak dari duduknya. Namun saat Arnold akan pergi, tiba-tiba saja pintu ruang IGD terbuka membuat bocah kecil itu mengurungkan niatnya. Dokter dan perawat yang keluar dari ruangan itu tersenyum melihat ketiga bocah kecil yang ada dihadapannya ini.
"Orangtua kalian dimana?" tanya dokter itu dengan lembut.
Ketiganya menggelengkan kepalanya pertanda tidak tahu membuat dokter itu kebingungan. Sedangkan perawat yang paham langsung saja membisikkan sesuatu pada telinga dokter itu. Dokter itu menganggukkan kepalanya kemudian menatap ketiga bocah kecil yang menatapnya begitu penasaran.
"Nanti kalau orangtuanya sudah datang, bilang suruh ke ruangan dokter ya," ucap dokter itu.
"Napa ndak nomong cama tita caja? Tita tan uga kelualgana," ucap Alan tiba-tiba.
"Ini urusan orang dewasa, nak" ucap dokter itu.
Alan hanya menghela nafasnya kasar mendengar ucapan dari dokter itu. Padahal dia juga ingin mengetahui sebenarnya apa yang terjadi kepada kakaknya itu. Arnold langsung merangkul bahu adiknya itu agar tak marah-marah kepada dokter itu.
"Arnold, Anara, Alan..." seru seorang laki-laki dewasa yang membuat semua orang langsung mengalihkan pandangannya.
Ternyata yang datang adalah Papa Nilam, ayah dari sahabat Arnold. Tadi ia mendapatkan kabar dari Nilam kalau Arnold pergi ke rumah sakit mengantar Abel. Bahkan di sekolah sudah banyak berita tersebar mengenai kasus kecelakaan yang menimpa Abel. Nilam dengan inisiatifnya langsung bertanya pada guru tentang dimana rumah sakit yang dituju oleh Arnold.
Tentunya setelah mendapatkan informasi itu, Nilam segera memberitahu papanya agar menyusul. Namun Papa Nilam segera menolak anaknya itu ikut karena harus menemani kakaknya di rumah. Ia sudah menghubungi Andre namun tak diangkat sehingga dia memilih pergi kesana untuk memastikan.
"Ada apa dengan Abel?" tanya Papa Nilam kepada ketiga bocah kecil itu dan dijawab gelengan kepala oleh mereka.
"Maaf... Anda siapanya pasien?" tanya dokter yang sedari tadi hanya diam.
"Saya sahabat papanya ketiga anak ini dan pasien didalam," jawab Papa Nilam.
Dokter itu menganggukkan kepalanya kemudian memilih untuk memberi kode Papa Nilam agar mengikutinya. Sepertinya memang harus ada tindakan yang dilakukan oleh dokter sehingga membutuhkan orang dewasa dalam hal ini.
"Om, tolong lakukan yang terbaik untuk Kak Abel. Apapun yang dilakukan nanti, Kak Abel harus sembuh," ucap Arnold menahan tangan Papa Nilam itu.
Papa Nilam hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum mendengar permintaan dari Arnold. Tentunya ia nanti takkan pernah mengambil keputusan sendiri karena memang bukan haknya. Ia akan mendiskusikan hal ini kepada keluarganya agar nanti dapat memutuskan sesuatu yang terbaik untuk Abel.
Arnold langsung memeluk Anara dan Alan yang sedikit khawatir tentang keadaan kakaknya. Apalagi raut wajah dokter dan perawat disana terlihat sedikit panik walaupun berusaha tersenyum dihadapan ketiganya.
"Kita berdo'a untuk kesehatan Kak Abel. Kita pasti bisa melewati ini sama-sama," bisik Arnold kepada kedua saudaranya.
Mereka berdua hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Saat ini, mereka harus selalu rukun dan saling menjaga agar bisa melewati segala ujian dalam hidup ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Arwondo Arni
semoga Abel sembuh dan yg menganiaya tertangkap dan yg jahat sama Kel Andre masuk penjara
2023-07-21
0
Endang Werdiningsih
jgn sampe abel amnesia atau koma ya othor...
2023-07-20
0
Nora♡~
Semangat terus... thor... mau bagaimana lagi... apa kata orang... malang tak berbau... ternyata papa Reza kemalangan... ada yang menelifon... dan pada masa yang sama juga... Abel juga kemalangan kat sekolah.... semoga Abel dapat di tangani dengan segera... dan bagitu juga papa Reza semoga tidak mengelami kemalangan yang serius... lanjuutt..
2023-07-01
1