Arnold menggandeng tangan Nilam untuk ikut bersamanya ke kantin. Arnold tak membiarkan sahabatnya itu sendirian di kelas karena memang gadis itu tak terlalu dekat dengan teman-temannya yang lain. Tadi Arnold juga tak membawa bekal karena memang berangkat dari rumah sakit. Nadia sudah memberinya dan Anara uang saku agar bisa dibelikan makanan atau minuman saat jam istirahat.
Arnold tadi pagi sudah memperingatkan kakaknya agar ke kantin saat istirahat nanti. Ia tak mau kalau sampai kecolongan seperti Abel yang malah terluka. Saat sampai di kantin, Arnold mengedarkan pandangannya dan melihat Anara sudah duduk dikursi kantin. Keduanya segera berjalan menuju meja yang tengah ditempati oleh Anara itu.
"Kak Nara sudah jajan? Kok disini belum ada makanan sama minuman," tanya Arnold sambil tersenyum.
"Kak Nara nggak semangat buat makan dan minum apapun," jawab Anara dengan wajah lesunya.
Bahkan kini wajahnya tampak tidak bersemangat yang kemudian ia telungkupkan pada meja yang ada di kantin. Arnold yang melihat hal itu hanya bisa menghela nafasnya pasrah. Ia pun sebenarnya tidak bersemangat karena kondisi keluarganya yang sedang tidak baik-baik saja.
"Kita harus tetap makan. Sedikit saja, setidaknya jangan buat bunda khawatir karena melihat kita seperti ini. Kasihan lho bunda kalau sampai memikirkan kita kaya gini, padahal beliau sedang pusing dengan keadaan Kak Abel dan nenek juga kakek," ucap Arnold menegur dengan lembut.
Tentunya ucapan Arnold itu membuat Anara langsung menegakkan kepalanya. Terlihat kalau Anara kini matanya tengah berkaca-kaca. Bahkan wajahnya memerah seperti akan menangis. Arnold menghela nafasnya kasar kemudian berjalan mendekat kearah Anara.
"Jangan nangis. Kita harus tegar dan kompak dalam menghadapi masalah ini. Jangan sampai bunda drop karena memikirkan banyak masalah," lanjutnya sambil mengelus bahu kakaknya dengan lembut.
Anara pun langsung memeluk adiknya yang begitu dewasa dalam menghadapi masalah ini. Walaupun umur dirinya lebih tua, ternyata Arnold yang muda justru pemikirannya lebih bisa jalan. Ia malah malu karena tak mampu menenangkan adik-adiknya.
"Kita makan yuk," ajaknya membuat Anara menganggukkan kepalanya.
Mereka memesan beberapa cemilan untuk dimakan bersama. Sedari tadi Nilam hanya diam karena takut merusak suasana yang tercipta diantara keduanya. Mereka akhirnya makan bersama dan saling bercanda untuk menghilangkan sejenak pikiran yang ada.
***
Arnold kini berada di halaman belakang sekolah. Setelah masuk kelas tadi, ia meminta ijin kepada gurunya untuk ke toilet. Bukan ke toilet tujuannya, namun halaman belakang sekolah. Ia ingin mencari beberapa bukti yang tertinggal agar bisa segera menemukan pelakunya.
Ia kesal dengan pihak sekolah yang seakan berlama-lama dan menutupi tentang kasus ini. Terlihat kalau di halaman belakang sekolah ini tak ada tanda apapun agar siswa tak berada disini selama penyelidikan berlangsung. Bukti tentang darah yang dulunya ada di rumput pun sudah dihilangkan.
"Jangan panggil aku Arnold kalau tak bisa menyelesaikan kasus ini. Kalau sampai pihak sekolah sengaja menutupinya, aku yang akan hancurkan nama mereka semua agar tidak punya muka sekalian," gumamnya sambil mengepalkan kedua tangannya.
Arnold terus berjalan melihat kearah sekitar sambil sesekali melirik pada pintu masuk halaman belakang ini. Siapa tahu ada orang yang sengaja mengawasi tempat ini agar bisa menyingkirkan siapapun yang ingin menyelidiki kasus ini. Arnold juga terus mencari keberadaan CCTV karena tak mungkin sekolah sebesar ini tak ada benda tersebut.
"Nenek Hulim..." gumamnya.
Arnold baru ingat kalau pemilik yayasan sekolah ini adalah Nenek Hulim. Namun bahu Arnold langsung meluruh begitu saja saat mengingat kalau Fikri dan Nenek Hulim kini tengah berada di luar negeri. Pasti Nenek Hulim mempunyai akses tertentu di sekolah ini yang tak tak dapat ditembus siapapun.
Srek.... Srek... Srek...
Mendengar suara langkah kaki yang beradu dengan rumputan dan daun-daunan kering yang berguguran membuat Arnold langsung bersembunyi. Beruntung tadi Arnold berada di ujung lorong dengan adanya bangku dan lemari yang tak terpakai. Kedua barang itu tentunya bisa ia gunakan untuk bersembunyi.
Jantungnya berdetak lebih cepat dan tak karuan. Baru kali ini ia seakan menantang bahaya karena harus menyelidiki kasus yang menimpa kakaknya. Ia sedikit takut namun bocah kecil itu harus memberanikan dirinya demi bisa mengungkap dalang dari kasus kakaknya.
"Itu siapa?" gumamnya sambil mempertajam penglihatannya.
Terlihat dari jarak lumayan jauh, ada seorang bocah laki-laki seumuran dengan kakaknya dengan posisi membelakanginya dan menggunakan seragam sekolah yang sama. Hal ini membuat Arnold tak dapat melihat wajah dari bocah laki-laki itu, namun gerak-geriknya begitu mencurigakan. Apalagi siswa laki-laki itu terlihat mengarahkan pandangannya kearah dimana kemarin Abel terluka.
"Jangan disitu apalagi memegangnya. Nanti sidik jarimu bisa tertempel disana," ucap seseorang yang baru saja datang.
"Lagian ini tempatnya udah bersih, pak. Nggak mungkin kalau ada yang bisa menemukan pelakunya. Lagian kasus ini kan nggak sampai pada pihak kepolisian," ucap siswa laki-laki itu.
Mata Arnold membelalak kaget karena melihat salah satu oknum guru juga ada disana. Bahkan mereka terlihat sangat akrab dan Arnold juga mendengar semua percakapan dari keduanya. Walaupun mungkin Arnold tak mengenali siapa guru itu namun wajahnya tampak familiar.
"Kita tetap harus waspada. Jangan sampai nantinya kecerobohan kita malah membuka dalang dari kasus ini. Kita bukan berurusan dengan sembarang orang lho," peringat oknum guru itu.
"Dih... Apa sih hebatnya keluarga si Abel itu? Sok amat. Lagian keluarga mereka kan lagi kacau balau, jadi tak mungkin kalau kasus ini diungkit-ungkit. Mungkin mereka hanya akan fokus pada kesembuhan salah satu anggota keluarganya saja," ucap siswa laki-laki itu dengan santai.
Arnold mengerutkan dahinya heran saat mendengar percakapan keduanya. Darimana mereka bisa tahu kalau kondisi keluarganya sedang kacau balau? Apa mereka saat di rumah sakit juga berada disana? Arnold begitu kesal karena terlalu banyak teka-teki mengenai hal ini. Arnold juga masih ragu tentang dalang kejadian ini kalau hanya dua orang itu saja.
Arnold segera bersembunyi dibalik lemari disana karena dua orang itu kini matanya tengah mengedar kearah sekitar. Tentunya akan sangat kacau kalau sampai dirinya ketahuan oleh keduanya. Setidaknya kali ini ia sudah mengetahui ada siswa dan oknum guru yang terlibat. Masalah dalang utamanya, ia nanti akan mendiskusikan ini dengan orang dewasa yang lebih paham.
"Sepertinya tak ada siswa yang berani datang kesini karena kejadian Abel kemarin. Ayo kita pergi dari sini, sebelum ada yang melihat," ajak salah satu oknum guru.
Keduanya pun melangkahkan kakinya pergi dari halaman belakang rumah. Arnold yang mendengar langkah kaki menjauh pun menghela nafasnya lega. Ia sedikit mengintip dan ternyata memang benar kalau mereka telah pergi. Arnold segera saja keluar dari persembunyiannya dengan langkah hati-hati.
Puk....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Endang Werdiningsih
hubungi nenek hulim aja arnold minta bantuan buat menyelesaikan kasus ini...
sekolahan yg dikelola nenek hulim sdh tdk aman..
kayak'a ini musish dr kelg deh,,,
kayak'a kecelakaan kakek dan nenek serta adel sdh dirwncanalan dgn matang
2023-07-20
1
Nora♡~
Yaa.. Allah.. Yaa.... Tuhan ku semoga Arnold berjaya... dalam misinya menyesat kemalangan yang menimpah Abel... hish... hish... tak sangka yaa... rupa2nya ada guru yang bersongkokol dengan pelakunya yang menyebabkan Abel terluka... semoga ada keajaiban yaa... thor... lanjuutt..
2023-07-05
0
Rahma Wati
katanya akan up 2x tp nyatanya...
2023-07-05
0