"Capa yang antal Alan ke cekolah hali ini? Tekalian emput Eda ya." ucap Alan sambil bertanya.
Setelah semuanya siap dengan pakaian dan perlengkapannya masing-masing, kini mereka sudah berada di ruang makan. Sarapan berlangsung dengan hening karena Alan yang biasanya berisik tadi sudah fokus pada makanan yang dipegangnya. Setelah sarapan usai, Nadia langsung memasukkan semua bekal makanan untuk anaknya kedalam tasnya masing-masing.
Ega yang ternyata seumuran Alan dan hanya beda bulan kelahiran saja itu membuatnya sudah masuk sekolah bersamaan dengan cucu bungsu keluarga Farda. Alan awalnya kesal karena ternyata ia seumuran dengan Ega yang notabene sudah ia anggap sebagai adik. Namun Nadia terus memberi pengertian.
"Eda tuh halusna cekolahna ental ja. Tali tayak dini, Eda adi ceumulan cama Alan don. Alan tan ngin adi abang." seru Alan protes waktu itu.
"Kan sudah umurnya, nak. Masa sekolah nggak boleh. Kamu nggak kasihan sama Ega kalau sekolahnya telat? Yang lain udah masuk SD eh dia baru TK," ucap Nadia memberi pengertian.
Akhirnya dengan segala bujuk rayu yang dilancarkan oleh Nadia, membuat Alan mengerti juga. Walaupun harus dengan syarat, Ega wajib memanggil Alan dengan sebutan abang. Beruntung Ega orangnya penurut sehingga mau-mau saja melakukan itu.
"Nanti kita antar bersamaan. Ke sekolah kak Anara, kak Abel, dan abang Arnold dulu. Baru deh kita antar kamu dan Ega ke sekolah." ucap Nadia sambil tersenyum.
"Bunda, boleh nggak sih kalau Kak Abel diantar sopir aja?" tanya Anara tiba-tiba.
Sontak saja semua yang mendengar ucapan Anara itu langsung saja menatap kearahnya. Mereka tak menyangka kalau Anara bisa meminta hal seperti itu pdahal keduanya satu sekolah. Abel terlihat sedikit menundukkan kepalanya karena sedih dengan perubahan dari saudara kembarnya itu.
"Napa cih blangkat cendili-cendili? Olang tatu tekolah ditu. Nabis-nabisin bencin tau, talo bica tatu obil napa halus anyak-anyak," kesal Alan yang tak suka dengan ucapan kakaknya itu.
"Iya Kak Nara, lagian kan kita satu sekolah. Masa berangkatnya sendiri-sendiri, lagian selama ini juga Kak Abel terlihat biasa saja lho walaupun keluar dari mobilnya harus sembunyi-sembunyi." ucap Arnold dengan sedikit menasihati.
Selama ini setiap mereka diantar oleh sopir, Anara selalu meminta agar kakaknya itu harus sembunyi-sembunyi keluar dari mobil. Hal ini menurut Arnold sangat aneh karena teman satu sekolahnya juga sudah tahu kalau mereka bersaudara. Hal ini juga sudah diperingati oleh Anara, sang kakak tak boleh bicara tentang ini pada kedua orangtuanya.
Lihatlah sekarang, Nadia dan Andre langsung saja menatap Anara dengan penuh selidik. Arnold tak takut jika kakaknya satu itu marah kepadanya. Ia masih tak menyangka dengan perubahan sikap kakaknya yang menurut dia tak sopan dan kurang baik. Lagi pula sebagai adik, dirinya harus mengingatkan kakaknya agar benar dalam bersikap.
"Ini maksudnya gimana? Anara meminta Abel untuk keluar mobil sembunyi-sembunyi? Buat apa? Kan satu sekolah juga tahu kalau kalian itu saudara kembar," tanya Nadia dengan tatapan tak percayanya.
"Anara malu punya saudara kaya dia!" seru Anara sambil menunjuk kearah Abel.
Bahkan kini Anara langsung berdiri kemudian menatap saudaranya dengan tatapan tajam. Andre sungguh geram dengan tingkah anaknya yang satu ini namun Mama Anisa yang ada disampingnya langsung menenangkannya. Ia tak ingin kalau keadaan disini semakin runyam karena emosi Andre yang meledak.
Nadia pun langsung mendekati Anara dan memeluknya dari belakang. Ia juga segera menurunkan jari telunjuk Anara yang menunjuk kearah Abel. Ia tak suka dengan sikap Anara yang seperti ini. Ini menurutnya terlalu kekanak-kanakan.
"Napa padi-padi pada libut. Talo mau libut cana di pacal caja bial cekalian blantem cama pleman." ucap Alan mencoba mencairkan suasana.
"Kak Anara ini juga kenapa sih? Malu punya saudara kaya Kak Abel. Kami aja bangga sama dia, toh selama ini dia pintar dan membanggakan keluarga juga. Kak Nara mah aneh." ucap Arnold dengan sedikit menyindir.
"Anak kecil nggak tahu apa-apa mending diam!" sentak Anara sambil menunjuk kearah Arnold.
Arnold tentu tak terima karena dibentak oleh kakaknya itu, ia langsung saja berdiri membuat Papa Reza segera mendekatinya. Sedangkan Abel yang dijadikan objek keributan, langsung bertambah menundukkan kepalanya. Matanya sudah berkaca-kaca melihat ketidaksukaan saudaranya kepadanya itu.
"Stop... Jangan meninggikan suaramu Anara." desis Andre dengan menahan amarahnya.
"Semuanya jahat. Nggak ada yang membela Anara," kesal Anara.
Anara memberontak dalam pelukan bundanya itu sehingga Nadia memeluknya dengan erat. Ia takkan membiarkan Anara lepas dari pelukannya agar tak terjadi keributan semakin besar. Alan pun yang tadinya makan langsung menatap sebal kearah semua orang yang ada disana.
"Tami ndak ahat, tamu tuh yang ahat. Nenak caja main uwat kelibutan di eja akan. Ndak alu apa cama naci yang celalu yengket-yengketan," kesal Alan.
"Dah ayo... Tita blangkat cekolah. Talo Kak Nala ndak cuka tama Kak Bel, cana aik antot ja. Ditu aja tok libet." ucap Alan yang langsung turun dari kursinya.
Alan langsung menggenggam tangan Abel kemudian menariknya keluar dari rumah. Ia juga menarik tasnya agar terseret di lantai karena merasa berat jika ditaruh pada punggungnya. Abel pun mengikuti Alan kemanapun ia diajak pergi karena hatinya sudah terlanjur sakit.
Arnold memeluk kakeknya erat untuk meredamkan emosinya. Sedangkan dada Andre kini sudah naik turun karena masalah yang dibuat oleh salah satu anaknya sepagi ini. Anara masih terus menangis terisak dalam pelukan Nadia sambil punggungnya terus dielus.
"Kita bicarakan masalah ini setelah pulang sekolah. Ayo kita berangkat, udah siang lho ini." ajak Nadia.
Akhirnya semuanya langsung saja menghela nafasnya kasar kecuali Anara yang masih sesenggukan. Anara takut kalau semua orang jadi membencinya karena tindakannya ini. Namun ia begitu iri dengan Abel yang selalu dimanja bahkan prestasinya selalu melejit itu.
Nadia mengambil tas Anara yang ada di kursi kemudian menggandeng tangan gadis kecil itu keluar dari ruang makan. Sedangkan Arnold sendiri hanya duduk di meja makan dengan wajah memerah. Dirinya masih kesal dengan tindakan kakaknya itu.
"Arnold, kalau kakakmu lagi marah-marah gitu mending jangan kamu nasihatin dulu. Bukannya mereda, tapi dia akan bertambah galak. Tunggu dia mengeluarkan unek-uneknya dahulu baru kamu nasihati." ucap Papa Reza sambil mengelus pipi cucunya itu.
Pagi hari yang seharusnya diawali dengan semangat dan keceriaan namun pada faktanya harus berakhir dengan masalah. Pertengkaran yang terjadi antara empat bersaudara itu baru pertama kalinya seperti ini. Padahal sebelumnya mereka biasa saja kalau hanya cekcok dan tak sampai membentak seperti pagi ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Nora Indrawati
mantap Alan 🙏🙏🙏
2023-10-11
0
Nora Indrawati
mantap Alan...
kk mu yang satu itu perlu banyak di ceramahi ya supaya dekat dan sayang dengan kak Abel...
oke ABG alan 👍
2023-10-11
0
ovi
lnjut
2023-07-17
0