Arnold dengan secepat kilat berlari mencari bantuan untuk membantu Abel yang kini tergeletak diatas rerumputan. Arnold meninggalkan Anara yang kini menangis sesenggukan karena melihat kondisi saudara kembarnya. Anara merasa bersalah kepada Abel karena tak pernah peduli bagaimana kehidupannya di sekolah ini.
Kelas yang berbeda membuat mereka jarang bertemu dan berinteraksi. Kalaupun berpapasan, mereka hanya akan diam seolah tak mengenal satu sama lain. Itu keinginannya yang meminta Abel untuk berpura-pura tak mengenalnya di sekolah. Ia sangat menyesal kini. Seharusnya sebagai saudara, mereka saling menjaga dan melindungi satu sama lain.
"Kak Abel, bangun yuk. Anara janji, setelah ini nggak akan pernah jauhi atau jutek sama kakak lagi," ucap Anara dengan mengusap kasar air mata yang terus mengalir dipipinya.
Tak berapa lama, suara langkah kaki terus bersahutan semakin terdengar dekat. Anara yang masih berjongkok didepan kaki Abel pun langsung mengalihkan pandangannya. Disana sudah terlihat beberapa guru yang datang bersama dengan Arnold yang matanya memerah. Segera saja guru-guru itu berlari kearah Anara dan Abel kemudian mencoba menolong gadis itu.
Salah satu guru langsung memeluk Anara yang tubuhnya sudah bergetar begitu hebat. Bahkan Anara terus menangis dengan wajah pucatnya. Sepertinya gadis itu merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebih membuatnya shock seperti ini. Guru itu langsung mencoba menenangkan Anara yang sedang shock hebat dan sepertinya juga merasakan apa yang dirasakan oleh kembarannya.
"Ayo bawa Abel ke rumah sakit." seru salah satu guru setelah memeriksa kalau Abel masih bernafas.
Segera saja beberapa guru berbagi tugas untuk melakukan penyelamatan ini. Salah satu ada yang langsung menggendong Abel dan membalutkan sebuah kain pada kepala gadis kecil itu. Sedangkan guru lain langsung menyiapkan mobil dan mengatur jalanan karena kini semua siswa malah asyik berkerumun untuk melihat kejadian ini.
Arnold yang sedari tadi diam mematung pun langsung ditarik tangannya untuk mengikuti mereka ke rumah sakit. Begitu pula dengan Anara yang dipapah untuk berjalan menuju parkiran mobil. Anara sudah lemas bahkan langsung saja salah seorang guru segera menggendongnya agar tak jatuh.
"Bu Guru, Kak Abel akan baik-baik saja kan? Tadi darah yang keluar dari kepalanya banyak banget itu. Siapa yang berani membuat Kak Abel seperti ini?" tanya Anara dengan lirih.
"Biar nanti itu menjadi urusan kami dan orangtua kamu ya. Kamu jangan pikirkan itu, sekarang Anara harus kasih semangat buat Kak Abel agar dia cepat sembuh," ucap guru itu menenangkan.
Anara terus saja memeluk erat guru itu untuk mencari kenyamanan. Ia sungguh masih ketakutan akan apa yang terjadi pada kakaknya itu. Tak berapa lama mereka melewati kerumunan siswa, Anara dan Arnold juga beberapa guru segera masuk dalam mobil. Sedangkan Abel sendiri sudah berada dalam mobil yang berbeda.
Arnold dan Anara saling bergandengan tangan dan berpelukan untuk menguatkan satu sama lain. Tentunya mereka khawatir kalau terjadi sesuatu dengan saudaranya. Arnold meminta gurunya untuk ke sekolah Alan, sekalian menjemput adiknya itu.
Guru pun menganggukkan kepalanya setuju, pasalnya nanti semua orang akan sibuk di rumah sakit. Bisa saja kalau Alan nanti malah dilupakan dan tidak ada yang menjemputnya. Butuh waktu hanya 10 menit saja untuk sampai di sekolah Alan. Arnold dan salah satu guru segera turun kemudian berjalan kearah ruang kepala sekolah.
"Adek..." seru Arnold yang melihat adiknya duduk dibawah pohon bersama dengan Cia.
Alan pun mengalihkan pandangannya kearah suara orang yang memanggilnya, begitu pula dengan Cia yang ada disampingnya. Alan langsung berdiri melihat abangnya berlari kearahnya dengan seragam dan wajah yang berantakan. Setelah sampai didepan adiknya, Arnold langsung memeluk Alan sambil menangis lirih.
Sedangkan guru sudah pergi ke ruang kepala sekolah untuk meminta ijin bagi Alan. Alan yang kebingungan dengan sikap abangnya hanya bisa memeluk kembali dengan erat. Alan mengelus punggung Arnold dengan lembut agar abangnya itu bisa sedikit tenang.
"Abang Anol tenapa? Ciapa yang nakitin abang campe angis tayak dini? Mana cini unjuk, bial Alan yang adapi dia. Batal Alan onjok tuh mutana," seru Alan setelah Arnold melepaskan pelukannya.
Wajah Alan kini memerah bahkan kedua tangannya sudah mengepal erat. Alan emosi karena melihat abangnya berpenampilan berantakan hingga berpikir ada yang berbuat nakal kepada Arnold. Sedangkan Arnold sendiri langsung saja menghapus air matanya kasar kemudian terkekeh pelan melihat bagaimana tingkah adiknya itu.
"Mana abang?" tanyanya lagi saat tak mendengar jawaban apapun dari Arnold.
"Abang nggak ada yang gangguin, adek. Sekarang Alan ikut abang ke rumah sakit soalnya Kak Abel disana. Dia sakit, makanya abang nangis." jawab Arnold.
Mendengar hal itu membuat Alan langsung membulatkan matanya. Ia tak menyangka kalau kakak kesayangannya itu tengah sakit sehingga Arnold menangis dalam pelukannya. Saat keduanya tengah berbincang, guru Arnold datang kemudian mengajak keduanya ke rumah sakit.
Alan pun menganggukkan kepalanya dan dia sudah berpamitan kepada Cia. Cia pun mengerti, ia tak mungkin mengikuti mereka ke rumah sakit karena nanti pasti akan dicari oleh keluarganya kalau sampai pergi dari sekolah. Arnold juga tak memberikan jawaban pasti mengenai Abel yang sakit apa.
Ketiganya segera pergi berlalu dari hadapan Cia kemudian memasuki mobil. Alan yang melihat ada Anara didalam mobil itu merasa kalau tengah terjadi suatu hal yang serius. Alan langsung memeluk kakaknya yang lemas itu walaupun sebelumnya hubungan mereka sedang tak membaik.
"Kak Bel pati aik-aik caja. Tita beldo'a yuk..." ajak Alan sambil tersenyum.
Walaupun dalam hatinya ia masih bertanya-tanya mengenai sakit yang diderita Abel, namun melihat kondisi seperti ini ia harus bisa menenangkan kedua saudaranya. Alan terus memeluk kedua kakaknya ini membuat guru-guru yang melihatnya tersenyum bangga. Apalagi Alan yang sepertinya memahami akan kondisi kedua saudaranya.
Beberapa guru yang berada satu mobil dengan ketiganya merasa terharu sekaligus kasihan. Anak-anak sekecil ini harus melihat peristiwa tadi, kecuali Alan. Apalagi melihat kepala Abel yang keluar darah begitu banyak. Satu hal yang ada didalam pikiran semua guru disana, siapa pelakunya? Ini akan menjadi berita besar kalau sampai kejadian ini diketahui oleh orang luar.
Tak berapa lama, mobil yang dikendarai oleh salah satu guru itu berhenti didepan halaman rumah sakit. Mereka segera keluar dari mobil setelah kendaraan itu berhasil diparkirkan. Anara dan Arnold menggandeng tangan Alan untuk berlari memasuki area rumah sakit diikuti oleh beberapa guru.
"Dimana pasien yang tadi kepalanya berdarah dan dibawa beberapa guru?" tanya salah satu guru kepada seorang perawat yang lewat.
"Ada di ruang IGD." jawab perawat itu membuat mereka menganggukkan kepalanya mengerti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
🍃🦂 Nurliana 🦂🍃
🥲 saling mengerti sesama sodara itu jarang
2023-09-04
0
Nora♡~
Yaa.. Allah kasihannya... Abel... semoga saja kecederaan Abel tidak serius dan lakukan penyesatan dengan lebih terperinci agar pelaku di bawah ke pengadilan pasti selepas ini Andre dan papa Reza tidak bertangguh lagi... adakan CCTV di setiap sekolah... lanjuutt..
2023-06-27
0
Arwondo Arni
semoga Abel baik2 saja,dgn kejadian itu Kel mereka saling menyayangi,dan pelakunya hrs ketemu,tega banget nyakiti Abel yg selalu mengalah😭
2023-06-27
0