Hari sudah pagi, Nadia sudah berkutat dengan alat-alat masaknya dibantu oleh ibu mertuanya, Mama Anisa. Mereka akan memasak untuk sarapan pagi sambil menunggu waktu membangunkan anak-anak sekolah.
"Biar mama yang lanjutkan saja. Kamu urus dulu anak-anak yang mau sekolah." ucap Mama Anisa memberi perintah pada menantunya.
"Iya, ma." ucap Nadia.
Nadia kemudian meninggalkan dapur menuju kearah kamar anak-anaknya. Kamar yang pertama kali ia buka adalah milik anak pertamanya, Abel. Nadia tersenyum saat melihat Abel dan Anara tidur seranjang bahkan saling berpelukan.
Semalam setelah acara pelukan itu, mereka berdua yang sudah mengantuk langsung saja ditemani tidur oleh kedua orangtuanya. Hanya butuh waktu beberapa menit saja setelah diusap punggungnya oleh Nadia, mereka langsung tertidur dengan pulasnya.
"Nak, bangun yuk." ucap Nadia sambil menggoyangkan lengan tangan Anara.
Nadia juga sudah membangunkan Abel dengan cara yang sama dan gadis itu langsung terbangun walaupun masih dalam keadaan linglung. Sedangkan Anara sendiri hanya bergumam saja walaupun tadi Abel sudah langsung melepaskan pelukannya. Abel langsung tersenyum melihat bundanya yang pagi-pagi sudah berada di kamarnya.
"Selamat pagi, bunda." sapa Abel sambil tersenyum.
"Pagi juga, nak. Mandi gih, lalu turun sarapan." ucap Nadia dan diangguki oleh bocah kecil itu.
Abel pun langsung turun dari ranjang tempat tidurnya kemudian masuk dalam kamar mandi. Sedangkan Nadia masih berusaha untuk membangunkan Anara yang memang lebih susah dibangunkan. Nadia mengusap lembut wajah anaknya itu agar merasa terganggu.
"Bunda..." rengek Anara karena merasa terganggu.
"Ayo bangun. Mandi terus berangkat sekolah" ucap Nadia dengan lembut.
"Biar Kak Abel duluan aja yang mandi," ucap Anara sambil masih memejamkan matanya.
"Kak Abel udah di kamar mandi lho. Ayo buruan masuk kamar kamu lalu mandi." perintah Nadia sedikit tegas.
Anara yang tadinya masih ingin memejamkan matanya itu pun langsung membuka mata. Ia mengedarkan matanya kearah seluruh kamar itu kemudian melihat kearah sampingnya. Ternyata benar kalau kakaknya bangun. Dengan segera, Anara bangun dari tempat tidurnya kemudian pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri.
"Semoga saat dewasa nanti, kamu bisa mengubah sifatmu yang seperti ini," gumam Nadia sambil geleng-geleng kepala.
Nadia segera merapikan ranjang tempat tidur anaknya itu. Setelah selesai, ia segera pergi menuju kamar anak laki-lakinya. Ia pergi ke kamar yang kemungkinan Arnold sudah bangun. Saat sampai disana, benar saja dugaannya kalau Arnold sudah bangun bahkan telah mandi sedangkan Alan sendiri masih tertidur pulas.
"Wanginya anak bunda yang satu ini." ucap Nadia sambil mencium pipi anaknya.
"Pagi, bunda." sapa Arnold dengan senyuman manisnya.
Bahkan kini Arnold sudah menggunakan pakaian seragam lengkap yang membuat Nadia begitu bangga dengan anaknya yang satu ini. Mungkin saja ia malah kalah dengan Arnold yang bangunnya memang selalu duluan. Jika ditanya alasan bisa bangun duluan, Arnold membuatnya begitu terharu.
"Biar nanti bisa bantuin pekerjaan, bunda. Bangunin Alan kan lumayan butuh tenaga, jadi Arnold nggak mau bunda kelelahan urus kami terutama adek." ucap Arnold kala itu.
Nadia dan Andre pun begitu terbantu dengan apa yang dilakukan oleh Arnold. Walaupun sebenarnya hal kecil yang dilakukan oleh Arnold itu merupakan sesuatu yang biasa, namun bagi Nadia begitu istimewa. Apalagi membangunkan Alan itu memang butuh tenaga lumayan dan belum lagi kalau bocah kecil itu mulai berceloteh.
Alan itu hanya semangat bangun pagi saat awal masuk sekolah saja. Hari kedua dan seterusnya, Alan akan kembali pada kebiasaannya. Bangun siang bahkan kadang datang ke sekolah terlalu mepet. Nadia pun langsung duduk diatas ranjang sambil menyisir rambut Arnold walaupun bocah itu sudah menolaknya.
"Abang, jangan terlalu dewasa dong. Sekali-kali manja sama bunda dan papa seperti dulu. Nggak salah lho kalau manja sama orangtua sendiri," ucap Nadia.
"Sudah saatnya abang yang manjain bunda dan papa dengan nggak terlalu merepotkan kalian. Lagi pula abang tahu kalau bunda dan papa lagi pusing karena masalah Kak Nara yang ingin disayang terus itu kan?" ucap Arnold sambil bertanya.
Nadia sedikit terkejut dengan ucapan Arnold yang seakan mengetahui permasalahan diantara saudaranya itu. Nadia tak menjawab namun langsung saja meminta Arnold agar segera memeriksa buku dan perlengkapan lainnya yang harus dibawa ke sekolah.
"Alan, bangun. Udah jam 8 lho ini. Kamu nggak sekolah?" tanya Nadia dengan menggoyangkan bahu anaknya itu.
"Ndak, guluna plustasi ngajal Alan. Cekolah libul." gumam Alan yang langsung memiringkan posisi tidurnya.
Nadia hanya bisa mengelus dadanya sabar mendengar ucapan Alan itu. Baru beberapa hari dia masuk sekolah namun guru-guru seakan sudah angkat tangan dengan tingkah aktif Alan. Bahkan selama beberapa hari itu, guru-guru dijahili hingga siswa lainnya ada yang sampai menangis. Walaupun dirinya juga ikut menunggu disana, tetap saja kejadian di dalam kelas tak bisa terelakkan lagi.
"Libur dari Hongkong apa? Ayo buruan mandi. Kamu nggak ingat sama Cia, dia selalu nungguin kamu berangkat sekolah lho. Nanti kalau kamu nggak berangkat, Cia bisa dekat sama cowok lain." ucap Nadia sambil terkekeh geli.
Ancaman paling ampuh agar Alan mau bangun dari tempat tidur dan berangkat sekolah adalah mengenai Cia. Sahabat kecilnya saat bertemu di sekolah waktu test masuk Arnold memasuki SD waktu itu. Komunikasi mereka semakin intens bahkan sekarang satu sekolah.
Alan yang memang mempunyai sifat posesif dengan orang yang dia sayang pun akhirnya beranjak dari tempat tidurnya. Ia menatap sebal bundanya yang selalu menggunakan Cia setiap kali ia membangkang. Nadia terkekeh geli melihat wajah anaknya yang ditekuk itu.
"Unda... Unda... Clalu caja, my bebeb Cia unakan wuwat angunin Alan. Toba tekali-kali talo unda Alan angunin, api patek tantaman papa agi ekat cama cekletalisna. Unda cembulu ndak?" ucap Alan dengan menyunggingkan senyum misteriusnya.
"Kalau sampai papamu itu dekat sama sekretarisnya, bakalan bunda ulek buat jadi sambal itu." kesal Nadia yang dibuat cemburu oleh anaknya itu.
Sebelum Nadia tersadar atas ucapannya, Alan segera saja beranjak dari kasurnya. Ia segera masuk dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Ia sudah bisa mandi sendiri walaupun tak sebersih jika dimandikan oleh Nadia. Nadia masih mencerna ucapan dari Alan itu dengan tatapan bingung.
"Sebentar... Sekretaris Andre kan Bayu. Alan... Masa iya bunda cemburu sama kedekatan papamu dengan sekretaris cowoknya." seru Nadia yang baru sadar kalau ia dijahili oleh anak bungsunya itu.
Sedangkan Alan sendiri hanya tertawa didalam kamar mandi mendengar seruan dari Nadia. Hari yang indah itu diawali dengan aktifitas memasak dan membangunkan anak-anaknya. Tentunya dengan diselingi kejahilan dari sang anak bungsu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Nora Indrawati
Alan the best 💪😂🤭
2023-10-11
0
Nora Indrawati
🤣🤣🤣👍
2023-10-11
0
Nora Indrawati
gimana gak plustasi kalo anaknya kayak Alan yang super aktif 🤣🤣
semangat ya Alan 💪💪💪
2023-10-11
0