Salah satu guru sudah ada yang menghubungi keluarga Abel, namun semuanya tak bisa dihubungi. Mereka kini bingung harus melakukan apa, pasalnya tak ada nomor telfon rumah yang bisa dihubungi. Akhirnya salah satu guru menyarankan untuk mendatangi rumah siswa itu karena ini merupakan berita penting. Salah satu guru langsung pergi ke rumah Abel demi menginformasikan semua ini.
Sedangkan kini ketiga bocah kecil itu sudah bercucuran air mata didepan ruang IGD. Mereka hanya terdiam lesu sambil menatap pintu ruang IGD yang sedari tadi tidak terbuka. Guru-guru yang ada disana pun merasa iba karena ketiga bocah kecil itu saat ini tak ada orangtua yang mendampingi. Padahal dalam kondisi seperti ini, seharusnya orangtua mudah untuk dihubungi apalagi menyangkut sekolah.
"Kalian berdo'a ya untuk kakaknya, biar segera diberi kesembuhan dan beraktifitas seperti biasanya lagi," ucap guru itu sambil membantu menghapus air mata yang jatuh pada kedua pipi mereka.
Mereka hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari ucapan guru itu. Guru itu tentunya memaklumi dengan sikap ketiga bocah kecil didepannya ini karena mereka masih merasa khawatir dengan keadaan saudaranya. Semua menunggu dalam keadaan hening, hingga tiba-tiba seorang perawat keluar dengan wajah terlihat buru-buru dan panik.
"Maaf... Apa disini ada keluarganya? Kami membutuhkan dua kantong darah golongan AB," tanya perawat itu.
Semua berdiri setelah mendengar ucapan dari perawat itu. Guru-guru disana kebingungan pasalnya menurut data yang ada di sekolah, golongan darah AB disini hanya ada Anara dan Abel saja. Tidak mungkin juga kalau Anara bisa mendonorkan darahnya karena ia masih kecil. Semakin bingunglah mereka yang ada disana, terlebih keluarganya belum ada yang datang.
"Keluarganya belum datang, sus. Mohon dicarikan ke PMI atau rumah sakit lainnya dulu sampai keluarganya ada yang datang," ucap guru itu memutuskan.
Perawat itu menganggukkan kepalanya kemudian berjalan cepat menuju ke ruang informasi. Sepertinya ia akan memeriksa ketersediaan darah dalam ruangan itu. Sedangkan ketiga boah kecil itu sudah langsung mempunyai pikiran yang kemana-mana karena kakaknya membutuhkan darah.
"Butanna Kak Bel cudah puna dalah? Tenapa tekalang pelawat minta dalah cama tami?" tanya Alan sambil mengerutkan dahinya heran.
Tentunya guru yang ada disana hanya bisa tersenyum mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Alan. Kemungkinan Alan memang belum mengetahui tentang hal ini karena jenjang pendidikan yang ia tempuh juga masih TK. Sedangkan di rumah, Alan memang belum pernah melihat kejadian seperti ini.
Sedangkan Anara dan Arnold yang sudah mengetahui alasannya pun hanya diam. Keduanya memilih untuk memeluk adiknya itu dari samping membuat Alan berpikiran negatif. Ia yakin telah terjadi sesuatu yang membahayakan kakaknya sehingga kedua saudaranya seperti ini.
Apalagi melihat perawat yang keluar ruangan dengan tergesa-gesa dan mencari kedua orangtuanya. Alan mendenguskan nafasnya kasar karena tak ada yang mau menjawab pertanyaannya itu.
"Alan, kita berdo'a aja yuk semoga dokter bisa nyembuhin Kak Abel. Nggak usah banyak tanya, nanti bibirnya jadi lebar lho kalau kebanyakan bicara," ucap Arnold menakut-nakuti adiknya.
"Huft... Alan cudah dede. Angan cuka ohong!" kesal Alan membuat Arnold terkekeh geli.
Melihat wajah kesal dari adiknya ini membuat Arnold terhibur. Pasalnya kini bibir Alan itu terlihat mengerucut dengan mata melirik sinis kearahnya. Alan ini sebenarnya sudah bisa berbicara lancar hanya saja ketularan Ega dan Cia yang masih cadel. Sehingga sehari-hari masih menggunakan bahasa cadelnya itu, terlebih saat berbicara menggunakan huruf "r".
***
Sudah satu jam Abel berada didalam ruang IGD, namun belum ada kabar sama sekali dari dokter dan perawat. Kedua orangtuanya pun sama sekali belum kelihatan batang hidungnya membuat Alan, Arnold, dan Anara kebingungan. Tidak biasanya Andre dan Nadia seperti ini begitu juga dengan nenek juga kakeknya.
"Ini kok bunda dan papa nggak ada yang kesini sih? Pada kemana mereka? Apa mereka nggak peduli sama anaknya," kesal Anara yang sudah mulai bosan menunggu terlalu lama.
Guru-guru yang seharusnya juga sudah pulang ke rumah setelah mengajar pun sekarang masih tertahan di rumah sakit. Tidak mungkin mereka pulang ke rumah meninggalkan ketiga anak kecil di rumah sakit sendirian tanpa pengawasan orang dewasa. Rekannya yang lain juga belum bisa dihubungi padahal sudah hampir satu jam mereka pergi.
"Iya, mana cih meleka? Ndak tau apa talo Alan ndak unya wuwang uwat bayal lumah cakit." kesalnya dengan menghentakkan kedua kakinya pada lantai.
Arnold hanya terdiam sambil mengelus lengan adik dan kakaknya itu. Ia juga sedikit kecewa dengan keluarganya yang tak segesit dulu kalau ada anggotanya yang masuk rumah sakit dan bermasalah. Namun dia lebih memilih diam daripada mengurusi orang dewasa yang lebih mementingkan urusannya sendiri.
"Tita tumpulin uwang caku yuk. Nih Alan puna uwang cegini, tukup tan? Uwat bayal lumah cakit." tanya Alan sambil mengeluarkan beberapa lembar uang kertas yang sudah lecek dari saku celananya.
Anara menggelengkan kepalanya kemudian juga ikut mengeluarkan uangnya dari saku seragamnya. Ia masih punya tabungan dari hasil menyisihkan uang sakunya, namun semua itu ada di rumah. Sedangkan yang ada disakunya ini hanya uang yang tadi pagi bundanya berikan. Alan menengadahkan tangannya kearah Arnold untuk meminta uang sakunya.
"Abang nggak bawa uang. Uangnya semua ada didalam tas. Tasnya tertinggal di sekolah," ucap Arnold sambil menggelengkan kepalanya.
Alan menghela nafasnya kasar karena uang yang terkumpul ternyata hanya sedikit. Ia pikir uang saku miliknya dan sang kakak jika dikumpulkan bisa untuk membayar biaya rumah sakit, namun faktanya masih kurang banyak. Itu yang dikatakan oleh guru kedua kakaknya yang ada disini.
Mengenai barang-barang Anara, Abel, dan Arnold, akan dibawakan oleh salah satu guru yang tidak ikut. Namun ia baru akan ke rumah sakit setelah semua urusan selesai. Terlebih saat ini di sekolah sedang ada rapat untuk membahas mengenai kejadian Abel yang terluka ini.
Kurangnya saksi dan tidak ada CCTV yang mengarah pada taman belakang sekolah menjadi kendala. Bahkan teman sekelasnya tidak ada yang menemani Abel kesana sehingga kemungkinan besar ini kasus pembullyan atau kecelakaan biasa.
"Anara, Arnold, Alan..." panggil beberapa orang yang baru saja datang dengan nafas ngos-ngosan.
Bukan keluarga mereka yang datang, namun dua orang guru yang tadi mencari keberadaan orangtua ketiganya. Mereka terlihat bingung dengan nafas ngos-ngosan sambil menatap kearah ketiga anak itu dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Orangtua kami kemana, pak? Bukannya tadi bapak pergi ke rumah untuk mencari mereka," tanya Arnold mewakili kedua saudaranya.
"Kalian yang sabar ya...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Siti Nurjanah
Ya Allah... kak jangan bilang seluruh keluarga meninggal atau kecelakaan
2023-07-18
0
Haya Aksa
semangat thor ,di tunggu lanjutan ceritanya
2023-06-29
0
Nora♡~
Yaa.. Allah... ke mana yaa... Andre dan keluarganya🤔🤔Pasti ada masalah yang tak dapat di elakkan... mohon yaa.. thor.. agar Andre, Nadiya, mama Nisa dan papa Reza... tiada masalah yang serius... tak sanggup ku bayangkan.. semoga saja ada masalah lain... lanjuutt..
2023-06-29
0