Sang Penerus Keluarga
"Unda, mana taos tati Alan? Tenapa taos tatina ndak ada di empatna?" seru Alan dari kamar atas lantai dua.
Hari ini adalah hari pertama seorang bocah kecil berumur 5 tahun memasuki sekolah TK. Sedari pagi dirinya sudah heboh sendiri padahal jam masih menunjukkan pukul setengah 6 pagi. Sedangkan jam masuk sekolah itu pukul 8 pagi dan ini masih terlalu awal bagi bocah itu menyiapkan dirinya. Bocah kecil itu adalah Alan Listyo Farda.
Bahkan ia tadi saat shubuh sudah membangunkan abang, kedua kakaknya, dan sang bunda agar segera membantunya bersiap. Abangnya yang kini masih berada satu kamar dengannya itu hanya menatap malas adiknya yang duduk di sofa kamar tanpa mencari benda yang hilang itu.
Abangnya yang tak lain adalah Arnold Listyo Farda itu hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tingkah adiknya yang semakin aktif dan membuatnya pusing setiap hari. Bocah kecil berumur 9 tahun itu hanya bisa menghela nafasnya kasar saat adiknya kini malah dengan santainya berteriak dan duduk sambil menyilangkan kakinya.
"Alan, kalau cari barang itu pakai mata bukan teriak-teriak. Ini masih setengah 6 pagi lho, kamu kan masuk sekolahnya jam 8. Kamu mau jadi penjaga sekolah, berangkat jam segini?" kesal Arnold.
"Iya, ini mata Alan uga cali tok. Alan calina patek mata dan teliak adi tepat emu" ucap Alan dengan santainya.
"Ini cudah jam cetengah mbilan bang. Tu ihat jalum jamna di anka mbilan" ucap Alan tak mau kalah.
Arnold hanya bisa menepuk dahinya pelan karena ucapan dari Alan itu. Jarum jam pendek di angka hampir 6 dan yang panjang di angka 9 itu artinya Alan salah dalam mengartikan. Tanpa mempedulikan Alan, Arnold langsung saja keluar dari kamarnya kemudian mencari sang bunda.
"Wih... Nih Alan tok main inggal-inggal aja cih. Apa abang ndak akut talo adikna yang ucu dan ampan ini di ulik ante-ante enit?" gumam Alan yang kemudian mengikuti abangnya keluar dari kamar.
***
Beberapa tahun berlalu, kehidupan keluarga Farda dengan segala keriuhan dan masalah yang terus datang itu kini semakin erat hubungan kekeluargaannya. Semenjak masalah terakhir yang mereka selesaikan tentang masa lalu keluarga Papa Reza waktu itu, semuanya kini hidup semakin rukun.
Papa Reza dan Mama Anisa yang kini telah pensiun dari pekerjaannya sebagai CEO perusahaan keluarganya memilih untuk menikmati masa tuanya di rumah bersama anak dan cucu. Pekerjaan Andre kini semakin banyak bahkan jarang pulang karena semua pekerjaan ia yang ambil alih.
"Bunda, anaknya itu berisik sekali" keluh Arnold sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.
Bunda dari bocah laki-laki itu yang tak lain adalah Nadia Yerestia, langsung mengalihkan pandangannya kearah anak-anaknya yang memasuki dapur. Nadia tadi sebenarnya mendengar kalau anak bungsunya berteriak, hanya saja ia malas menanggapinya karena terkadang apa yang diucapkan Alan itu tak penting.
"Tutup kuping aja bang. Bunda aja malas nanggapinya" ucap Nadia dengan santai.
"Unda ndak cayang agi cama Alan, kesal ih" ucap Alan tiba-tiba sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ya gimana lagi? Habisnya kamu tuh sukanya teriak-teriak, suruh ini itu nggak ada habisnya" kesal Nadia.
"Api ni enting, unda. Taos tati Alan tabul lho, anti Alan ndak bica cekolah. Unda nih... Pati tengaja cembunyiin taos tatitu, bial Alan olos tan? Bial unda ada ceman di lumah?" tuduh Alan.
Nadia pun seketika melihat kearah anaknya sambil berkacak pinggang. Mana ada dirinya yang sengaja melakukan itu padahal kalau anaknya tak mau sekolah saja ia berusaha membujuknya. Padahal anak-anaknya yang lain tak serusuh ini namun entah kenapa Alan berbeda dengan saudaranya.
"Yang sembunyiin kaos kaki kamu itu siapa? Lihat kakimu itu, orang kaos kakinya saja sudah kamu pakai. Hilang dari hongkong" kesal Nadia geregetan.
Arnold dan Alan yang ada disana pun langsung melihat kearah kaki bocah kecil itu yang memang sudah terbalut kaos kaki yang dicarinya. Arnold hanya bisa mendengus kesal kemudian merebahkan kepalanya diatas meja makan. Sedangkan Alan sendiri hanya bisa cengengesan namun tak merasa bersalah.
***
Arnold Listyo Farda, seorang bocah kecil yang begitu cerdas hingga beberapa kali ia menjuarai olimpiade sains. Bahkan diusianya yang sudah 9 tahun itu, dirinya sudah mandiri dengan bekerja membantu sang papa membuat design bangunan hotel dan restorant. Kelak saat akan dewasa, ia ingin sekali menjadi seorang arsitek.
Sifatnya yang sangat mandiri dan dewasa terkadang membuat orang disekitarnya malah kuwalahan karena mereka akan kalah dengan kedewasaan bocah laki-laki itu. Dibalik sifat mandiri dan dewasanya itu, ketika bersama sang bunda pasti akan menunjukkan sikap kekanakannya.
Aland Listyo Farda, si kecil anak bungsu keluarga Farda. Sifatnya super aktif bahkan melebihi ibunya saat kecil dahulu. Bahkan orang disekitarnya hanya bisa geleng-geleng kepala kalau sudah berurusan dengan Alan. Bocah kecil itu pintar sekali dalam menjawab ucapan orang dewasa dan begitu jahil. Sampai saat ini, bocah kecil itu belum kelihatan apa cita-citanya.
"Alan, kamu kalau besar cita-citanya jadi apa?" tanya Arnold dengan raut penasaran.
"Emm... Alan mawu adi wowok ampan bial anyak wewek ekat-ekat cama atu" ucap Alan setelah berpikir cukup lama.
"Bukan itu, bayi..." ucap Arnold geregetan.
Arnold dan orang-orang yang mendengarnya tentu merasa kesal karena jawaban yang keluar dari bibir Alan itu suka tak masuk akal. Padahal yang dimaksud oleh mereka itu bukan itu, namun ya sudahlah daripada ribut pun akhirnya memilih mengalah.
Alan dan Arnold kini memilih kembali ke kamarnya karena harus mengambil tas sekolahnya. Arnold sendiri yang memang belum mandi, langsung saja membersihkan dirinya setelah memastikan kedua kakaknya juga bersiap-siap.
"Alan mau napain ini? Di tamal tok tayak atiku, cepi ndak ada yang isi" ucap Alan sambil memainkan kedua kakinya.
Alan yang iseng pun langsung saja berjalan kearah pintu kamar mandi. Ia menggedor-gedor pintu itu hingga tangannya memerah padahal ia sendiri tak tahu tujuannya apa.
Dor... Dor... Dor...
"Abang, buluan andina. Alan cendilian nih, ndak ada yang jajak main" seru Alan namun tak digubris oleh Arnold.
Alan yang memang tak suka sendiri dan sepi pun hanya menghentakkan kakinya kesal karena rak digubris oleh abangnya. Lagi pula semenjak semuanya sekolah, ia jarang ada waktu bermain dengan keluarganya.
Dulunya saat saudaranya, Ega masih tinggal disini dirinya tak kesepian. Namun sekarang saudaranya itu jarang kesini karena memang harus ikut menjaga ibu barunya yang masih sakit. Namun hari ini nanti, mereka berdua akan bertemu di sekolah yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
LlllZzzz
baru baca nih
tapi mau baca kisah mak nya dulu
2023-07-20
0
Endang Werdiningsih
alan nongol lagi...
siap" ngakak n pusing dibikin oleh alan... 😃
2023-07-20
0
Rachel
ke nya ini lanjutan dari novel berjudul pengasuh milik tuan muda y
2023-07-14
0