Alan berjalan memasuki area sekolah tanpa didampingi oleh bundanya. Sudah sedari hari pertama Alan tak mau ditemani kedua orangtuanya seperti anak yang lainnya. Kini Alan tengah melihat semua siswa yang hampir semuanya digandeng oleh orangtuanya memasuki kelas.
"Tudah dede tok macih ditemani cimbokna. Tayak Alan nih lho, cekolah tuh ya ampingi gulu ukan cimbokna." gerutu Alan.
Sedangkan para orangtua yang sedang mengantar anaknya itu langsung menatap kearah Alan dengan sinisnya. Alan juga langsung memelototkan matanya karena merasa kesal. Ia tak takut dengan pelototan orang dewasa itu karena pada dasarnya bocah kecil itu pemberani.
"Sudah bu, nggak usah dekat-dekat sama dia. Dia itu memang terlalu berani kalau sama orangtua, mana kemarin ada salah satu siswa sini yang ditendang lagi kakinya sampai nangis." ucap salah satu ibu-ibu.
Tentunya ibu-ibu itu harus mencoba menenangkan rekannya agar nanti tak terjadi keributan. Apalagi keributan itu karena ingin menantang anak kecil. Tentunya nanti yang akan disalahkan pasti orang yang lebih tua. Apalagi Alan ini walaupun baru beberapa hari bersekolah disini sudah pintar dalam membalikkan fakta.
"Tapi kita sebagai orang yang dewasa seharusnya bisa mengajari ini anak kecil. Lebih menghormati dan menghargai oranglain." ucap ibu-ibu itu masih tak terima jika mendapatkan pelototan dari Alan.
"Napa talian libut-libut? Alan puna alacan tok tenapa temalin endang tati Alvin campe angis." kesal Alan yang tak terima jika dituduh.
Alan memang sedari tadi terus memperhatikan kedua ibu-ibu yang tengah berdebat itu karena merasa namanya dibawa-bawa. Sedangkan wali siswa yang lainnya lebih memilih diam sambil mengamati dari jauh, pasalnya mereka sudah tahu tentang tabiat Alan yang keras. Mereka juga tak mau kalau nanti anaknya berurusan dengan Alan.
"Diam kamu anak kecil!" sentak ibu-ibu itu.
Alan langsung mengelus dadanya sabar ketika harus menghadapi ibu-ibu yang sepertinya punya darah tinggi sehingga emosinya naik terus. Sedangkan kini beberapa guru langsung saja mendekat kearah Alan dan dua ibu-ibu itu karena khawatirnya akan mempengaruhi kondisi psikis siswanya. Apalagi tadi seorang ibu-ibu melaporkan kalau Alan tengah dibentak.
"Mohon maaf, Ibu Ida. Tolong jangan bentak anak kecil, khawatirnya nanti berpengaruh pada kondisi psikisnya dan malah trauma." tegur guru yang baru saja datang.
"Tapi dia seperti seorang anak yang tak dididik benar oleh orangtuanya sehingga berani melawan dan menjawab setiap omongan saya," seru Ibu Ida yang tak terima jika disalahkan.
Rekannya langsung saja menarik tangan Ibu Ida agar segera pergi dari sana. Apalagi kini semakin banyak orangtua yang mengantar anaknya langsung berkerumun disana. Tentunya mereka berdua akan malu karena ribut dengan anak kecil. Pasti mereka berdua juga akan disalahkan karena kebanyakan anak kecil yang selalu menang.
"Apaan sih? Jangan tarik-tarik tanganku. Aku bakalan meladeni nih anak kecil biar dia tahu sedang berhadapan dengan siapa." seru Ibu Ida yang memberontak.
Rekannya langsung melepaskan pegangan tangannya pada Ibu Ida karena kesal. Sedangkan Alan langsung diamankan dibelakang tubuh guru-guru yang ada disana. Bisa bahaya nanti kalau ada satu siswa yang tertekan disini sehingga ingin keluar dari sekolah. Tentunya instansi juga akan tercoreng, terlebih jika yang menjadi korbannya adalah anak kecil.
"Mana tuh bocah?" tanyanya sambil mencari keberadaan Alan.
"Sudah, bu. Biar nanti kami para guru saja yang menegurnya." ucap salah satu guru menengahi.
"Enggak!" seru Ibu Ida.
Alan yang merasa sedang diributkan pun langsung saja keluar dari belakang tubuh gurunya. Padahal Alan sudah dilarang namun bocah kecil itu tak terima apalagi orangtuanya dihina seperti itu. Tak ada yang boleh menyalahkan kedua orangtuanya karena ini memang murni kenakalannya sendiri. Lagi pula kejadian kemarin waktu ia menendang kaki teman sekelasnya yang bernama Alvin itu murni karena bocah kecil itu mengganggu dirinya.
"Angan cuka nalahin unda dan papa atu. Talian itu balu caja menenalku adi angan asal nomong." seru Alan tak terima.
Bahkan kini wajahnya sudah memerah dengan kedua tangan yang mengepal sempurna. Terlihat sekali kalau bocah kecil itu begitu emosi karena orangtuanya dibawa-bawa dalam masalahnya. Kini beberapa guru serba salah apalagi setiap Alan ingin ditarik pergi namun bocah kecil itu sama sekali tak mau.
Ibu Ida juga seakan tak tahu malu karena berantem dengan anak kecil didepan semua orang yang ada disana sehingga terus meladeni Alan. Bahkan kini ia tak segan-segan membentak dan berkacak pinggang untuk menakuti Alan. Beruntung Alan itu mentalnya kuat sehingga begitu cuek dengan apa yang dilakukan oleh Ibu Ida.
"Ngomong masih belum lancar gitu saja berani sama orangtua kaya saya. Dasar nggak punya sopan santun. Biarinlah saya ngomongin bapak sama emakmu, orang ini fakta kok." ucap Ibu Ida dengan ketusnya.
Dugh...
Arrghhh...
Tiba-tiba saja Alan langsung menendang kaki Ibu Ida dengan kencang membuat wanita paruh baya itu memekik kesakitan. Bahkan beberapa ibu-ibu dan guru disana menganga tak percaya kalau Ibu Ida bisa sampai kesakitan karena ditendang oleh Alan. Jelas saja perbedaan kaki antara kedua orang itu sangat mencolok.
Alan yang kakinya mungil dibandingkan dengan kaki milik Ibu Ida yang gemuk. Namun dengan perbedaan itu ternyata Alan mampu mengalahkan Ibu Ida hanya dengan sekali tendangan. Bahkan kini Ibu Ida masih meringis kesakitan sambil terus mengusap kakinya yang sakit.
"Cukulin... Dah atu ilang, angan tangkut pautin ini cama olangtua atu. Wuwat ibu gulu uga, angan ilang cemua ini ke unda dan papa atu. Talo talian ilang cama meleka, atu atan belikan pelajalan tuk talian." ancam Alan dengan tegasnya.
Alan segera saja pergi berlalu dengan wajah memerahnya bahkan melangkahkan kakinya dengan cepat. Bukan menuju kelas, namun Alan lebih memilih mendatangi taman belakang sekolahnya. Alan meninggalkan semua orang yang kini benar-benar terdiam karena ucapannya. Walaupun ucapan bocah kecil itu belum jelas, namun mereka sudah paham dengan maksudnya.
"Ibu-ibu, lain kali kalau mau menegur atau menasihati anak-anak disini jangan pakai suara yang tinggi apalagi dibentak-bentak. Bukan hanya mempengaruhi kondisi psikisnya, namun kalian bisa lihat bukan? Mereka akan menyimpan dendam dan selalu mengingat kejadian ini. Biarkan saja kalau mereka berbuat nakal asal masih dalam batas wajar. Kalau sudah keterlaluan, kita tegur dan ajari yang benar. Jangan lupa tentang kejadian kemarin, itu bukan sepenuhnya salah Alan walaupun cara dia membalas temannya itu terkesan berlebihan." ucap salah satu guru memberi tahu.
Para guru langsung membubarkan diri sedangkan siswa dan orangtuanya juga segera pergi dari sana. Kerumunan itu langsung terurai setelah bel masuk sekolah sudah dibunyikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Endang Werdiningsih
oh iy bu ida udah paruh baya tp kok kalah dewasa sama alan ya..
jgn nyesel ya buk ida kalo sdh tahu siapa orang tua alan...
jauh dr bayangan bu ida..
2023-07-20
0
Endang Werdiningsih
alan tetaplah jadi anak yg baik dan bijak ya walau seringkali slengakan..
tetep tegas dlm kebenaran walau alan slalu dibolang anak kecil...
2023-07-20
0
zh4insu
Semoga Alan gak kenapa2,,, kasian sudah di bentak2...
2023-06-24
0