Diana selalu menjadi kebanggaan untuk Beni. Lelah di tempat dia bekerja tak terasa jika sudah bersama gadis kecilnya. Hari-harinya dipenuhi gelak tawa Diana dan rumah juga selalu ramai dengan suaranya.
"Lily, sudah 3 tahun sejak kepergianmu dan sekarang lihatlah anakmu Lily sudah menjadi gadis kecilku yang periang. Dia selalu menanyakan dirimu tapi aku belum bisa memberitahu kebenerannya sekarang. Usianya masih terlalu dini, nanti jika usianya sudah menginjak remaja aku akan membawanya ke tempatmu dan akan ku ceritakan semua tentangmu. Walaupun nanti, Diana mungkin membenciku menyembunyikan rahasia tentangmu. Aku akan menerimanya dan mungkin saja aku akan kehilangan gadis kecilku. Beni membatin sendiri." gumam Beni dalam hatinya.
"Papa, ayo main bola sama Diana yuk pa.
Diana mau main bola sama papa tidak mau sama Bi Senum tidak seru, Bi Senum tidak mau diajak lari-larian pa." Permintaan Diana kecil pada papanya dibarengi senyum kemenangan oleh Bi Senum.
Bi Senum memang menghindari Diana jika diminta main bola, karena kondisi Bi Senum yang sudah mulai menua tidak mungkin lari-lari mengejar bola yang dilempar Diana ke sembarang arah. Berhubung Beni ada dirumah, Bi Senum berusaha menolak dengan lemah lembut dan menawarkan pada Diana bermain dengan papanya pasti lebih menyenangkan.
"Aduh, ini pasti bibi ya yang kasih saran ke Diana?"
"Maaf pak, habis saya capek pak ngos-ngosan kalau disuruh lari-lari ama si non. Mending saya ulek cabe pak berapa pun banyaknya saya okeh mah." jawab Bi Senum dengan senyum puas.
"Itu mah emang hobi Bibik ulek cabe." Jawab Beni sambil tertawa kecil.
"Ayo pa lama amat, Diana nungguin dari tadi nih." Diana mulai terlihat kesal melihat papanya malah asik bicara dengan bi Senum.
"Iya cantik, tidak sabaran nona cantik ini ternyata." jawab Beni sambil mencubit pipi anak gadis kecilnya.
"Ayo sini lempar bolanya Diana."
"Iya, tangkap ya pa, aku lempar nih."
Beni bersiap menangkap bola yang akan dilempar putrinya tapi sayang dia tidak tahu apa yang direncanakan putri kecilnya. Ketika Beni bersiap mengambil bola sesuai arahan ternyata Diana malah melempar ke arah yang lain dan bolanya menggelinding jauh dari Beni.
"Aduh Diana kok lemparnya bukan ke papa malah arah yang lain?"
"Ya papa kejar dong, ayo pa kejar hahahaha."
"O putri kecil papa sengaja ya pantas bi Senum tidak mau diajak main bola ternyata ini toh, awas ya."
"Hahaha kasihan papa. Ayo pa kejar bolanya makin jauh nanti bolanya pa."
Dengan berlari kecil Beni berusaha meraih bola yang menggelinding di tanah dan mengambilnya.
"Dapat." ujar Beni.
"Hore papa hebat bisa tangkap bola Diana.
Ayo lempar ke Diana lagi pa, kita main lagi Diana suka."
"Males ah main bola sama Diana lemparnya gak konsisten capek papa, lempar sembarangan begitu." Sambil memasang wajah kelelahan padahal tidak lelah, Beni mulai berpikir buat isengin gadis kecilnya.
"Yah papa, ayo lah semangat papa. Baru juga sebentar main bolanya sudah selesai. Diana kan masih pengen main bola sama papa." Wajah Diana langsung merajuk kecewa.
Tak lama kemudian Beni mengejar Diana dan mengangkatnya ke atas sehingga tubuh mungil Diana seakan-akan terbang.
"Papa, Diana tinggi. Tinggiin lagi pa ayo pa
hore terbang
brummmmmm brummmmmmm brummmm."
"Eh tunggu itu bunyi apaan Din?"
"Bunyi pesawat terbang pa."
"Emang gitu ya bunyi pesawat terbang?
Kok papa baru dengar ya bunyi pesawat terbang kayak gitu."
"Ih papa, sebal sama papa. Ayo pa angkat tinggi lagi Diana suka pa. Kayak terbang pa."
"Emang Diana mau terbang kemana nak?"
"Kasih tau nggak ya?"
"Kasih tau papa dong cantik, nggak boleh pelit."
"Diana mau terbang ke bintang temui mama."
Deg.....
Jantung Beni serasa berhenti berdetak ketika Diana bicara begitu.
"Ayo pa, kapan tempat mama, Diana mau lihat wajah mama secantik Diana atau nggak."
"Nanti ya sayang kalau papa udah nggak sibuk kerjanya, sekarang kerjaan papa lagi banyak dan mama juga lagi nggak bisa diganggu. Ayo sana sama bi Senum mandi udah kayak bau terasi nanti diikuti kucing mau."
"Ogah pa diikuti kucing, papa saja yang kayak terasi jadi teman tikus... Hahahaha."
Setelah Diana pergi berlalu dengan bi Senum, pikiran Beni melayang jauh. Diana sudah mulai besar dan sudah sering menanyakan tentang mamanya. Kadang dia suka bermenung ketika melihat temannya jalan dibimbing oleh mamanya. Entah apa yang dipikirkan oleh anak seusia Diana dan apa dia sudah bisa terima jika tahu yang sebenarnya.
"Ah sudahlah, saya rasa belum waktunya Diana tahu, tunggu dia memasuki usia remaja baru mungkin aku cerita perihal mamanya. Tapi apa nanti dia tak menanyakan siapa ayah yang sebenarnya. Jika Diana menanyakan itu aku harus jawab apa, tidak mungkin ku jawab dia tumbuh akibat perkosaan yang dialami mamanya. Diana kasihan nasibmu nak." Beni meneteskan air mata saat memikirkan itu semua.
Tak sanggup rasanya dia membayangkan apa yang terjadi nanti. Bagaimana hancurnya hati putri kecilnya mengetahui cerita pilu yang dialami mamanya.
"Diana... Diana hancur hatiku nak melihat kamu tumbuh besar tanpa orang tua."
Waktu terus berlalu, Diana mulai tumbuh lebih besar menjadi gadis kecil yang periang, senyum selalu terukir di ujung bibirnya. Pipinya yang tembem membuat orang ingin mencubitnya. Matanya yang coklat, hidung yang mancung menambah aura kecantikan makin keluar. Diana sudah mulai tumbuh tinggi dan sekarang usianya pun sudah beranjak remaja.
Diana sudah mulai sering menanyakan dimana mamanya, dan Beni selalu mengelak menjawabnya. Sampai saat ini pun Beni tidak pernah mengajak Diana ke restoran miliknya walaupun Diana selalu merengek-rengek minta ikut. Entah sampai kapan Diana baru akan tahu cerita tentang hidupnya.
"Diana." panggil Beni
"Iya pa, Diana disini."
"Besok, kamu ada sekolah nak?"
"Tidak pa, besok jadwal Diana kosong. Guru ada pertemuan jadi sekolah diliburkan. Emang ada apa pa?"
"Besok temani papa ya ke restoran, sudah saatnya kamu mengetahui dan mulai belajar mengelola restoran papa."
"Boleh tapi ada syaratnya pa."
"Dasar anak papa yang cantik, emang apa syaratnya?"
"Diana mau ke tempat mama pa, Diana kangen sama mama. Papa gak pernah izinin Diana untuk ketemu mama bahkan alamatnya saja papa tidak mau bagi." ucap Diana sedih, terlihat ada bulir-bulir air mata yang siap menetes di pelupuk mata Diana.
"Diana anak papa sudah besar sekarang ya sini papa peluk."
Dirangkulnya Diana dalam dadanya seakan-akan mengisyaratkan bahwa mamanya memang tidak ada, hati Beni pilu mendengar permintaan anak gadisnya yah memang Diana bukan lahir dari darah dagingnya tapi Beni mencintai Diana lebih dari nyawanya.
"Baiklah papa penuhi syaratmu, mungkin memang sudah waktunya kamu mengetahui siapa mama mu nak." Ucap Beni sambil mencium dan mengusap kepala Diana.
"Benar pa, papa akan bawa Diana ke tempat mama? Papa nggak bohongin Diana kan?"
"Nggak sayang, papa akan bawa Diana ke tempat mama. Besok pagi-pagi kita berangkat ke restoran terlebih dahulu setelah itu baru ke tempat mamamu dan mungkin kita akan menginap disana karena jaraknya tujuh jam perjalanan. Siapkan fisikmu ya nak, nanti sambil diperjalanan papa akan ceritakan padamu bagaimana mamamu.
Papa janji sayang."
"Sip papa, Diana sayang papa."
"Sekarang istrahat sana siapkan fisikmu untuk perjalanan jauh kita." Ucap Beni dianggukan Diana.
Menunggu pagi tiba membuat Diana tak sabaran dan tidurnya pun asal-asalan, gelisah tak karuan.
"Aduh mataku ini kenapa ya nggak mau diajak kompromi, ayo dong tidur besok mau ketemu mama nggak lucu kan ketemu mama dengan mata panda, nanti cantik ku hilang." Diana terlihat kesal karena tidak bisa tidur.
Di kamar sebelah terlihat Beni menatap tajam ke langit-langit kamar, pikirannya jauh menerawang.
"Dari mana harus aku mulai cerita dengan Diana tentang mamanya. Aku takut nanti dia tidak siap menerima semuanya, aku takut jiwanya akan terguncang tapi sampai kapan aku akan merahasiakan ini semua. Dia harus tahu kebenarannya, bahwa dia bukanlah anak kandungku." Beni begitu sedih.
"Andai kamu masih hidup Lily, tentu aku tak perlu merahasiakan tentangmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Chakira Silaban ❤️❤️❤️
tisu mna tisu 😭😭😭
2022-12-03
1
murny rahmin
ceritanya makin sedih,aq sampai nangis...
2022-04-08
0
Syifa Altafunnisa
mantul dan tulisan x rapi
2021-04-20
0