PENGAKUAN REYNALD

Farah tersenyum miring, saat memandangi foto-foto kebersamaan Reynald dan Lidia yang dikirimkan seseorang yang dia bayar untuk menguntit pasangan itu.

"Foto-foto ini, bisa menjadi senjata buatku untuk mendapatkan hak asuh Rain," gumam Farah.

Dengan penuh percaya diri, Farah berangkat ke rumah mantan suaminya. Dia tersenyum, saat melihat mobil Reynald terparkir di depan rumah, itu berarti Reynald sedang berada disana.

Farah masuk begitu saja kedalam rumah, karena kebetulan pintu rumah itu masih terbuka lebar.

"Selamat sore, Reynald!" sapa Farah sambil duduk sambil menyilangkan kakinya di sofa. Sangat elegan. Reynald mengerutkan dahinya, saat melihat kedatangan Farah.

"Ada apa lagi kamu datang kemari, Farah? Kekasih bule mu itu sudah mencampakkan kamu?" sindir Reynald.

Farah tersenyum samar, "Aku kemari, hanya untuk mendapatkan kembali hak asuh putraku?"

"Oh ya, coba saja kalau Rain mau, kalau tidak jangan mencoba untuk memaksa, Farah," ujar Reynald ketus.

"Kali ini aku yakin dia mau, setelah melihat foto-foto ini!" Farah melambaikan sebuah amplop besar berwarna coklat muda.

"Ada apa ini, Ma! Kenapa mama masih disini?" Rai. Meninggikan nada suaranya. Matanya nyalang menatap kedepan. Pada sosok yang sedang berdiri dan menghampirinya.

"Rain," panggil Farah lirih, wanita itu menggigit bibir bawahnya. Dia menyerahkan amplop itu pada putranya, Rain menatap mamanya dengan tajam. Kemudian mengeluarkan isi amplop itu. Rain kaget, matanya membola, rahangnya mengetat. Rain berbalik menatap Reynald dan melemparkan foto itu kedepan Sang Papa dengan penuh kebencian.

"Jadi benar, Papa berhubungan dengan Tante Lidia?"

"Rain, dengar papa, Papa memang sudah menikah dengan Tante Lidia, tapi Tante Lidia tidak ada hubungannya dengan perceraian Papa dengan mamamu," sanggah Reynald.

"Masalahnya bukan itu, Papa! Papa tahu kan aku mencintai Ava, sekarang Papa menikah dengan Tante Lidia, lalu bagaimana hubunganku dengan Ava? Papa egois, papa tidak memikirkan perasaanku." teriak Rain histeris.

"Rain, dengar dulu penjelasan Papa! Sebenarnya..." Reynald hendak menjelaskan pada Rain, kalau Ava bukan putrinya Lidia. Namun Rain tidak mau menerima penjelasan Reynald dan keluar dari rumah membawa amarah dan kecewa.

Reynald menatap tajam kearah mantan istrinya Farah. "Puas?!" Farah hanya diam, kemudian pergi meninggalkan Reynald dengan senyum samar.

Rain duduk seorang diri, di atas sebuah bukit kecil yang terletak di pinggir kota. Disebuah pohon rindang tempat biasa dia mencurahkan segala isi hatinya. Tatapannya kosong, menatap kilau lampu-lampu kecil yang mulai menyala mengiringi datangnya malam yang terlihat mendung. Entah sudah batang rokok yang dia habiskan selama duduk berjam-jam di tempat yang sepi itu. Sementara ditangannya terdapat sebotol minuman beralkohol yang tinggal seperempatnya.

"Arghhhh...!" Rain berteriak nyaring dari atas bukit, melepaskan rasa sesak di dalam dadanya.

"Aku membencimu, Papa!" teriak Rain menangis sesenggukan, Rain tidak mengerti, kenapa sekarang dia begitu lemah. Padahal sebelum bertemu Ava, Rain tidak pernah mengeluarkan air mata, walaupun hubungannya dengan Reynald tidak harmonis. Satu per satu kenangan bersama Ava terlintas di benaknya, Rain memejamkan mata sejenak. Samar-samar dia mendengar langkah kaki seseorang berjalan mendekatinya.

"Rain....!" panggil Ava lembut. Rain menoleh, dia menyipitkan matanya, pandangannya mulai buram.

"Pergilah Ava, menjauhkan dariku!" Rain menggelengkan kepalanya yang mulai terasa pusing.

"Tidak Rain, kamu harus pulang bersamaku, Om Reynald mencemaskan mu! Ayolah!" Ava mencoba menarik tangan Rain, namun Rain menolaknya kasar. Hingga Ava terjatuh kebelakang.

"Rain, jika ada masalah, bicaralah, aku akan mendengarkan mu, jangan seperti ini!" Ava mulai kesal.

"Yang membuat masalah itu Mamimu, Ava! Semua karena Mamimu!" Rain mulai meracau tidak jelas.

"Apa maksudmu, Rain?"

"Semua karena Mamimu Ava, mamimu Pelakor, Mamimu yang sudah menghancurkan keluargaku! Aku membenci mu Lidia, aku membencimu!" Ava menelan ludahnya kasar, kerongkongannya tercekat. Ava marah karena Rain mulai bicara kasar tentang Maminya.

"Rain, Kamu itu sedang mabuk, kalau bukan om Reynald yang nyuruh, aku tidak mau membawamu pulang!" dengan kasar Ava menarik cowok itu kedalam mobil, walau Rain menepisnya berkali-kali.

Setelah berhasil membawa Rain kedalam mobil, Ava mengantar Rain kerumahnya. Namun rumah itu sepi, dengan susah payah Ava mengantar Rain ke kamarnya.

"Ava, jangan tinggalkan aku!" Rain mengigau, dia menahan tangan Ava agar tidak menjauh.

"Rain, tidurlah! Besok kita bicarakan semuanya baik-baik!" ujar Ava. Ava duduk di pinggir ranjang, sambil menghubungi Reynald dengan ponselnya.

"Hallo Ava, ada apa, nak?"

"Om, Ava sudah membawa Rain pulang, tapi tidak ada siapa-siapa di rumah, om dimana?" tanya Ava.

"Maaf, Ava, Om ada urusan mendadak diluar kota, ...sekarang Om dalam perjalanan menuju Semarang, kamu tolong jaga Rain ya!" pesan Reynald. Ava menutup panggilannya dengan kesal.

Tiba-tiba Rain menarik tubuh Ava kebelakang, gadis itu jatuh dalam pelukan Rain.

"Rain, lepaskan!" Ava memberontak mencoba melepaskan diri dari dekapan Rain, namun tenaga Rain cukup kuat untuk dilawan. Cowok itu mencekal kedua tangannya.

"Jangan tinggalkan aku, Ava! Aku tidak mau kehilanganmu!" Rain mengurung Ava dalam Kungkungannya. Matanya memerah, menatap Ava dengan tajam, Ava tergidik ngeri.

"Lepaskan Rain,...kamu sedang mabuk!" Ava berusaha berontak. Namun Rain tidak peduli ocehan Ava, cowok itu mencium wajah Ava dengan kasar. Ava berusaha menghindar, karena tidak bisa melawan, akhirnya Ava menggigit bibir Cowok itu hingga berdarah, Rain kesakitan dan cekalan tangannya terlepas. Dengan sekuat tenaga Ava melayangkan pukulannya ke wajah Rain, cowok itu meringis kesakitan.

"Sorry Rain, aku terpaksa!" Ava buru-buru keluar dari kamar Rain dan mengunci pintu dari luar.

"Non Ava!" bibi Surti berdiri di depan pintu masuk, kaget melihat Ava keluar dari kamar Tuan mudanya, dengan pakaian yang berantakan.

"Bi, syukurlah bibi ada disini, tolong jaga Rain ya, dia sedang mabuk, jangan bukakan pintu sampai dia sadar besok pagi!" terang Ava pada bi Surti. Wanita itu hanya manggut-manggut, tanpa mengerti apa yang terjadi pada anak majikannya itu.

Ava keluar dari rumah Rain, menunggu taksi lewat, karena dia tidak membawa motornya, saat menjemput Rain.

"Ava, mau kemana Lo?" seseorang dengan sepeda motor Yamaha, menghampirinya sambil membuka helm Fullface nya.

"Adrian, gue mau pulang!"

"Butuh tumpangan?" tanya Adrian.

"Boleh, trimakasih Adrian!" tanpa basa basi Ava segera menaiki motor Adrian, dan mengantarnya pulang.

"Ava, kenapa sekarang jarang ke Markas the Eagle?" tanya Adrian saat perjalanan pulang.

"Kemaren aku fokus ujian kenaikan kelas, Adrian, kapan-kapan aku mampir kesana," jawab Ava.

"Anak-anak nanyain kamu, Va! Mereka ingin melihat Lo balapan lagi!" sahut Adrian.

Ava hanya tersenyum tipis.

"Gue takut Adrian, nanti kalian tawuran lagi, aku tidak mau bermasalah dengan polisi,"

Adrian hanya diam, hingga mereka sampai dirumah Ava.

"Thank you, Adrian! Gue masuk dulu!" Ava membuka pagar rumahnya.

"Nggak nawarin mampir nih?"

"Sorry Adrian, ini sudah malam!" Ava tersenyum tipis.

"Oke, baiklah, aku tunggu di Markas!" sahut Adrian begitu Ava masuk kedalam rumahnya.

Ava hanya mengacungkan jempolnya.

Ava menyalakan penerangan di dalam rumah, Mami Lidia tidak ada disana. Ava mengambil ponselnya dan melakukan panggilan VC dengan maminya.

"Halo sayang!" sapa Mami Lidia sambil tersenyum manis pada putrinya.

"Mami dimana sih, kok nggak ada di rumah?" raut wajah Ava tampak cemberut.

"Mami lagi di Semarang, sayang! Ada urusan mendadak!"

"Yang punya urusan itu Mami atau Om Reynald sih, " gerutu Ava.

"Ya, om Reynald Ava, Mami harus ikut, karena mami kan sekretarisnya Om Reynald!" jawab Mami Lidia santai.

"Siapa yang telpon sayang!" terdengar suara seorang laki-laki mendekati Mami Lidia dan memeluknya dari belakang. Mata Ava melebar, dia tidak percaya dengan penglihatannya, Mami Lidia begitu mesra dalam pelukan Reynald.

"MAMI...!" teriak Ava, "Jadi Rain benar, Mami punya hubungan Special dengan Om Reynald,"

"Ava, nanti kita bicarakan di rumah ya sayang!" Mami Lidia menutup telponnya sepihak. Ava mendengus dengan kesal.

Ava marah dan kecewa, karena Mami Lidia telah membohonginya. Seandainya Mami Lidia dan Om Reynald jujur, Ava pasti dengan senang hati menerima hubungan keduanya. Bagi Ava kebahagiaan Maminya lebih penting, dari segalanya.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Dasar Bodoh,Harusnya dengarin dulu penjelasan dari papa mu,Bukannya malah kabur gitu aja..Setelah itu malah nuduh dan menerka2 gak jelas 🙄🙄🙄

2024-10-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!