Suasana duka menyelimuti, rumah kediaman Bang Erkand. Para pelayat ramai berdatangan memberi penghormatan terakhir pada seorang pria sederhana seperti Erkand.
Tangisan histeris terdengar memilukan dari seorang ibu yang kehilangan putra satu-satunya. Ibu Bang Erkand, Nyonya Sofia, begitu terpukul mendengar kematian anaknya. Wanita itu henti-hentinya menangis dan memeluk Jasad Erkand dengan penuh penyesalan. Ava tak kuasa menahan air matanya begitu juga dengan Rain, Gadis Tomboy itu merasa lemah, pertama kalinya dia mengeluarkan air mata, sejak Ava mulai menginjak bangku sekolah. Ava menyandarkan tubuhnya dalam pelukan Rain.
Rain dan teman-temannya dari Geng Motor Darknight, mengantar jenazah Bang Erkand sampai ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Setelah pemakaman selesai, Rain, Ava, David dan Bima, kembali ke rumah Orang tua Bang Erkand.
Ayah Bang Erkand, Pak Edward Aditama, menanyakan kronologi tentang tawuran yang terjadi antar geng itu, yang mengakibatkan putranya tewas. Rain dan David kemudian menceritakan semuanya pada Pak Edward.
"Jadi, orang itu bernama Gery? Om tidak akan membiarkan mereka lolos, Om akan meminta kesaksian kalian di pengadilan nanti, jika di perlukan!" ujar Om Gary dengan getir.
"Kami bersedia Om, kami akan memberikan keadilan untuk Bang Erkand!" jawab Rain.
"Terimakasih, nak!" jawab pak Edward merasa tenang dengan kehadiran Rain dan teman-temannya.
"Kalau begitu kami permisi dulu, Om!" Pamit Rain, dan segera keluar dari rumah duka, bersama teman-temannya.
Rain memacu motor yang dikendarainya menuju suatu tempat, yang jauh dari kota.
"Kita kemana Rain? tanya Ava saat cowok itu mengarahkan motornya ke tempat yang sepi, sepertinya sebuah bukit kecil, dipinggir kota. Di Sana terdapat sebuah pohon rindang, dan pemandangan kota dibawahnya.
"Aggghhh...!" Rain berteriak kencang mengeluarkan emosi yang sedari tadi dipendamnya.
Kepergian Bang Erkand, benar-benar membuat Rain terpukul. Baginya Bang Erkand bukan hanya sekedar teman, tapi juga saudara, ayah dan juga guru yang mengajarkan Rain tentang kehidupan.
Disaat Rain berada di titik terendah dalam hidupnya, Dia bertemu dengan David, dan mengajaknya bergabung dengan geng motor Darknight, yang diketuai oleh Erkand.
Tak hanya sekedar berkumpul dan melakukan hal yang sia-sia, Erland juga membimbing Rain, agar menjadi pribadi yang lebih baik, lebih mudah mengontrol emosi dan bagi rain Bang Erkand adalah seorang malaikat tak bersayap.
Ava mendekat, Dia merangkul Rain dan mengusap pundak pria itu dengan lembut.
Namun Ava tidak bicara sepatah kata pun, dia membiarkan Rain menumpahkan semua beban di hatinya. Hingga cowok itu memeluk Ava erat. Rain Butuh tempat bersandar, dan dia adalah Ava. Setelah Rain sedikit tenang, Ava mulai bicara.
"Sabar ya, Rain!" ucap Ava tulus.
"Gue tidak bisa jagain Bang Erkand, Va!" ucap Rain merasa bersalah, dirinya yang dulu keras, tak memiliki rasa empati kepada orang lain, sekarang merasa lemah dan kacau.
"Itu bukan salah Lo , Rain! setidaknya Lo sudah berusaha, Lo sudah menyelamatkan David, Bima dan yang lainnya. Mungkin sudah takdir Bang Erkand meninggal dengan cara seperti itu, kita hanya bisa berdoa, agar Bang Erkand bisa diterima oleh Tuhan di surganya," ucap Ava.
"Terimakasih, Ava!" Rain mengusap air matanya dengan tisu yang diberikan Ava.
Ava menarik nafasnya dalam-dalam, Baru kali ini Ava melihat Rain begitu sedih dan kehilangan.
"Va, Lo bukannya anggota geng motor The Eagle?" tanya Rain, begitu Rain sedikit tenang.
"Nggak Rain, gue nggak pernah masuk geng motor, gue kenal Adrian, waktu gue service motor di bengkelnya Bang Gery, dia ngajakin gue ikut geng motor, tapi gue nggak mau," terang Ava.
"Trus Lo balapan pake nama The Eagle, kan?" tanya Rain lagi.
"Ya, itu kemauannya Adrian, gue mau aja Karena gue cuma ingin ikut lomba balapan itu, buat ngalahin Lo!" jawab Ava jujur.
Rain tersenyum tipis. "Jadi Lo yang menjadi penantang misterius gue dalam lomba balap liar kemaren," tanya Rain.
"Ya, sorry ya Rain, gue hanya bermaksud mengasah kemampuan gue, bukan untuk menyombongkan diri, siapa yang paling hebat!" akunya. "Tapi setelah ini, gue nggak bakal ikut balapan lagi, takut gue kalau ada tawuran lagi, bagaimana dengan Lo?"
"Entahlah, gue kehilangan semangat, jika tidak ada bang Erkand, tapi jujur skill Lo patut diacungi jempol," puji Rain.
"Memang, sebaiknya kita break dulu untuk balapan Rain, sebentar lagi kan ujian kenaikan kelas, kita harus belajar," kata Ava, sambil menjatuhkan tubuhnya di hamparan Padang rumput yang ada diatas bukit.
Rain diam tak bersuara, bagi Rain belajar adalah hal yang tidak penting. Dia bisa saja naik kelas, dengan posisinya sebagai putra pemilik sekolah.
"Rain,...kok diam sih, jangan bilang Lo nggak mau belajar!" desak Ava.
"Ya, nanti gue belajar, tapi bareng Lo ya!" pinta Rain.
"Oke nggak masalah, Lo bisa datang ke rumah gue, kapan pun Lo Mau!" ucap Ava. Rain tersenyum lebar. Berada disamping Ava membuat kegundahan hatinya berangsur hilang. Diam-diam Rain menyukai cewek bar-bar itu. Merasa diperhatikan Ava menjadi salah tingkah.
"Ava...!" panggil Rain lirih. Cowok itu duduk disamping Ava
"Apaan?" tanya Ava, tersipu malu.
"Lo cantik, kalau lagi nggak marah-marah kayak gini!" ucap Rain.
"Masa sih!" Ava memandangi wajah cowok itu, yang mulai tenang.
"Gue minta maaf!" ucap Rain melunak.
"Maaf? Untuk Apa?" tanya Ava heran.
"Maaf, gue pernah kasar sama Lo, pernah nyakitin Lo!" ucap Rain tulus.
"Gue udah maafin Lo, gue juga minta maaf, gue hanya tidak suka sama orang yang semena-mena pada orang yang tidak bersalah, " ucap Ava.
"Terimakasih, Va! Jadi, lo mau jadi teman gue kan!" ujar Rain penuh harap.
"Tentu saja, asal Lo tidak membully, asal Lo tidak membuat onar lagi disekolah, gue mau jadi teman Lo, " Ava tersenyum mengangguk.
"Thanks!" Rain menggenggam tangan Ava, dan mereka saling berpelukan dengan erat.
Ava segera menguraikan pelukannya, saat merasakan ada getaran halus menjalar di relung jiwanya. Getaran itu makin terasa kuat, Ava menahan diri agar tidak terlihat bodoh di depan Rain.
Sementara, Rain juga mengalami hal yang sama dengan Ava, hatinya gelisah. Berada begitu dekat dengan Ava, membuat Rain ingin menyatakan perasaan sukanya pada gadis tomboy yang baik hati itu. Namun, Rain meragu. Keduanya duduk dalam diam, larut dengan pikiran masing-masing.
Sunyi....satu detik....dua detik...tiga detik, "Ava...!" panggil Rain. "Rain...!" keduanya memanggil diwaktu bersamaan. Keduanya tertawa malu-malu.
"Kamu duluan yang bicara!" kata Rain.
"Kamu duluan!" ujar Ava.
"Ah...aku...!" Rain tampak gugup, wajahnya tiba-tiba berkeringat, tubuhnya panas dingin.
"Ada apa, 'Rain? Kamu demam?" Ava meraba kening cowok itu dengan punggung tangannya, "tidak panas," gumam Ava.
"Ah, Ava ...! Aku....! aku....!' Rain makin gugup," Suaranya terasa tercekat di tenggorokan, dalam hati Rain berkata,"Aku .. aku menyukai...mu, Ava!" akhirnya kata itu lolos dari mulut Rain.
Ava hanya tersenyum samar.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments