Satu tahun telah berlalu. Mikaela dan kedua temannya, Inara dan Aira sudah bekerja di satu perusahaan. Inara yang berencana untuk melanjutkan studinya batal. Karena restu dari orangtuanya tidak turun, karena Inara anak bungsu dan wanita satu-satunya, membuat kedua orangtuanya berat untuk melepasnya. Akhirnya, Ketiganya bekerja ditempat yang sama, tapi beda divisi. Tetapi setiap jam makan siang, ketiganya selalu bersama-sama. Sehingga rekan-rekan kerja ketiganya, memberikan ketiganya julukan kembar tiga tak seiras.
"Mika, Inara mana?" Faiz menanyakan Inara yang sudah dua hari tidak kelihatan bersama dengan Mikaela dan Aira.
"Cuti." Aira yang menjawab pertanyaan Iwan.
"Mas Faiz naksir Inara?"
"Uhuk..uhuk...!" Pertanyaan Mikaela berhasil membuat Faiz tersedak. Dia tidak mengira Mikaela, yang dipanggilnya Mika, bertanya mengenai perasaannya pada Inara di depan beberapa teman yang berada dalam lift.
"Kenapa Mas? Koq sampai batuk? Apa Mas Faiz mau minum? aku selalu bawa minum ini. Masih fresh, belum tercemar." Aira mengulurkan botol minum yang dipegangnya kepada Faiz.
Faiz menolak botol minum yang diberikan oleh Aira. "Aku tidak apa-apa," kata Faiz.
"Betul mas tidak apa-apa?" tanya Mikaela.
"Iya..iya.. Aku tidak apa-apa ," kata Faiz.
"Mika tidak bisa nyimpan rahasia. Malu aku kan." batin Faiz .
Pintu lift terbuka. Mikaela dan Aira keluar, diikuti Faiz. Dia melangkah cepat, agar langkahnya bisa beriringan dengan Mikaela dan Aira yang melangkahkan kaki menuju kantin .
"Apa aku bisa gabung dengan kalian?" tanya Faiz dengan membawa nampan berisi makan siangnya.
"Silakan Mas Faiz, meja ini bukan milik kami. Siapa saja boleh duduk di sini," kata Mikaela.
Faiz mendudukkan bokongnya dan tidak lama kemudian, minuman yang di pesan datang. Tidak ada suara yang keluar dari dalam mulut ketiganya. Ketiganya fokus menikmati makanan yang tersaji dihadapan ketiganya.
"Mika, apa Inara ada pacar?" tanya Faiz setelah menyelesaikan makannya.
Mikaela dan Aira seketika mengarahkan pandangan matanya, yang tadinya ke ponsel masing-masing. Kini menatap wajah Faiz yang duduk tepat didepan mereka berdua.
"Betulkan... ! Mas naksir Inara? tadi aku tanya, mas itu pura-pura kaget, sampai terbatuk-batuk ." goda Mikaela.
"Untung tidak sampai pingsan." timpal Aira.
"Siapa yang tidak kaget? Mika tanya di depan orang banyak. Kan Mas malu," kata Faiz.
"Huh... sok malu ." ledek Aira.
"Inara belum punya pacar kan ?" Faiz mengulang kembali pertanyaannya.
"Belum punya, tapi ada orang yang spesial yang dekat. Sudah punya, tapi orang itu belum menyatakan perasaanya pada Inara," kata Aira.
"Kalau begitu, Inara masih bebas !" seru Faiz dengan lantang, saking semangatnya mendengar penuturan Aira.
"Bebas juga tidak bisa dibilang bebas, Mas Faiz. Cowok itu selalu berkunjung pada malam Minggu," kata Mikaela.
"Kalau begitu, aku akan ke rumah Inara malam Minggu besok. Bagaimana menurut kalian?" tanya Faiz pada Mikaela dan Aira.
"Sebelum janur kuning melengkung, mas masih bisa berkunjung mendekati Inara. Tapi jika sudah ada cincin melingkar di jari manisnya. Diharamkan untuk mas masuk ke halaman rumah Inara!" kata Mikaela.
'Tidaklah ! aku tidak ingin di cap sebagai perebut bini orang. Singel masih bertabur, untuk apa yang dobel," kata Faiz.
"Good.... !" Aira mengacungkan dua jari jempol.
"Semoga beruntung, mas. Kami hanya bisa bantu doa saja," kata Mikaela.
"Bantu doa dan tolong promosikan aku sebagai pria yang setia ya," kata Faiz.
"Nggak ah... kami kan belum mengenal mas lama. Kami hanya tahu mas dilingkungan kantor. Di luar tidak tahu," kata Mikaela.
"Mas belum punya pacar, atau istri kan?" tanya Aira.
"I'm sure... aku masih jomblo!" Faiz mengacungkan jarinya.
"Awas ! jika bohong!" ancam Mikaela.
****
Pernikahan Annisa dan Damar menginjak tahun kedua. Dan belum ada kabar gembira dalam rumah tangga tersebut. Tetapi tidak pernah ada keributan mengenai belum terdengarnya suara tangis bayi didalam keluarga kecil mereka.
Damar tenang saja, saat sang istri belum menampakkan tanda-tanda kehamilan. Tetapi beda dengan Annisa. Dia selalu bertanya-tanya, kenapa dia belum hamil juga. Apalagi, saat ada temannya yang baru menikah dua bulan. Dan, sekarang dalam keadaan hamil. Membuat Annisa semakin galau dan takut. Dia tidak akan bisa memberikan sang suami, Damar. Keturunan. Dan akan berimbas pada pernikahannya.
"Mas, kenapa aku belum hamil-hamil juga ya?" Annisa menghampiri Damar yang sedang mengerjakan pekerjaan kantor yang selalu dibawanya pulang. Kebiasaan ini yang membuat Annisa sering marah pada sang suami. Karena kalau sudah kerja. Damar tidak kenal waktu. Dia sering berlama-lama berada diruang kerjanya.
"Nisa. kita baru menikah dua tahun. Ada pasangan yang menikah sudah sepuluh tahun, belum dikaruniai anak. Kita baru dua tahun, tenang saja. Mas sabar menunggu hari di mana rumah kita ini akan dipenuhi dengan suara tawa anak-anak kita." Damar selalu berusaha untuk menghibur Annisa. Jika sang istri sudah mulai menyinggung masalah anak.
"Mas yang bisa tenang. Aku yang selalu merasa tidak enak, Mas... ! Jika ada pertemuan keluarga, semua membicarakan anak. Sedangkan Aku hanya bisa diam, Mas..!" seru Annisa dengan bibir manyun .
"Papa dan Mama juga pasti sangat mengharapkan anak dari mas Damar. Mas Damar itu anak laki-laki satu-satunya. Mas itu penerus keluarga Wiratama. Bukan Dania," kata Annisa menyinggung adik Damar Dania.
"Evi saja sudah mau punya anak dua. Kita, satu saja belum terlihat wujud keberadaannya." sambung Annisa, menyebut sepupu Damar yang baru menikah dua tahun yang lalu. Dan sekarang hamil anak kedua.
"Lalu, Mas harus apa? kita setiap malam selalu membuatnya? tetapi Allah belum meniupkan ruh kedalam kandunganmu. Apa mas harus protes pada Allah?" Damar menutup laptopnya. Dan kemudian Damar memutar badannya, menoleh kearah Annisa.
Damar menggeser tubuhnya, tangannya meraba perut Annisa dan mengusap dengan lembut. "Sabar, hanya itu yang harus kita lakukan. Allah SWT tidak akan memberikan kita ujian yang berat. Allah menguji kita. Apa kita bisa melewati ujian ini, jika bisa. Allah akan memberikan kita keturunan yang banyak." Damar merangkul bahu Annisa.
"Apa Mas bisa sabar? Adik sepupu mas sudah punya momongan. Mas yang lebih tua belum di berikan momongan," kata Annisa yang mengingatkan Damar mengenai Evi adik sepupunya Damar kembali.
"Memiliki seorang anak bukanlah suatu perlombaan. Siapa yang duluan mendapatkan seorang anak. Dia yang akan menjadi pemenang. Lihat saja, kita nanti yang lebih banyak anak. Anak kita nanti ada sepuluh," ucap Damar dengan nada bergurau. Apa yang dikatakannya, agar Annisa tidak semakin larut dalam kesedihan.
"Mas ini... aku serius..!" Annisa memanyunkan bibirnya. Dia kesal mendengar gurauan sang suami.
"Mas juga serius. Lihat nanti, anak-anak kita akan launching setahun sekali." Damar kembali melucu.
"Kalau tidak launching, bagaimana?" tanya Annisa.
"Sudah nasib kita, menua hanya berdua," jawab Damar dengan santai.
Next
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
✒ Viee ✒
cek aja ke dokter
2023-07-09
0
Raflesia Gendhis
wow gilaaa pabriknya jebol wkwk
2023-06-29
0
Ratu Wr
sabar anisa
2023-06-28
0