Happy reading guys
...----------------...
Tok...tok....
Pintu ruang kerja Damar terbuka dan terlihat seraut wajah wanita yang telah melahirkan Damar kedunia. Damar mengangkat bokongnya dari kursi, begitu melihat kedatangan sang Mama. Kemudian Damar melangkah menghampiri Mamanya dan melabuhkan kecupan di pipi kiri sang Mama.
"Tumben Mama datang berkunjung? Apa Papa tidak ada di ruangannya?" tanya Damar.
"Mama sengaja datang, apa nggak boleh Mama datang mengunjungi putranya yang jarang ditemuinya di rumah?"
Damar membawa mamanya untuk duduk di sofa. "Bukan tidak boleh datang, Ma," kata Damar.
"Dam. Bagaimana persiapan pernikahannya, apa tidak ada kendala? Jika ada yang bisa Mama bantu beritahu pada Mama," kata Mama Damar, Amelia Wiratama. Di usia yang sudah memasuki kepala enam, Amelia Wiratama sang mantan pengacara terkenal di masanya, masih terlihat muda. Mama dua anak tersebut menolak tua, walaupun kedua anaknya Damar Wiratama dan Dania Wiratama sudah dewasa.
"Semua sudah diurus oleh Wedding organizer, Ma. Kita tinggal terima beres saja," kata Damar.
"Masalah undangan?" Tanya Amelia, Mama Damar.
"Mama tulis list, siapa saja yang mau Mama dan Papa undang, biar Damar beri pada Nisa," kata Damar.
"Dam. Apa kau sudah sreg dengan pernikahan ini? Kau belum lama mengenal Annisa," kata Mama Damar yang ragu dengan keputusan sang anak untuk menikah dengan Annisa.
Damar diam.
"Apa tidak kau pikirkan lagi dengan matang pernikahan mu itu Dam? Pernikahan bukan masalah sehari dua hari. Pernikahan masalah seumur hidup. Apa kau benar-benar sudah mantap menjalani pernikahan dengan Annisa? Mama harap ini bukan pelarianmu saja. Karena kau kecewa dengan Aida yang memutuskan hubungan kalian," kata Mama Damar.
Amelia, mamanya Damar kembali membuka mulutnya. "Annisa gadis yang baik. Tapi baik saja tidak cukup untuk kita melangkah kejenjang pernikahan." tambah mamanya.
Damar masih diam. Pandangan matanya terarah kelantai. Lalu Damar mengangkat kepalanya. Dan kemudian pandangan matanya menatap wajah sang Mama.
Damar menarik napas sebelum berkata. " Keputusan untuk menikah dengan Annisa, bukan karena kecewa dengan wanita itu. Ma," kata Damar.
"Mengenai apa yang Mama lihat di restoran itu, apa sudah kau tanyakan pada Annisa. Mama tidak ingin menantu Mama belum bisa lepas dari masa lalunya, Dam. Mama tidak ingin apa yang menimpa Alia terjadi padamu." Mamanya mengingat kisah Alia, adiknya yang bercerai karena dikhianati oleh suaminya yang belum bisa melupakan kekasihnya.
"Pria itu mantan kekasihnya yang belum bisa melepaskan Annisa, Ma. Mereka sudah putus lama. Bukan Damar yang membuat mereka putus." tutur Damar.
"Apa itu yang diceritakan Annisa?" tanya sang Mama. Damar menganggukkan kepalanya.
"Jangan percaya seratus persen, Dam. Mama tidak ingin kau kecewa untuk kedua kalinya."
"Ma. Damar percaya dengan apa yang dikatakan oleh Annisa. Mama juga harus yakin dengan pilihan Damar. Annisa gadis yang baik, Ma," kata Damar.
"Mama tahu, Annisa gadis baik ! Kan Mama katakan tadi, baik saja tidak cukup menjamin pernikahan itu bisa langgeng," kata Amelia.
"Mama takut kau kecewa Dam. Baiklah, Mama tidak akan ikut campur dengan urusan hatimu. Tapi jika Mama tahu Annisa tidak bisa membahagiakanmu, Mama akan ikut campur," kata Mama Damar dan lalu bangkit dari duduknya.
"Sudah. Mama mau keruangan Papa dulu. Nanti kita makan siang sama ya, Dam. Sudah lama kita tidak makan siang bersama, kamu sibuk. Papa juga sibuk. Tinggal Mama sendiri makan siang di rumah sendiri."
"Baik, Ma," sahut Damar.
***
Mikaela, Aira dan Inara melangkah menuju satu stand permainan anak-anak. Ketiganya berhenti dan menatap dengan serius ke area permainan yang dipenuhi dengan anak-anak kecil yang ditemani oleh orangtuanya.
"Untuk apa kita ke sini?" Inara membuka suaranya. Setelah hampir satu menit ketiganya fokus melihat kearah anak-anak yang mandi bola.
"Apa kita mau belajar cara menemani anak bermain?" tambah Inara lagi, setelah pertanyaannya tidak ada yang menjawab.
Aura menyikut lengan Inara. Inara menoleh kearah Aira. "Apa ?" tanya Inara. Aira memberi tanda dengan mengerucutkan bibirnya menunjuk pada Mikaela yang serius menatap anak-anak kecil yang sedang bermain dengan orangtuanya masing-masing. Aira dan Inara langsung bergerak ke posisi masing-masing. Inara kesamping kiri Mikaela dan Aira ke samping kanannya. Kedatangannya memegang lengan Mikaela.
"Betapa bahagianya mereka," kata Mikaela.
"Aku ingin merasakan kegembiraan itu. Bermain bersama dengan kedua orang tua, kakak . Dan mungkin ada adik." Sambung Mikaela.
"El... anggap aku sebagai adikmu," kata Inara.
"Aku jangan kau anggap sebagai orang tua mu, El. Aku masih muda. Kita seumuran," kata Aira bergurau, agar Mikaela melupakan kesedihannya sejenak.
Tawa kecil terdengar dari dalam mulut Mikaela.
"Ayolah... jangan ada kesedihan. Kita ke Mall untuk bergembira. Menghilangkan penat. Jangan sedih-sedih. Oke girls..." Aira menarik Mikaela meninggalkan arena permainan yang sempat membangkitkan rasa sedih pada diri Mikaela.
"OMG... !" Pekik Inara dengan mata bulat sempurna. Langkah kakinya berhenti seketika.
"Hus... ! Suaramu memekikkan telingaku," kata Aira sembari mengusap telinganya dan kemudian sedikit mencubit lengan Inara, agar Inara sadar, di mana saat ini mereka berada.
"Ada apa?" tanya Mikaela pada Inara.
"Cowok keren ! Mirip artis Korea ," kata Inara.
"Mana.. mana?" Aira juga heboh mendengar cowok ganteng mirip artis Korea. Hanya Mikaela yang biasa-biasa saja. Karena dia tidak mengidolakan artis Korea tampan, yang dipanggil oppa oleh para fans negeri ginseng tersebut.
"Kau terlambat, sudah masuk lift," kata Inara.
"Sialann.... !" umpat Aira.
"Wow.... !" Inara kembali berteriak.
"Apa lagi? artis Bollywood?" tanya Mikaela.
"Ini melebihi artis Bollywood dan Korea," kata Inara.
"Ada apa sih.... ?" Aira penasaran dengan orang yang dilihat oleh mata jelalatan Inara.
"Pak Raffi," kata Inara.
"Pak Raffi dosen terganteng di universitas kita?" tanya Aira.
"Iya, tuh.... !" Inara memonyongkan bibirnya menunjuk kearah sasaran pandangan matanya.
Aira dan Mikaela mengikuti arah moncong Inara monyong.
"Dengan siapa Pak Raffi itu? Apa istrinya?" tanya Aira.
"Istrinya? Tidak mungkin! Masa istri setampan Pak Raffi sudah tua," kata Inara.
"Pak Raffi apa sudah menikah?" Aira bertanya pada Mikaela yang hanya diam. Dia tidak menanggapi apa yang diperbincangkan oleh kedua sahabatnya tersebut.
"Koq tanya padaku, mana aku tahu! Kita mau kemana ini? Apa kita diam seharian berdiri di sini," kata Mikaela.
"Ayo kita makan di situ," kata Inara.
"Ayo.." Aira mengiyakan ajakan Inara dengan bersemangat. Jika membahas cowok ganteng, keduanya sepaham, tidak bertengkar.
"Ahh.. nggak... nggak... !" tolak Mikaela.
"Hih... Ela ! Kau itu tidak setia kawan. Kau tahu kan, kami ini mengidolakan Pak Raffi. Mungkin saja Pak Raffi jodohku yang belum kelihatan hilalnya," kata Inara.
"Hei... milikku," kata Aira.
"Sudah! kalian itu kepedean sekali dilirik olehnya," kata Mikaela melerai keduanya ribut merasa ingin memiliki dosen tampan menurut keduanya.
next
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Raflesia Gendhis
wkwkw pemersatu dunia
2023-06-28
1
lira
mama Damar kurang suka dengn annisa..apa nanti akan menjadi mak mertua kejam
2023-06-25
2
Ficha
typo thor aura 🤭
2023-06-15
3