Mikaela menyendok satu sendok penuh sambel kedalam mangkok baksonya, membuat mamang tukang bakso heran.
"Neng sudah pedas ! Masih kurang pedasnya?" tanya Mamang tukang bakso.
"Kurang mang. Hari ini saya mau bakso yang super dahsyat pedasnya," jawab Mikaela.
Mikaela menyuapkan bakso tersebut kedalam mulutnya. Rasa pedas yang menerpa bibir dan lidahnya membuat Mikaela sesekali menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Keringat mulai membasahi keningnya dan terdengar suara Mikaela menyedot ingus yang sudah menumpuk di hidung kerena kepedasan.
"Ah... ah....!" Mikaela mengipasi lidahnya yang terjulur keluar.
Mikaela kembali memasukkan bakso kedalam mulutnya, setelah rasa pedas hilang dari mulutnya.
Dan...
"Ah...ah...ah...!" Mikaela kembali menjulurkan lidahnya yang terasa terbakar, dan mengipas-ipas wajahnya dengan jemari tangannya.
"Pedas neng ?" tanya mamang tukang bakso.
"Nggak mang, manis.s.s... sekali ." Jawab Dinda.
Mamang tukang bakso tertawa mendengar jawaban Mikaela.
"Sudah jelas pedas Mang...! Pakai nanya. Sambelnya terbuat dari apa sih, Mang? Pedas sekali! Sepedas ucapan manusia kulkas itu... !" kata Mikaela.
"Apa cabe sambal ini, yang menanam orang itu." gerutu Mikaela. Mikaela meneguk segelas air sampai tidak tersisa, tapi rasa pedasnya tetap tidak hilang juga.
"Ini neng minum, katanya bisa mengurangi rasa pedas." Mamang tukang bakso meletakkan satu kaleng minuman susu yang bergambar beruang.
"Serius mang?" Mikaela tidak yakin dengan apa yang dikatakan oleh mamang tukang bakso, mengenai susu bergambar beruang bisa menetralisir rasa pedas.
"Serius neng, banyak pelanggan mamang yang minum ini. Coba dah, neng. Lihat muka Eneng sudah merah begitu," ucap mamang tukang bakso.
"Tidak ada salahnya mencoba," kata Mikaela.
Mikaela membuka minuman tersebut, dan langsung meneguknya sampai habis.
Dan, tidak lama kemudian.
"Benar mang, pedas di lidah berkurang," ucap Mikaela.
"Sudah neng, jangan makan yang super pedas. Nanti sakit perut neng" ucap mamang tukang bakso pada Mikaela, yang ingin melanjutkan menyantap baksonya yang tinggal sedikit.
"Sayang mang, mubajir tidak dihabiskan. Nangis nanti baksonya," ucap Mikaela dan kemudian melanjutkan menyantap baksonya.
"Masa bakso bisa nangis Neng," kata Mamang tukang bakso.
"Mamang tidak percaya dengan apa yang aku katakan? Mamang tanya pada bakso Mamang itu, mereka pasti mengiyakan apa yang aku katakan," kata Mikaela sambil menyuapkan bakso bulat-bulat kedalam mulutnya.
"Eneng... ada... ada saja." Mamang tukang bakso menggelengkan kepalanya sembari menatap Mikaela yang sudah menjadi pelanggan setia baksonya sudah lama.
"Nanti sakit perut. Eneng jangan protes ke mamang ya" ucap mamang tukang bakso.
"Bu Aini komplain pada mamang nanti. Mamang bilang, Eneng tidak bisa dibilangin," kata mang tukang bakso.
"Tenang saja mang ." Mikaela kembali menyeruput kuah bakso kedalam mulutnya sedikit demi sedikit.
"Mang, susu cap beruang kutub masih ada?" tanya Mikaela.
"Ada Neng. Mau?" tanya mamang tukang bakso.
"Mau. Minta dua kaleng ya Mang," kata Mikaela.
****
Dalam perjalanan menuju restoran tempat mereka untuk mengenyangkan perut, hanya keheningan yang ada didalam mobil. Annisa menatap keluar jendela. Sedangkan Damar fokus dengan mengemudikan mobilnya melewati jalanan yang padat merayap. Walaupun waktu para pegawai belum pulang dari tempat kerja masing-masing. Tapi jalanan ibukota terlihat macet, dikarenakan mobil angkutan yang berhenti disembarang tempat dan para pedagang yang memakai bahu jalan sampai menyentuh jalan raya. Membuat jalanan semakin semrawut, di hari menjelang sore hari.
Damar melirik kearah Annisa. Dia tahu Annisa marah dengannya.
"Nisa, sudahlah marahnya. Mas benar, adik kamu itu nggak mau ikut dengan kita. Mungkin saja dia ada janji dengan temannya" ucap Damar yang berusaha untuk membujuk Annisa, agar meredakan emosinya.
"Nisa heran dengan Mas Damar lah... Mas itu tidak pernah ramah dengan Ela. Apa Ela pernah buat salah pada Mas Damar?' tanya Annisa.
"Untuk apa mas ramah-ramah dengannya ? Dia bukan siapa-siapa mas ," kata Damar, tanpa merasa salah dengan apa yang baru saja keluar dari dalam mulutnya.
Apa yang dikatakan oleh Damar membuat Annisa meradang. Apa yang dikatakan oleh Damar kembali membangkitkan rasa kesalnya kepada calon suaminya tersebut. Tadi, hatinya sudah sedikit mendingin. Kini kembali panas.
"Mas Damar...! Ela itu adikku, mas. Mas jangan lupa ! Mas menikah denganku, sudah seharusnya mas itu menganggap Ela sebagai adik mas juga. Walaupun Ela bukan adik kandungku, mas. Tapi, aku sudah menganggap Mikaela sebagai adik kandungku sendiri...!" kata Annisa.
"Baik... baiklah... ! maafkan mas ya. Nisa kan tahu, mas itu tidak bisa dekat-dekat dengan seseorang yang belum mas kenal dekat." Damar mengutarakan kenapa dia tidak bisa dekat dengan Mikaela.
Damar selalu membatasi diri untuk bergaul dengan orang yang tidak berkepentingan dengannya, sehingga dia tidak merapatkan diri dengan mudah. Dengan kedua orangtuanya Annisa juga Damar tidak dekat, dia hanya bicara seperlunya saja pas ayah dan ibunya Annisa.
"Baiklah... jika mas bertemu dengan Ela, mas akan menyapanya. Jika diperlukan, mas akan menyapanya sembari memberikan kecupan dipipinya," kata Damar.
"Nggak sampai segitunya kali mas..!" Annisa memberikan tatapan mata tajam menatap wajah Damar.
Damar tertawa kecil melihat wajah jutek Annisa padanya.
"Tidak usah tertawa! Nggak lucu." Annisa semakin menunjukan raut wajah yang jutek.
"Maaf..maaf. Sekarang kita damai, kan ?"
"Lihat dulu. Jika mas masih kelihatan jutek terhadap Ela, aku akan mendiamkan mas sampai hari pernikahan kita ," kata Annisa.
"Bagaimana hubunganmu dengan pria itu?" tanya Damar.
"Apa?" Annisa menoleh kearah Damar.
"Pria? Maksudnya?" tanya Annisa yang tidak tahu dengan pria yang dimaksud oleh sang calon suami.
"Mantan mu," kata Damar.
Degh..
Raut wajah Annisa berubah. Dia tidak mengira Damar menanyakan tentang pria yang hari ini baru ditemuinya.
"Mas tahu, Nisa tadi menemui pria itu ," kata Damar.
"Mas memata-matai aku, ya?" tuduhan yang dialamatkan Annisa kepada Damar, membuat rahang Damar mengetat. Tapi Damar masih dapat menahan emosinya.
"Mas tidak pernah melakukan seperti yang Nisa TUDUHKAN..!" Ucap Damar dengan menekan kata "TUDUH".
"Mama yang melihat." Sambung Damar.
"Tante..!?" Annisa cukup terkejut. Dia tidak mengira pertemuannya dengan Antoni diketahui oleh Mama Damar. Calon mertuanya.
"Apa Tante mendengar apa yang aku katakan pada Antoni? Semoga tidak." gumam Annisa dalam benaknya.
"Nisa akui Mas, tadi Nisa ketemu dengan Antoni. Antoni itu laki-laki yang pernah dekat denganku," kata Annisa.
"Aku bertemu dengan Antoni, karena ada yang ingin aku kembalikan padanya. Dia pernah memberikan aku barang, berupa kalung, Mas.Tidak mungkin aku menyimpan pemberiannya, karena itu, aku bertemu dengannya untuk mengembalikan kalung pemberiannya." Annisa memberikan alasan, mengapa dia bertemu dengan Antoni.
Melihat Damar hanya diam. Annisa melanjutkan ucapannya, agar Damar tidak menaruh curiga dengan pertemuannya dengan sang mantan kekasihnya tersebut.
"Percayalah, Mas. Nisa tidak ada hubungan lagi dengan laki-laki manapun juga. Pria yang bernama Antoni, hanyalah masa lalu, namanya sudah tidak ada didalam hati ini. Sekarang hanya ada nama Damar. Nama itu yang ada didalam sini." Annisa meraih tangan Damar dan melekatkannya didepan dadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
shasa
kasian nyaa kepedesan
2023-07-11
0
BINTANG ARINAA
pelampiasan Mika sama seperti Aku nih, bakso pedas hahaha
2023-07-06
0
✒ Viee ✒
sama n8j, kl kepedesan garuk2 kepalan n beler idung 😅
2023-07-05
0