"Ela... sini Nak." Tante Lenia, adik dari mendiang ayahnya Mikaela, memangilnya untuk duduk didekatnya.
Mikaela melangkah mendekati sang Tante, dan meletakkan bokongnya di samping sang tante .
"Sudah lama tidak bertemu, Ela sudah gede. Terakhir kita bertemu, Ela masih kecil. Sekarang sudah kuliah ya?" tanya Tante Lenia.
"Iya Tante," jawab mikir.
"Masuk kuliah jurusan apa ?" tanya Tante Lenia kembali.
"Manajemen tante" sahut Mikaela.
"Mau jadi pengusaha ini.." ucap sang tante.
"Bukan tante. Tapi karena hanya itu jurusan yang menerima Ela" ucap Mikaela dengan tertawa.
"Ahh..kamu ini.." ucap Om Andri, suami tante Lenia yang ikut bergabung dengan sang istri dan mendengar apa yang dikatakan oleh Mikaela.
Mikaela tertawa, begitu juga dengan tante Lenia.
"El, tolong kasih ini sama mbak mu. Kelihatannya dia sangat haus ," ucap bunda Aini dan menyerahkan nampan berisi segelas juice.
Mikaela menerima nampan dari tangan bundanya, kemudian berjalan menuju pelaminan.
"Mbak, ini minum. Mbak pasti haus kan," kata Mikaela.
"Iya, kerongkongan mbak sudah sangat kering ini. Koq cuma satu El...?" Annisa melihat Mikaela hanya membawa segelas juice di atas nampan.
"Iya... apa tidak cukup segelas, Mbak ?" tanya Mikaela.
"Untuk Mas Damar mana? Mas Damar haus juga lo... El ," kata Annisa.
"Ooh... El kira nggak haus. Ini bunda yang nyuruh. El tinggal bawa saja ." ucap Mikaela.
"Ambilkan lagi segelas untuk Mas Damar, El. Yang dingin ya...," kata Annisa.
"Diakan kulkas berjalan, pasti tidak akan merasakan haus" yang hanya dapat diungkapkan Mikaela dalam hati. Tidak mungkin Mikaela berani mengatakan apa yang ada di batinnya dihadapan Damar. Bisa-bisa keluar asap dari pucuk kepala Damar.
"Tidak usah!" suara Damar mencegah Mikaela untuk mengambil minuman untuknya.
"Mas haus kan?" tanya Annisa.
"Tidak usah... ! mas bisa ambil sendiri" ucap Damar dengan nada suara yang datar, tidak terlihat senyum pada bibirnya.
"Ih... mas ini, gitu saja ngambek. El, ambilkan untuk Mas Damar" titah Annisa pada Mikaela.
"Aku yang ambilkan.. ?" Mikaela menunjuk pada dirinya.
"Iyalah... tolong ya... ! adek mbak yang cantik.." Annisa merayu Mikaela dengan menyebutnya cantik.
"Baiklah, merepotkan saja." gerutu Mikaela. Dan gerutuan tersebut terdengar oleh Damar.
"Sudah... ! tidak usah....!" seru Damar seraya bangkit dari kursi pelaminan, dan turun menuju ketempat minuman berada.
"Mas..!" panggil Annisa. Tapi Damar tidak menanggapi panggilan sang istri. Langkah lebar kakinya, membawa tubuhnya menjauh dari sang istri.
"Kau ini El... ! lihatlah... Mas Damar ngambek. kalian berdua ini, tidak pernah akur ," kata Annisa.
"Maaf mbak... suami mbak itu sensi sekali," ucap Dinda seraya menunjukkan barisan gigi putihnya.
"Gitu saja ngambek." Ngedumel Mikaela dalam batin.
Melihat kedatangan Damar membawa dua botol minuman ditangannya. Mikaela langsung turun, malas Mikaela untuk bertemu dengan Damar.
Bukan tanpa alasan Damar tidak menyukai Mikaela. Dan begitu juga sebaliknya. Mikaela juga tidak menyukai Damar. Karena Damar pernah mendengar Mikaela bicara dengan teman-temannya di cafe, dan Mikaela tidak mengetahui keberadaan Damar dan asistennya di cafe tersebut. Dan dengan gamblangnya Mikaela menceritakan pada kedua temannya, ketidaksukaannya pada Damar. Karena Mikaela lebih menyukai Antoni yang sudah lama dikenalnya. Dan sejak hari itu, Damar selalu menunjukkan raut wajah yang datar dan dingin setiap bertemu dengan Mikaela.
Mikaela yang tidak mengetahui kenapa Damar selalu jutek kepadanya, tidak perduli. Dia hanya mengharapkan kebahagiaan Annisa. Sedangkan sang calon kakak ipar yang tidak pernah ramah dengannya, di anggap Mikaela sebagai angin, yang tidak terlihat keberadaanya.
Akhirnya resepsi berakhir. Annisa langsung di boyong Damar kerumahnya. Dan dua hari kemudian, baru akan diadakan resepsi pernikahan yang diadakan keluarga Damar akan dilakukan di satu hotel bintang lima.
"El... jaga ayah dan bunda ya. Mbak tidak bisa sering-sering datang ke rumah," ucap Annisa saat berpamitan ingin berangkat menuju rumah yang akan ditinggalinya bersama sang suami.
"Iya mbak, Mbak tenang saja. Rumah mbak Nisa juga tidak jauh. Jika ingin bertemu, tidak harus sampai menyeberangi pulau dan benua. Kita masih bisa bertemu." gurau Mikaela. Dia berusaha untuk mencairkan suasana yang sedih, dengan bergurau.
"Bunda, Nisa pamit ya." dengan air mata sudah membasahi kedua belah pipi. Begitu juga dengan bundanya. Air mata tidak henti mengalir membasahi kedua pipinya, sama seperti Annisa.
"Jangan nangis, ini hari bahagia. Kenapa pada menangis ? Lagipula, rumahnya Nisa tidak jauh dari rumah kita," ucap ayahnya, saat melihat istri dan putrinya sudah banjir air mata.
Drama ibu dan anak yang sedih akan perpisahan sedang terjadi. Aiman Harman, sang ayah hanya dapat menghela napas. Melihat drama yang dipertunjukkan oleh istri dan putrinya. Dia menggelengkan kepala melihat drama keduanya.
"Iya, Mbak. Rumah mbak hanya satu jam dari sini. Sekejap mata, El bisa sampai ke rumah mbak," kata Mikaela.
"Beda Ela... Biasanya kita akan bertemu setiap hari. Ini tidak... ! mbak tidak akan bisa menganggu adik mbak ini setiap hari." Senyum menghiasi bibir Annisa saat dia berkata.
"Mbak sedih, karena tidak bisa menggangguku...!" Seru Mikaela sembari meletakkan kedua tangannya di pinggang, dengan mata setengah melotot dan bibir mengerucut.
Semua tertawa melihat Mikaela. Damar yang tadi hanya sebagai pengamat, ikut sedikit tersenyum melihat tingkah adik iparnya tersebut.
Damar meninggalkan sang istri yang baru saja di nikahinya bersama dengan keluarganya untuk berpamitan. Dia masuk kedalam kamar sang istri untuk mengambil koper istrinya.
"Ela yang sekarang menemani bunda dan ayah. Jangan buat bunda dan ayah sedih, mbak tidak tinggal di sini lagi." pesan Annisa pada Mikaela.
"Iya mbak, jangan khawatir. Aku akan membuat ayah dan bunda melupakan Mbak Nisa," kata Mikaela sembari tertawa kecil.
"Hih.... Jahat ! Jangan sampai melupakan aku ya? Awas sampai melupakan aku... aku akan marah... !" Annisa mencebikkan bibirnya.
Mikaela ngekeh dan mengacungkan dua jari tangannya dan menggoyangkan kepalanya kiri dan kanan. Annisa dan kedua orangtuanya tertawa melihat Mikaela.
"Bunda, Nisa pamit ya." ucap Annisa dengan raut wajah yang mewek, tapi air mata sudah tidak mengalir lagi. Begitu juga dengan sang bunda, dia sudah bisa menahan air matanya untuk tidak merembes keluar.
"Jangan ada kesedihan, ini hari bahagia. Tidak boleh ada wajah muram mengiringi kepindahan Nisa mengikuti suaminya ," kata Aiman Harman.
Annisa memeluk sang bunda dan kemudian ayahnya.
"Baik-baik di rumah mertua," kata Aini, sang bunda.
Annisa tinggal di rumah mertuanya, sampai resepsi. Setelah resepsi, baru Damar memboyong Annisa ke rumahnya.
"Jangan bermalas-malasan, walaupun ada maid, seorang istri harus menyiapkan makanan untuk suami." nasihat Aini.
Mikaela tertawa cekikikan, begitu juga dengan sang ayah. Karena kedua menertawakan Annisa yang tidak bisa masak.
"Menyediakan makanan, masak air saja gosong." ledek Mikaela.
"Sudah.... ?" Damar datang dengan membawa dua koper milik Annisa.
"Hanya itu ?" tanya Aiman Harman pada sang menantu.
"Iya yah," sahut Damar.
"Tidak semua Nisa bawa, biar menginap di sini tidak perlu bawa perlengkapan untuk menginap," kata Annisa.
Annisa melambatkan tangannya dan dibalas Mikaela dan Aini.
Ketiganya melihat mobil yang membawa Annisa pergi meninggalkan rumah sampai tidak terlihat lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
✒ Viee ✒
walah 😆😅
2023-07-09
0
Raflesia Gendhis
baik2 di rumah mertua yaaaa nisa
2023-06-29
0
Wika Anggita
kalau dah terbiasa pisah rumah nanti, mau nginap pun malas
2023-06-27
0