Berita menghilangnya Willona telah diketahui keluarganya, kini banyak station tv dan koran yang menyiarkan tentang hilangnya putri bungsu keluarga Matteo, banyak polisi juga digerakkan untuk mencari keberadaanya.
Berita itu juga telah sampai pada Alena yang masih berada ditengah hutan, Alena tertawa senang mendengarnya, dia melirik pada tubuh tak bernyawa disampingnya tidak ada rasa iba pada sorot mata Alena justru kesenangan dan rasa puas yang saat ini dia rasakan.
"Lihat, kamu berhasil membuat kekacauan dikeluargamu, Willona. Aku harus berterima kasih padamu," ucapnya disertai gelak tawa yang menggema.
"Tunggu sampai tubuhmu membusuk baru aku akan memulangkanmu dengan cara istimewa," sambungnya yang lagi lagi tertawa puas.
Alena berjalan meninggalkan ruangan dimana jasad Willona berada, langkahnya mengarah ke halaman belakang kastil dimana disana sudah ada Eron yang menunggunya, namun alangkah terkejutnya saat dia melihat keberadaan Janu disana.
"Kenapa kamu membawa Janu kesini?" tanyanya kesal.
"Maaf Alena, aku sudah berusaha melarangnya tapi dia tidak mau," jawab Eron melirik kesal kearah Janu.
"Aku hanya ingin melihat Willona, apa dia baik baik saja?" tanya Janu.
"Apa kamu mencemaskannya?" balas Alena dengan bertanya balik dengan nada bicara yang terlihat tidak suka.
"Tidak, aku hanya ingin tahu keadaannya" Jawab Janu.
"Dia sudah mati" sahut Alena.
Janu terkejut dengan jawaban yang diberikan Alena, tidak menyangka jika Alena benar benar akan membunuh Willona.
"Boleh aku melihatnya?" izinnya dengan rasa takut.
"Tidak"
"Kenapa?" tanya Janu penasaran.
"Kamu tidak akan sanggup melihat keadaan Willona saat ini, Janu" sahut Eron menanggapi.
Melihat reaksi Janu yang kebingungan Eron hanya menghela nafas kasar karena harus menjelaskan apa yang terjadi.
"Alena membunuh mangsanya bukan hanya mengisap darahnya saja tapi dia juga akan bersenang senang bahkan bisa sampai tubuh mangsanya tak berbentuk. Jadi, bisa kamu bayangkan sendiri bagaimana mengerikannya kondisi Willona saat ini," jelas Eron.
Janu menatap Alena penuh rasa takut sekaligus tidak percaya, ternyata dibalik wajah cantik dan manis ini tidak hanya menyembunyukan identitasnya sebagai vampir tapi juga Psychopath.
"Sebaiknya kamu pulang, disini bukan tempatmu Janu," ucap Alena yang menyadari ekspresi wajah Janu.
"Izin kan aku melihat Willona sekali saja," pintanya memohon.
"Apa kamu tidak takut?" tanta Alena memastikan.
"Tidak," jawab Janu yakin.
"Baiklah, ikut aku." Alena berdiri dan diikuti oleh Janu mereka menuju ruangan yang terletak cukup jauh dari tempat mereka sebelumnya.
Tangan Alena terulur membuka pintu kayu tua dan berjalan masuk, Janu mengikuti Alena dari belakang dilihatnya sebuah ruangan yang gelap dan pengap tak ada cahaya lampu yang meneranginga hanya sedikit cahaya matahari yang masuk melalui lubang angin di ruangan itu.
Diujung ruangan itu Janu bisa melihat seorang wanita yang terikat di sebuah kursi dengan keadaan mengenaskan, lehernya penuh dengan sayatan, jantungnya yang diyakini sudah tidak berada pada tempatnya dan perut yang terkoyak memperlihatkan isinya.
Janu menutup mulut dan hidungnya segera saat mengetahui kondisi Willona saat ini, rasa mual tiba tiba menjalar di perutnya dengan air mata yang mulai menetes.
"Keluar jika tidak sanggung melihatnya, jangan membuatku merasa bersalah karena tangisanmu," geramnya kesal pada Janu.
Segera Janu berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Alena, dia kembali mendudukkan dirinya disebelah Eron dengan wajahnya yang terlihat pucat.
"Aku sudah memberitahumu sebelumnya, tapi kamu masih kekeh ingin melihatnya," decak Eron saat melihat Janu yang terlihat menahan tangisnya.
"Cengeng," ejek Alena yang baru saja kembali dari ruangan itu.
"Aku bukan cengeng, hanya belum terbiasa dengan situasi saat ini," elak Janu.
"Ya ya aku percaya, memang bukan hal yang mudah membiasakan diri hidup dengan vampir tanpa perasaan sepertiku," balas Alena tersenyum remeh kearah Janu.
"Tujuanmu kesini sudah selesai, sekarang ikut pulang bersamaku," ajak Eron yang langsung menarik tangan Janu.
"Sebentar, ada yang ingin ku tanyakan lagi pada Alena," tolaknya menepis kasar tangan Eron.
"Apa?" tanya Alena.
"Luka dileher Willona mengingatkan ku pada kasus penemuan mayat di sekitar taman kota beberapa bulan yang lalu. Apa itu juga ulahmu?" tanya Janu curiga dengan memicingkan mata kearah Alena.
"Iya" jawabnya santai yang membuat Janu semakin sadar bahwa Alena memanglah pembunuh berdarah dingin.
"Itu karena dia mengetahui identitas ku dan ketiga preman itu menyaksikan apa yang kulakukan, jadi aku membunuh mereka sebagai balasan karena mengetahui siapa aku," jelasnya.
Janu kehilangan kata kata untuk membalas ucapan Alena, dia tidak menyangka jika akan masuk dalam situasi yang sama sekali tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Mengenal Alena membuat perubahan dalam hidupnya, kini dia harus mulai terbiasa dengan kata membunuh dan dibunuh karena kehidupan Alena tidaklah jauh dari kata itu.
...***...
Satu minggu berlalu, Matteo masih memcari keberadaan putrinya yang hilang namun tidak ada tanda sama sekali akan keberadaannya. Bahkan kepolisian yang digerakkan dalam jumlah besar juga tidak membawakan hasil.
"Ayah, apa ada kabar tentang Willona?" tanya Alan yang baru memasuki rumah bersama dengan Javir dan Yuda.
"Tidak ada, hasil masih sama seperti kemarin," jawab Matteo frustasi.
Alan juga sama frustasinya, dia mengusap kasar surai rambutnya dan menggerang kesal karena adiknya yang belum juga ditemukan.
Javir dan Yuda yang melihat bagaimana kacaunya keluarga Alan hanya bisa diam dengan rasa iba, karena kata kata pun sepertinya saat ini tidak bisa menenangkan mereka yang kehilangan harta berharga mereka.
Dengan tiba-tiba mereka dikejutkan teriakan keras dari lantai atas, segera mereka berempat dan beberapa penjaga rumah berlari kearah sumber suara itu. Dilihatnya beberapa pelayan yang berkerumun di depan kamar Willona dengan wajah Shock dan pucat.
Tanpa berpikir panjang Matteo segera memeriksa dan dilihatnya jasad putrinya yang tergantung di dalam kamarnya dengan kondisi mengenaskan. Alan, Javir dan Yuda pun ikut terkejut dengan hal mengerikan yang mereka lihat.
Alan terduduk lemas didepan jasad sang adik begitupun Matteo yang terlihat menangis sebab kehilangan putri tersayangnya.
Kondisi keluarga Matteo sangat amat kacau saat ini, tangisan dari para pelayan juga terdengar memilukan, dan berita kematian putri bungsu Matteo telah menyebar dengan cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Adam Asror
sabar ya Matteo
2023-08-14
0