CHAPTER 9

Beberapa bulan berlalu kini Alena sudah terbiasa dengan identitasnya sebagai murid dan menjalankan kehidupan manusia pada umumnya.

Namun tidak dengan Janu, hampir satu semester dilalui dia masih memikirkan waktu yang tepat untuk memberitahu dan mempertemukan Alena dengan neneknya.

Selama ini Janu masih ragu untuk membicarakan tentang kebenaran Alena yang ternyata seorang vampir, dia takut jika temannya itu akan membunuhnya karena mengetahui identitas aslinya.

Dan itu juga berdampak pada kedekatan mereka yang semakin renggang. Seperti saat ini Janu lebih banyak diam saat ketiga temannya tengah bercanda, dia hanya memperhatikan dan sesekali mencuri pandang kearah Alena.

Alena tentu saja tidak bodoh dia tahu jika Janu sedikit menghindarinya dan selalu mencuri pandang kearahnya, hanya saja Alena tidak tahu apa yang membuat Janu seperti itu karena kemampuannya membaca pikiran tidak bekerja pada Janu.

"Alena, kira-kira kamu bisa atau tidak jika harus menggantikan Raya tanding futsal hari ini?" tanya Nathan dengan ragu saat baru saja tiba didepan Alena.

"Memangnya Raya kenapa?" tanya Mala penasaran.

"Kaki dia terkilir waktu pertandingan estafet kemarin" jawab Nathan dengan wajah memelas.

"Apa tidak bisa anak lain saja, jangan Alena, dia tidak bisa jika harus terkena panas terlalu lama" sahut Janu yang mulai terlihat khawatir.

Alena spontan menoleh kearah Janu yang belum sadar dengan apa yang diucapkannya barusan.

Melihat Alena menatapnya dengan ekspresi kaget Janu langsung menyadari ucapannya, dengan segera Janu membuang muka kearah lain agar tidak melihat Alena.

"Oh Maaf Alena, aku tidak tahu. Tidak ada anak lain lagi jadi aku mencoba menawarkan mu untuk mengantikan Raya," jelas Nathan.

"Tidak masalah, aku bisa mengantikan Raya" balas Alena yang tersenyum karena tidak tega melihat wajah Nathan yang nampak putus asa.

"Benaran? Kamu bisa?" tanya Nathan memastikan dengan senyum yang mulai merekah dibibirnya.

"Iya, lagi pula dikelas ini hanya aku yang tidak dapat bagian apapun, kalian sepertinya tidak enak mau menyuruhku," jelasnya.

"Eh, kamu tau ya. Maaf ya, kamu terlihat dingin dan acuh dengan sekitar jadi anak-anak yang lain segan mau mengajakmu, apalagi di tambah dengan ekspresimu yang terkadang terlihat menakutkan kita jadi berfikir dua kali kalau mau memdekatimu," ungkap Nathan dengan canggung takut jika itu akan melukai hati Alena.

"Itu Al, dengerin! Jangan terlalu sering pasang muka garang anak-anak yang lain jadi takut, kan" sahut Haidar dengan semangat.

"Ya mau bagaimana lagi, sudah dari setelan pabriknya muka aku seperti ini," jawab Alena.

"Ya sudah kalo begitu Alena nanti ambil kaos futsalnya di Lia sekretaris kelas, ya." Alena mengangguk lalu Nathan pergi dengan perasaan lega setelah mendapat pengganti Raya.

"Kamu serius ikut futsal?" tanya Janu setelah Nathan keluar dari kelas.

Bukan menjawab kini Alena justru menatap tajam kearah Janu yang berada disampingnya. Janu mengerti arti dari tatapan Alena, itu sebabnya dia segera mengalihkan pandangannya berusaha menghindari Alena.

"Lihat Aku, Janu!" pintanya.

Janu perlahan kembali menatap Alena dengan sedikit rasa takut. Sedangkan Alena masih terus menatapnya tajam.

Haidar dan Mala yang menyaksikan itu hanya bisa terdiam keheranan dengan isi pikiran masing masing.

"Kamu tahu sesuatu, kan?" tanya Alena penuh penekanan.

Lidah Janu kelu tak bisa berkata-kata, suara Alena mampu membuat Janu berkeringat dingin. Hingga suara Haidar memecah ketegangan antara Alena dan Janu.

"Kalian kenapa, sih? Ada masalah?" tanya Haidar.

"Tidak ada. Aku pergi cari Lia dulu mau ambil kaos, kalian duluan saja kelapangan." Alena beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar dari kelas.

Janu akhirnya bisa menghembuskan nafas lega saat Alena tak terlihat lagi di jangkauan matanya.

...***...

Selesai Alena mengganti pakaiannya dan menaruh seragamnya di loker segera dia menuju ke lapangan karena pertandingan lima belas menit lagi akan dimulai.

Sepanjang berjalan dikoridor Alena hanya fokus pada ponsel ditangannya, benda pipih itu berhasil menyita perhatiannya karena Haidar yang baru saja memperkenalkannya pada game yang sering dimainkannya bersama Janu.

Perhatiannya tiba-tiba teralihkan oleh sekelebat bayangan hitam yang melewatinya, meski tidak bisa melihat apa yang baru saja melewatinya namun indra penciumannya mampu mendeteksi bahwa itu adalah vampir.

"Aroma vampir ini sama dengan yang berada di dekat taman kota waktu itu" gumamnya.

Bayangan itu kembali melewatinya dengan cepat beberapa kali dan saat Alena hendak mengejar bayangan itu Nathan datang dengan tergesa gesa sembari memanggil nama Alena beberapa kali.

"Astaga kamu kemana saja, aku lelah mencarimu," katanya dengan nafas yang terengah-engah.

"Maaf, aku baru selesai menganti pakaian," jawab Alena.

"Ya sudah, ayo ke lapangan." Nathan menarik tangan Alena dan membawanya berlari agar cepat sampai.

Saat Alena pergi bersama Nathan, bayangan itu kembali dan berhenti di tempat yang tak jauh dari Alena berdiri tadi, dia terus menatap punggung Alena yang semakin menjauh lalu kemudian menghilang dari balik tembok.

Sepertinya kamu memang tidak mengenaliku, Alena. Batinnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!