CHAPTER 2

“Tyson, kamu bilang kalung ini bisa memanipulasi ku agar terlihat seperti manusia, benar?" tanya Alena yang sedari tadi memperhatikan kalung yang melingkar dilehernya.

“Benar," jawab Tyson dengan tidak mengalihkan perhatiannya dari laptop.

“Termasuk suhu tubuh?” tanya Alena lagi.

“Tentu saja,” jawabnya

“Tapi kenapa Janu bisa merasakan suhu tubuh asliku?" Tanya Alena yang semakin terheran dengan yang dia alami sewaktu di sekolah.

“Janu?" Tyson menghentikan kegiatan kemudian menatap Alena yang duduk disampingnya.

“Teman baruku, dia bisa merasakan tanganku yang sedingin es," jelas Alena.

“Aneh, seharusnya manusia biasa tidak akan bisa" lirih Tyson.

“Apa aku harus membunuhnya," bisik Alena.

“Sepertinya jiwa vampire mu memang sedang bangun” Tyson menjawab dengan sedikit kesal saat melihat mata biru Alena yang nampak sangat terang.

“Pergi ke dapur, disana ada beberapa kantung darah” jelas Tyson.

Tanpa menunggu lagi Alena segera menghilang dari sana,  Tyson yang melihat itu hanya bisa menggeleng kepala.

“Dia masih sangat liar,” gumamnya.

“sepertinya hal seperti ini pernah terjadi, tapi kapan itu?" sambungnya yang bertanyanya pada diri sendiri dan berusaha mengingat namun hal didepannya saat ini lebih penting, laptopnya masih menyala seakan menyuruh Tyson untuk segera memyelesaikan pekerjaanya.

...***...

Hari kedua Alena menjadi seorang murid, kini dia berjalan menyusuri koridor sekolah seorang diri, menjadi pusat perhatian karena wajahnya yang nampak asing bagi siswa lainnya.

Sepanjang perjalanan pandangan yang tertuju pada Alena nampak tak biasa, namun hal seperti itu bukanlah sebuah masalah bagi Alena, dia terus melanjutkan langkahnya dengan ekspresi yang tidak bersahabat.

Sampai di kelasnya yang terletak di lantai dua Alena segera menuju ke bangkunya menghiraukan teman sekelasnya yang juga ikut memperhatikannya.

“Alena, boleh aku bertanya?” tanya Nando selaku ketua kelas.

“Silahkan," jawabnya.

“Kamu kenal Dion?" tanya Nando dengan hati-hati.

Kening Alena mengernyit menampilkan ekspresi bingung dengan pertanyaan yang diberikan Nando. “Dion? Siapa?” tanya Alena.

“Dion Nalendra," jawabnya. "Kamu tidak mengenalnya?" sambungnya bertanya lagi pada Alena.

Alena hanya bisa menggeleng kepala sebagai jawaban.

“Dia Alumni terbaik sekolah ini. Dia bekerja sebagai sekretaris sekaligus tangan kanan dari CEO Alenxia Grub setelah dua tahun lulus. Tadi dia mencarìmu bersama beberapa pengawalnya.” Jelas Nando.

“Alenxia Grub?” kening Alena kembali mengernyit mendengar penjelasan Nando.

“Iya. Dan jika kamu terlibat masalah dengan mereka segera selesaikan, atau semua akan menjadi runyam," pesannya pada Alena.

“Terimakasih sudah memberitahuku. Tapi aku sama sekali tidak terlibat masalah dengan mereka, jadi kamu tenang saja" ujar Alena.

Nando tersenyum lalu kembali ke tempat duduknya.

Lain halnya dengan Alena, kini dia tengah menahan kesal pada seseorang.

Padahal aku ingin menjalani peranku dengan tenang. Tyson, kamu membuatku dalam masalah. Batinnya.

...***...

Alena menatap lekat makanan di depannya, sesekali melirik ketiga temannya yang dengan nikmat melahap makanan mereka.

Apa dia bisa memakan makanan ini. Itulah yang menganggu pikiranmya sejak tadi.

“Alena, kenapa tidak makan? Gak suka ya?" tanya Mala.

“Suka, ini baru mau dimakan,” jawabnya.

Dengan ragu tangan Alena bergerak mengambil sendok lalu menyendok makanan dan memasukkannya kemulut.

Rasa aneh yang dirasakan Alena dari mulutnya, dia yang biasanya hanya menerima amis darah kini harus mulai terbiasa dengan makanan manusia yang terdapat berbagai macam rasa dan bentuk.

Perlahan Alena mulai mengunyah makanan dan berusaha menelannya dengan tidak memuntahkannya. Dia tidak ingin mengundang kecurigaan temannya sehingga dia terpaksa menghabiskan satu piring nasi goreng.

Alena meletakkan kembali sendok yang berada ditangannya, dia merasa lega setelah selesai berperang dengan mulut dan tenggorokannya, langkah terakhir dia akan berperang dengan perutnya ketika pulang nanti, Alena akan memuntahkan semua makanan yang dimakannya hari ini karena pencernaannya tidak bisa mencerna selain darah, dan berkat kalung yang diberikan Tyson makanan itu bisa bertahan paling lama 8 jam diperut Alena.

Sayang seribu sayang disaat Alena baru selesai bergulat dengan makanan, kini dia mencium aroma darah yang sangat membuatnya mual. Aroma darah itu semakin kuat dan membuat Alena ingin mengeluarkan isi perutnya.

Tahan, Alena. Kamu pasti bisa. Batinnya.

“Hai," sapa seseorang yang baru saja datang bersama dua temannya.

“Kamu Alena, kan?” tanya lelaki tinggi dengan wajah bak pangeran itu.

Alena mengangguk.

“Aku Javir,” katanya sambil mengulurkan tangan kearah Alena.

“Alena,” jawab Alena dengan membalas uluran tangannya.

Ketemu.

“Mereka temanku, Yuda dan Alan” kata Javir memperkenalkan kedua temannya yang juga terbilang tampan.

“Maaf, bisa kalian pergi, kedatangan kalian sedikit mengganggu waktu makan kita," sahut Janu yang terlihat tidak suka dengan kehadiran Javir dan temanya.

Javir mengacuhkan ucapan Janu, namun dari ekspresinya dia terlihat kesal dengan Janu. Respon Javir yang negatif cukup membuktikan bahwa mereka memang saling tidak menyukai.

“Aku pergi, kita akan bertemu lagi nanti” pamitnya pada Alena dengan senyum yang terlihat tulus.

Jam dinding terus berjalan, waktu menunjukkan pukul 15.30 selama itu pelajaran masih terus berlangsung, dan Alena juga masih terus berusaha untuk menahan rasa mualnya.

Entah kenapa semenjak dia mencium aroma darah itu, rasa mualnya tidak hilang sampai saat ini. Hingga bell pulang berbunyi Alena segera keluar dari kelas mendahului teman temannya, dia menuju kebelakang sekolah dimana disana tidak ada seorangpun.

Setelah memastikan keadaan aman, Alena segera menggunakan teleportasinya karena sudah tidak tahan ingin memgeluarkan isi perutnya.

Hampir setengah jam Alena berada di kamar mandi akhirnya keluar dengan keadaan lemas.

Tyson yang entah sejak kapan sudah berada dirumah Alena segera berdiri dan mendekati Alena dengan membawa dua kantung darah.

Ini lah alasan kenapa alena tidak memuntahkan makanannya saat masih disekolah, karena setelah itu dia akan merasa haus darah sangat berbahaya jika dia merasa haus ditengah tengah kerumunan manusia.

"Kenapa bisa sampai lemas, Alena? bukannya memuntahkan makanan tidak akan membuat vampire lemas?" tanya Tyson.

"Entahlah, tadi aku mencium aroma darah yang sangat kental dan menyengat, cukup menjijikkan bagiku sampai membuatku mual dan kehilangan tenaga," jawab Alena.

"Darah? Kamu menemukannya?" Tanya Tyson terkejut.

"Iya, dan aku tidak menduga jika aroma darahnya memberi efek negatif cukup besar bagiku" jawabnya.

"Hanya dengan mencium aromanya bisa membuatku mual dan lemas, sepertinya aku memang akan mati jika meminumnya," sambung Alena.

Tanpa Alena sadari Tyson tengah memperhatikannya dengan tatapan sendu. Kalimat terakhir yang dia ucapkan mampu membuat Tyson bungkam, kekhawatiran serta rasa takut kembali mengahantui Tyson.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Tyson memastikan.

"Jauh lebih baik" jawabnya.

"Kalau begitu, pelajari ini." Tangan Tyson mengambil beberapa dokumen yang terletak dimeja, lalu memberikannya pada Alena.

"Apa ini?" tanya Alena saat dokumen itu sudah berada ditangannya.

"Itu berkas penting milik perusahaan, belum semuanya masih banyak berkas lagi yang belum ku bawa," jawab Tyson.

"Maksudku, kenapa aku harus memperlajari ini" tanyanya lebih jelas.

"Pertanyaan bodoh, perusahaan itu milikmu kamu yang membangunnya, jadi sekarang kamu yang akan mengelolanya langsung," jawab Tyson.

"Ayolah Tyson. Aku memang yang memulainya dan yang memyumbang ide dan strategi tapi kamu yang melakukannya di lapangan, aku tidak mau memgambil kedudukan mu, semua orang tau kamu CEOnya, aku hanya dibelakang layar" protes Alena.

"Tapi orang harus tau siapa otak dibalik suksesnya perusahaanku saat ini" bantah Tyson.

"Lalu apa orang akan percaya bahwa otak dibalik suksesnya Alenxia Grub adalah seorang murid SMA? Jawabannya tentu tidak," sahutnya kesal.

Alena beranjak meninggalkan Tyson yang masih duduk di ruang tengah, saat hendak membuka pintu kamarnya dia teringat akan sesuatu.

"Dan satu lagi, jangan pernah menyuruh Dion Nalendra dan anak buahnya mencariku disekolah, aku tidak ingin semua tau apa hubunganku dengan Alenxia Grub. Aku tau, kamu menyuruhnya karena aku tidak ada dirumah. Semalam-"

Alena menjeda kalimatnya, tarikan nafas darinya terdengar berat seakan kalimat selanjutnya sangat susah untuk diungkapkan.

"Aku pergi bukan untuk mencari mangsa, aku hanya kembali kehutan … karena aku merindukannya. Aku sangat merindukan Jarvis" sambungnya.

Alena menutup pintu kamarnya dan meninggalkan Tyson seorang diri.

Tangan Tyson meraih beberapa dokumen itu dan menatapnya lekat. Perusahaan ini adalah hasil dari pelampiasan kesedihan Alena, Tyson yang menyarankan Alena untuk sekedar membuat bisnis kecil agar bisa dia jadikan tujuan kelak saat dia mencari targetnya, namun siapa sangka bisnisnya bertambah besar dan memiliki nama di masyarakat.

Alenxia sendiri diambil dari nama Alena, yaitu Alena Bellenxia. Tyson lah yang memberikan nama itu, untuk mengingat perjuangan alena yang selama ratusan tahun menunggu targetnya untuk balas dendam.

"Sepertinya Jarvis memang akan selalu hidup dihatimu, Alena. Kita lihat, kedepannya kamu akan memilih orangtuamu atau Jarvis," ujar Tyson

Tyson beranjak pergi dari rumah Alena dengan membawa kembali dokumem perusahaannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!