CHAPTER 15

"Berita kecelakaan Darian Javir, apa benar itu ulahmu, Alena," tanya Tyson dengan tatapan tajam pada Alena yang kini duduk dihadapannya.

Alena mengambil selembar koran yang ada didepannya. "Iya," jawabnya santai.

Tyson mendengus kesal menatap Alena.

"Kenapa kamu bergerak sendiri dan tidak memberitahuku," protesnya.

"Baru saja aku mau memberitahumu," jawabnya dengan masih memandangi isi koran itu.

"Setelah berita itu menyebar? Terlambat," dengusnya kesal.

"Baiklah maafkan aku, lain kali aku akan memberitahumu lebih dulu," ucap Alena sedikit menyesalinya.

"Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?" tanya Tyson.

Alena tersenyum smirk kearah Tyson kemudian mengembalikan koran keatas meja.

"Membunuh mereka satu persatu," jawabnya yakin.

"Dan Javir akan menjadi target terakhir setelah dia menyaksikan kematian keluarganya," sambungnya.

"Alena, kamu tau kan semakin lama kamu berada didekat Javir itu semakin berbahaya," sahut Eron yang baru saja tiba.

"Aku tau, tapi aku masih berusaha mencari cara lain agar bisa membunuhnya tanpa harus menghisap darahnya," jawab Alena.

"Apa kamu sekarang mulai takut mati, Alena?" tanya Tyson.

"Tidak, aku sama sekali tidak takut jika harus mati karna kutukan itu, tapi aku akan berusaha untuk tidak mati sebelum aku bertemu dengan Jarvis," jawabnya tenang.

"Kamu masih menunggu janji itu. Alena, aku sudah bilang jangan terlalu berharap pada reinkarnasi," sahut Tyson dengan sedikit menaikkan intonasinya.

"Dia sudah berjanji padaku, jadi aku yakin dia akan menepatinya," balasnya.

Tyson menghela nafas lelah, tidak tau lagi harus dengan cara apa dia memberi tahu Alena.

Eron yang awalnya diam kini tiba tiba dia kembali mengingat sesuatu.

"Alena, apa kamu menyadari sesuatu?" Tanya Eron pada Alena.

"Apa?" balasnya dengan bertanya balik.

"Apa kamu merasa jika Janu terlihat mirip dengan Jarvis?" tanya Eron.

Alena dan Tyson seketika terdiam, suasana hening dalam beberapa saat sampai Alena mengeluarkan suara menjawab pertanyaan Eron.

"Iya, bahkan Tyson juga merasakan hal yang sama," jawab Alena.

"Bagaimana kamu tau, aku tidak pernah membicarakan hal itu padamu," sahut Tyson.

"Apa kamu lupa aku memiliki kemampuan membaca pikiran?" tanyanya meledek.

Tyson lagi-lagi hanya mendengus kesal karena dia melupakan hal itu.

"Lalu apa kamu berfikir bahwa Janu itu Jarvis?" tanya Eron lagi.

"Aku tidak tahu, tapi ada satu hal yang menurutku Aneh," kata Alena.

"Apa itu?" tanya Tyson.

"Aku tidak bisa membaca pikirannya," jawab Alen yang membuat Tyson dan Eron terkejut.

"Oh, bukan hanya dia, aku juga tidak bisa membaca pikiran Javir," sambungnya.

"Jika Javir mungkin itu karena kutukan yang kamu terima. Tapi Janu … apa alasan yang membuatmu tidak bisa membaca pikirannya?" tanya Tyson heran.

Ketiga vampir itu kini diam larut dalam fikiran masing masing.

...***...

Sisi lain Javir yang baru saja memasuki rumahnya disambut dengan kedatangam seseorang yang tidak dikenal tengah berbincang akrab dengan ayahnya diruang tamu. Padangan keduanya kini teralihkan oleh kehadiran Javir yang berada didepan pintu.

"Javir, kemarilah." Tangan Darian melambai menyuruh putranya untuk duduk disebelahnya.

Javir dengan ragu mengikuti perintah ayahnya.

"Perkenalkan dia paman Melvan, teman kakekmu dulu," ucap Darion pada Javir.

Javir melempar senyum pada Melvan yang kini menatapnya.

"Kamu tumbuh dengan baik Javir," ucap Melvan.

"Terimakasih Paman," jawabnya.

"Tapi sayangnya, takdirmu sangat rumit, kamu harus berhati hati," sambung Melvan yang membuat Javir bingung.

"Maksud Paman?" tanya Javir.

"Saya sudah mendengar apa yang terjadi padamu semalam, itu sebabnya saya datang kesini setelah sekian lama. Kecelakaan yang menimpamu itu memamg disengaja, kamu harus lebih berhati hati karena dia bisa saja berada disekitarmu," jelas Melvan.

"Maksud Paman, Javir punya musuh?" tanyanya lagi.

"Bukan musuhmu, lebih tepatnya musuh keluargamu dan kamulah targetnya," jelasnya.

Javir yang semakin tidak mengerti dengan penjelasan Melvan kini beralih melihat ayahnya untuk meminta penjelasan darinya.

"Ayah, apa maksud Paman Melvan?" tanya Javir.

"Sebenarnya ayah juga kurang mengerti karena kakekmu juga tidak pernah bercerita apapun pada ayah?" jawab Darian.

"Saya bisa menjelaskannya, tapi tidak sekarang karena kalian tidak tau apapun itu membutuhkan waktu lama untuk menjelaskannya, ditambah lagi saya harus memastikan sesuatu terlebih dahulu," jelas Melvan.

"Ayah, Javir kekamar dulu," pamitnya segera.

Darian yang hendak menghentikan putranya itu segera dicegah oleh Melvan.

"Biarkan saja," ucap Melvan.

Darian menghela nafasnya saat dirinya hanya bisa melihat punggung putranya yang kian menjauh menaiki tangga.

"Tapi, kenapa kamu tidak jujur dan mengatakan hal sebenarnya kepada Javir?" tanya Melvan.

"Aku bingung harus menjelaskannya darimana, ditambah Javir pasti akan sulit memahami masa lalu keluarganya karena dia tipikal anak yang tidak percaya akan hal mistis," jawab Darian.

"Ya sudah biarkan aku yang menjelaskannya, sekarang tugasmu melindungi putramu," pesannya pada Darian.

"Baik, terimakasih atas segala bantuanmu pada keluarga kami," ucapnya.

Melvan tersenyum menanggapi, kemudian dia berdiri dan pergi dari kediaman Darian, tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka dari jauh.

"Darian, apakah dia penyihir yang selama ini melindungi keluargamu," gumam Eron.

...***...

"Ini," ucap Janu dengan memberikan sebuah kotak berukuran sedang pada Alena.

"Nenek menjaganya dengan sangat baik selama ini, sekarang aku kembalikan gingseng emas ini pada pemiliknya," sambungnya saat Alena menerima kotak itu.

Alena membuka kotak itu dan keluarlah kilauan cahaya berwarna emas dari dalam kotak, senyum Alena merekah kala melihat peninggalan berharga milik keluarganya. Setelah puas melihat kini tangannya terulur untuk menutup kembali kotak itu.

"Janu, sebagai ucapan terimasih aku ingin memberimu ramuan yang dulu ayahku sering berikan pada bibi Lina, apa kamu mau?" tanya Alena.

"Tidak Alena, sama seperti jawaban nenek saat kamu menawarkan hal yang sama, aku tidak mau menyalahi kodratku sebagai manusia, takdirku sebagai manusia aku akan menerimanya, sakit ataupun mati aku juga akan menerimanya," jawab Janu.

Alena terlihat sedikit kecewa pada jawaban yang diberikan Janu.

"Lagi pula, ramuan itu menggunakan darahmu, aku tidak mau jika kamu harus menyakiti dirimu hanya untuk berterimakasih padaku," sambungnya.

"Baiklah, aku tidak akan memaksa, beritahu aku jika kamu kesulitan dan membutuhkan bantuan, aku akan dengan senang hati membantumu," tutur Alena.

"Kalau begitu bisakah kamu membantu ayahku, dia sebenarnya memiliki sedikit masalah dengan perusahaan milik keluarga Matteo," pinta Janu.

Alena mengernyitkan alisnya. "Matteo?" tanyanya.

"Iya, ayah dari Arsalan Matteo teman Javir yang biasa kita kenal sebagai Alan," jawabnya.

Alena mengangguk paham. "Baiklah, aku akan menyuruh Tyson mengurus masalah ayahmu."

"Terimakasih, Alena." ucap Janu dengan memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!