CHAPTE 18

Alena menikmati hari liburnya dengan berjalan jalan disekitar rumahnya, selama dia tinggal disini belum pernah sekalipun dia melihat lingkungan tempat tinggalnya karena hari harinya hanya dia habiskan didalam rumah. Bukan tanpa alasan Alena melakukannya, itu karena dulu dia belum terbiasa bertemu dengan manusia hal itulah yang membuatnya lebih memilih mengasingkan diri dari lingkungan manusia.

Setelan baju yang dikenakan Alena tak lepas dari pakaian panjang yang tertutup itu untuk melindunginya dari sinar matahari, meskipun ada kalung yang diberikan Tyson namun itu hanya berlaku delapan jam untuk Alena, tidak seperti Vampir lain yang bisa bebas selama apapun dibawah sinar matahari tanpa peduli dirinya akan terbakar.

Alena terus berjalan dengan melihat setiap hal yang dilewatinya, hingga dia berhenti disalah satu rumah yang bercat hitam dengan pagar yang menjulang tinggi. Instingnya merasakan ada sesuatu yang aneh dengan keadaan rumah itu, netranya terus menatap kearah bangunan itu hingga dia menyadari ada seseorang didalam sana yang juga sedang mengawasinya dari jendela.

Sosok itu tak terlihat jelas namun Alena dapat melihat seutas senyum yang ditujukan padanya, senyuman yang tak asing baginya. Kakinya hendak melangkah menghampiri sosok yang berada dijendela itu namun sebuah klakson mobil mengagetkannya dari arah belakang, Alena memberi jalan dan membiarkan mobil itu lewat dan saat di kembali melihat kearah jendela sosok yang akan dihampirinya menghilang, suasana yang aneh juga ikut menghilang.

"Apa yang sebenarnya terjadi" gumammya.

Tak begitu memperdulikan apa yang barusan dia lihat, Alena memilih lekas pergi dari sana dan kembali melanjutkan perjalanannya dan berhenti disebuah taman yang terletak tak jauh dari kawasan rumahnya. Dia mencari tempat duduk untuk beristirahat dan menikmati pemandangan pagi yang jarang dia lihat dihutan.

Baru merasa tenang dan bebas Alena kini menggela nafasnya kasar merasakan kehadiran seseorang yang sangat tidak dia harapkan.

"Kamu disini?" tanya Javir yang baru saja menghampiri Alena.

"Iya," jawabnya malas.

Tanpa diminta Javir ikut duduk disamping Alena yang sudah menahan mual akibat aroma darahnya.

"Kamu mau minum?" tawarnya yang menyodorkan sebotol mineral yang masih tersegel.

"Aku tidak haus" yolaknya dengan jujur.

Javir mengangguk lalu membuka botol minum itu dan meminumnya sendiri. Alena memperhatikan Javir dari samping terlihat wajah tampan itu yang kini basah oleh keringat netranya turun kearah leher yang membuatnya gagal fokus karena pembuluh darah yang terlihat jelas pada leher jenjang Javir. Dengan cepat Alena mengalihkan pandangannya kearah sebaliknya dan berusaha menahan diri.

"Alena, boleh aku bertanya?" ucap Javir yang melihat lurus kearah depan.

Alena membenarkan posisinya seperti semula. "Silahkan" jawabnya.

"Apa kamu sedang menyukai seseorang?" tanya Javir ragu.

Senyuman terukir dibibir Alena melupakan rasa mual yang dirasakannya sekarang. "Iya, bahkan rasa suka itu berubah menjadi cinta yang aku sendiri tidak tau cara untuk melupakannya" jawabnya.

Javir tersenyum singkat mendengar jawaban yang diberikan Alena.

"Apa itu artinya tidak ada kesempatan untukku?" tanyanya lagi.

"Tidak ada kesempatan untuk siapapun," jawab Alena.

"Tidak masalah aku akan terus mencobanya," kekehnya yang membuat Alena merasa semakin malas.

"Terserah." Alena melangkah pergi meninggalkan Javir yang masih duduk dibangku taman.

Asal kamu tau Javir, vampir hanya akan jatuh cinta sekali, jadi berusahalah sebisamu itu akan membuatku mudah menghabisimu. Batin Alena.

...***...

Malam hari yang sunyi membuat Alena dengan mudah melesat kemanapun dia mau, dengan jubah hitam yang dia kenakan membuat kesan mistis yang semakin terasa. Kini dirinya berada didepan rumah mewah yang terlihat sepi dari luar, matanya menelisik kesegala arah guna memastikan tidak ada seorangpun yang melihatnya.

"Kita mulai permainan ini." Tangannya terulur menutup kepalanya dengan tudung jubah itu, mata biru dan taring tajamnya mulai keluar, secepat kilat kini Alena berhasil masuk kedalam rumah itu. Dia berusaha menghindari beberapa penjaga yang berkeliaran di dalam rumah dengan sesekali bersembunyi dibalik tembok. Hingga akhirnya dia samapai didepan salah satu kamar yang menjadi tujuannya.

Perlahan Alena membuka pintu kamar itu dan menampakkan seorang gadis yang tengah tertidur diranjang dengan cahaya lampu yang temaram. Alena mendekati gadis itu dan menampilkan seutas senyum licik dibibirnya.

"Willona Matteo, kamu yang pertama," gumam Alena.

Willona yang merasakan kehadiran seseorang segera dia membuka matanya dan terkejut saat mendapati sepasang taring tajam dengan senyum menyeringai. Belum sempat dia berteriak Alena sudah berhasil membuatnya pingsan.

Segera Alena membawa Willona dengan tangannya sendiri dan keluar dari kediaman Matteo.

Alena membawanya masuk jauh kedalam hutan, dia meletakkan Willona disebuah kastil tua yang mana itu adalah tempat tinggalnya bersama orang tuanya dulu.

Tangan dan kaki Willina terikat pada sebuah kursi dengan Alena didepannya yang setia menunggunya sadar.

Selang beberapa saat Willona mengerjapkan matanya dan melihat sekelilingnya yang terasa asing dan menyeramkan.

"Sudah sadar, hm?" tanya Alena.

"Siapa kamu? Beraninya kamu menculikku. Apa kamu tidak tau siapa ayahku?" teriak Willona.

Suara tawa Alena menggema diseluruh ruangan, membuat Willona yang awalnya anggkuh mendadak diam mematung karena takut.

"Matteo adalah ayahmu, dan Alan adalah kakakmu, benar?" tanyanya dengan nada yang terkesan meremehkan.

"Kamu pikir dengan kekuasaan ayahmu saat ini bisa membuatku takut? Tidak. Justru aku bisa dengan mudah menghancurkan perusahaan ayahmu yang tidak sebanding denganku," sambungnya yang berjalan mengitari Willona.

"Tapi bukan itu tujuanku membawamu kesini. Aku membawamu kesini, untuk membunuhmu" bisiknya lalu memperlihatkan taring tajamnya pada Willona.

"Ta-Taringmu. Kamu … V-Vampir?" tanyanya ketakutan dengan keringat dingin yang bisa Alena lihat tengah mengalir dipelipisnya.

Tanpa memperdulikan rasa takut gadis didepannya kini taring tajam Alena dengan cepat menancap dileher Willona, ekspresi kesakitan yang tercetak jelas diwajah Willoma saat Alena menancapkan taringnya membuatnya sangat puas. Terlihat jika Alena menikmati makan malamnya kali ini, darah pertama dari keturunan manusia yang telah membantai keluarganya, inilah awal dari balas dendamnya.

Terpopuler

Comments

Adam Asror

Adam Asror

semangat author,.
aku dukung Alena sampai balas dendam

2023-08-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!