CHAPTER 10

Alena menerobos kerumunan siswa yang berada ditepi lapangan dengan tangannya yang masih di pegang oleh Nathan, bersyukur karena dia seorang vampir jika manusia biasa pasti akan merasakan sakit sebab cengkraman Nathan sangatlah kuat.

"Nathan, sepertinya kamu gemar olah raga ya?" tanya Alena dengan menatap pergelangan tangannya.

Nathan mengikuti arah pandang Alena sehingga dengan cepat dia melepas genggamanya.

"Maaf, Alena. Sakit ya?" tanya Nathan.

"Sedikit," jawab Alena.

Nathan masih menatap pergelangan tangan Alena dengan rasa bersalah.

"Jangan khawatir, aku tidak selemah itu ini bukan apa apa," ucapnya menenangkan Nathan yang masih terus merasa bersalah.

Nathan mengangguk, lalu mempersilahkan Alena untuk menyusul yang lain ke tengah lapangan.

Baru saja bergabung dengan temannya untuk memulai pertandingan Alena dikejutkan dengan kehadiran Javir yang membawa bola ditangannya serta peluit yang tergantung dilehernya. Dengan cepat Alena menutup mulut serta hidungnya menahan aroma yang terus menerobos masuk ke indra penciumannya.

Astaga, jika saja tau dia yang akan jadi wasit aku tidak akan menerima tawaran Nathan. Batin Alena.

Sedangkan di tepi lapangan Janu yang juga melihat kehadiran Javir mulai merasa cemas dengan keadaan Alena.

Janu ingin membawa Alena pergi dari sana untuk menghindari Javir, namun langkahnya terhenti saat menyadari tatapan Alena yang tertuju pandanya.

Kenapa Alena menatapku seperti itu? Apa dia menyadari kalau aku tau tentangnya. Batin Janu dengan kembali memundurkan langkahnya.

Alena menarik nafasnya dalam untuk menguatkan dan meyakinkan dirinya sendiri.

Javir meniup peluit tanda pertandingan dimulai, tim Alena yang mendapat bola mulai menggiring dan mengoper ke sesama pemain.

Terlihat Alena sangat mahir dalam permainan ini meski terbilang ini baru pertama kalinya dia bermain futsal, namun dia sudah sering melihatnya di televisi dengan kemampuannya sangat mudah baginya untuk cepat memahami teknik dan cara bermain.

Alena dan timnya terus memimpin scors selama pertandingan itu membuat sorakan dari teman sekelasnya semakin ramai dan semangat. Namun tidak dengan Janu, selama awal pertandingan Janu masih melihat Alena baik baik saja meski tengah menahan aroma menyengat dari darah Javir, tapi kini yang dilihatnya Alena tampak tengah menahan sakit dan sesekali matanya berubah menjadi biru, mungkin tidak ada yang menyadarinya karena Alena pandai menyembunyikan itu tapi Janu yang memang tengah fokus pada Alena bisa melihat hal itu, kekhawatiran sangat terlihat jelas tercetak diwajah Janu.

Sedangkan jauh diluar lapangan terlihat seseorang yang mengenakan jaket dan topi berwarna hitam menatap kearah lapangan dengan mata biru serta taring tajamnya yang keluar. Sosok itu terus saja memperhatikan pergerakan Alena sambil sesekali menggelengkan kepalanya.

"Senekat itu kamu Alena, padahal kamu tau sendiri pertahananmu terhadap sinar matahari paling lemah diantara Vampir lain," gumamnya dengan menatap khawatir kearah Alena.

Alena merasakan kehadiran seseorang yang dekat dengannya namun itu terasa asing, matanya mulai mencari kesegala arah namun tidak menemukannya.

Dengan tangan yang mulai meremat dadanya yang terasa semakin sakit Alena terus memaksakan dirinya untuk melanjutkan pertandingan. Hingga saat dimana pertandingan berada di ujung waktu tim lawannya menggiring bola dan menendangnya kearah gawang namun yang terjadi bola itu mengenai tiang dan terlempar jauh keatas.

Javir yang menyadari bola mengarah kearahnya bersiap menangkap namun dirinya terlalu berjalan jauh kebelakang sehingga tidak menyadari jika dirinya telah keluar dari lapangan, kakinya terus melangkah kebelakang dengan mata yang terus tertuju pada bola diatas mengakibatkan dia tersandung oleh kakinya sendiri dan terjatuh dengan kepala yang membentur ujung kursi yang berada di tepi lapangan. Seluruh siswa yang berada disana terkejut dan segera menghampirinya.

Berbeda dengan Alena, wanita itu justru masih terdiam ditempatnya berusaha menahan diri saat melihat darah mengalir di kening Javir.

Sial, kenapa darahnya terlihat sangat manis. Batinnya.

Alena mulai kehilangan kendali akan dirinya, dia mulai berjalan mendekati Javir dengan menerobos kerumunan siswa, mendudukkan dirinya didepan Javir dengan mata yang terus tertuju pada darah yang masih mengalir. Aksi Alena ini mampu menarik perhatian mereka yang berada disana terutama Javir.

"Kamu kenapa, Alena?" tanya Javir yang tidak didengar oleh wanita didepannya itu.

"Wajahmu pucat, kamu sakit?" tanya Javir dengan khawatir saat melihat Alena yang terlihat pucat dan pandangannya kosong.

Alena semakin mendekat kearah Javir membuat semua yang ada disana keheranan, tepat saat taringnya hendak keluar sebuah tepukan dibahunya dan seseorang yang memanggil namanya mampu membuat kesadarannya kembali.

Dengan cepat tangan itu menarik Alena keluar dari kerumunan, dia dengan paksa membawa Alena kebelakang sekolah. Karena kesadarannya yang baru kembali Alena tak sempat melihat siapa yang menariknya, namun kini saat sudah berada di belakang sekolah dan pria itu berbalik menatapnya Alena terkejut rupanya dia adalah Janu.

"Kenapa kamu menarikku dan membawaku kesini?" tanya Alena.

"Jika aku tidak membawamu mungkin kamu sudah mati, dan membuat heboh seluruh sekolah," jawab Janu.

Alena mengernyitkan dahinya. "Maksudnya?" tanyanya yang berpura pura tidak tahu.

Janu mengatur nafas dan engumpulkan keberaniannya, mungkin ini saatnya dia untuk jujur.

"Aku tau … Aku tau siapa kamu, aku tau tujuan kamu kesini, dan … Aku tau siapa target kamu," jelas Janu dengan nada bergetar menahan takut.

"Aku tau kalau kamu … Vampir," sambungnya.

Hening, bahkan terlalu hening sampai suara angin terdengar jelas di indra pendengaran Janu, udara yang awalnya hangat kini mulai terasa dingin membuatnya merinding.

Janu mulai menyadari perubahan suasana disekitarnya adalah karena Alena, kakinya mulai melangkah mundur guna menjauh dari wanita yang kini tengah menunduk terdiam. Langkahnya seketika terhenti saat mendengar Alena yang tertawa pelan namun terdengar menakutkan.

"Aku sudah menduganya jika kamu tau sesuatu tentangku, tapi … Kamu tidak seharusnya memgetahuinya, Januar." Alena mendongak menatap Janu dengan mata birunya.

Kakinya perlahan melangkah maju mendekati Janu yang terdiam kaku ditempatnya, taring tajam keluar ditengah langkahnya mendekati Janu.

"Mati adalah balasan untuk seseorang yang mengetahui identitasku," ucap Alena.

"Tidak, kamu tidak boleh membunuhku Alena," sahutnya dengan terus menggelengkan kepala.

Alena kini sudah berada tepat didepan Janu, sudut bibirnya terangkat sebelah kala melihat Janu yang ketakutan dengan keringat dingin disekitar dahinya.

"Dengan alasan apa aku tidak boleh membunuhmu, hm? Sedangkan kamu sendiri berani mengetahui rahasiaku." Tangan Alena bergerak mengusap keringat dingin yang mengalir di pipi Janu.

"Aku tau rahasiamu karena diberitahu seseorang, percayalah aku tidak bermaksud mengetahuinya" balas Janu.

"Jangan mengarang cerita di batas umurmu Januar, tidak ada manusia yang tahu identitasku" tegas Alena.

"Nenek Lina, kamu pasti mengenalnya kan? Dia … Dia nenek ku, meski bukan nenek kandung tapi dia sudah jadi bagian keluargaku," jelas Janu kali ini berharap Alena percaya padanya.

Alena jelas terkejut dengan apa yang diucap Janu, langkahnya perlahan mundur memberi jarak antara dirinya dan Janu, mata biru yang perlahan menghilang serta gigi taringnya yang kembali normal. Alena terus menatap kearah mata Janu untuk mencari jejek kebohongan disana namun yang terlihat hanya pancaran ketakutan dari sorot matanya.

"Apa kamu berusaha berbohong, Janu?" tanya Alena.

"Tidak, tolong percaya padaku. Nenek Lina yang memberitahu semua tentangmu, nenek juga memintaku untuk membawamu menemuinya," jawab Janu dengan penuh harap.

Alena masih menatap ragu kearah Janu, membuat Janu menghela nafasnya.

"Percaya sama aku, Alena. Mungkin kamu bisa mencium aroma gingseng emas dalam diriku, itu karena nenek yang memberiku ramuan itu," jelasnya.

"Benar, gingseng emas, pantas saja aku tidak asing dengan aroma ditubuhmu dan pantas saja kamu bisa merasakan suhu asliku," sahut Alena dengan mata berbinar.

"Sekarang kamu percaya padaku?" tanya Janu.

"Tidak, sebelum kamu mempertemukanku dengan bibi Lina," jawab Alena dengan nada bicara yang telah kembali normal.

Janu tersenyum lega mendengar jawaban Alena, setidaknya kali ini Alena masih mempercayainya walau tidak sepenuhnya.

"Baiklah, secepatnya aku akan mengajakmu menemui nenek," ujarnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!