Alena sudah berada dikediaman keluarga Elgar sejak satu jam yang lalu, di depannya kini sudah ada Jamu dan orang tuanya yang terlihat canggung juga sedikit cemas karena sejak kedatangannya Alena hanya diam tanpa ekspresi.
Ditengah suasana yang semakin canggung terdengar ketukan pintu yang berasal dari pintu utama, nyonya Elgar segera bergerak untuk membuka pintu itu dan melihat Tyson serta dua orang lainnya dibelakangnya.
"Saya Tyson," kata Tyson memperkenalkan dirinya ketika melihat raut wajah bingung dari wanita itu.
"oh, iya silahkan masuk," sambutnya dengan ramah.
Melihat kedatangan Tyson, Janu dan Ayahnya berdiri dan menyambut mereka dengan ramah, berbeda dengan Alena yang masih saja duduk dengan tangannya dilibat didepan dada.
"Lama," ucapnya kesal.
"Maaf ya, Alena. Keadaan jalanan sangat macet saat perjalanan kesini," jelas Tyson.
"Kalian kan bisa gunakan teleportasi, kenapa harus susah susah terjebak macet," balas Alena.
"Ada Dion yang bersama kita, kamu lupa dia manusia?" sahut Eron.
"Ck, kenapa harus dibawa manusia kelinci itu, merepotkan," protes Alena dengan menatap kesal pada Dion.
Mendengar itu Dion juga tak kalah kesal dengan Alena, tetapi dia hanya bisa diam dan mencercanya didalam hati.
Vampir menyebalkan. Batin Dion.
"Jangan mengumpatku dalam hati, aku masih bisa mendengarnya Dion Nalendra," ketusnya.
Dion terkejut sekaligus kepalang malu karena ketahuan mengatai adik dari bosnya itu.
"Sudah hentikan, tidak enak jika harus bertengkah dirumah orang," lerai Tyson dengan tegas pada Alena dan Dion.
Janu serta orang tuanya hanya memandangnya satu sama lain ketika melihat pertengkaran keluarga Vampir didepannya itu.
"Maaf, tuan Tyson. Apa kita bisa berangkat sekarang?" tanya Tuan Elgar.
"Bisa, silahkan anda memimpin kami akan mengikuti dari belakang," jawab Tyson.
Mereka akhirnya menuju kehalaman belakang kediaman Elgar, halaman itu sangat luas dengan ditumbuhi beberapa pohon rindang, jauh didepan sana terdapat bangun tua yang cukup besar dan masih terawat.
Mereka berjalan melewati jalan setapak yang beralaskan batu kecil, terdapat beberapa lampu yang terpasang untuk menerangi jalan jika malam hari. Tempat ini terlihat seperti hutan namun tidak cocok disebut hutan, tanaman dan bunga yang tersusun rapi dan terawat terletak di beberapa sudut.
"Kenapa bibi Lina berada jauh dari tempat tinggal kalian?" tanya Alena yang masih berjalan dibelakang Janu.
"Nenek sendiri yang memintanya, dia sudah tinggal disana jauh sebelum aku lahir," jawab Janu.
"Ayah saya bilang, nenek Lina ingin tinggal ditempat yang tak jauh berbeda suasananya dengan tempat tinggalnya dulu, jadi ayah dan kakek saya membuat tempat ini sebagai bentuk balas budi pada nenek Lina," sambung Tuan Elgar yang berada di barisan paling depan.
"Aku bisa mencium aroma bibi Lina dari sini, aromanya masih sama tidak ada yang berubah," ucap Alena dengan senyum bahagianya.
"Benar, aku juga merasakannya," sahut Tyson yang tak kalah senang dari Alena.
Langkah mereka memasuki pagar kayu yang terpasang melingkari rumah itu, didepan mereka kini terdapat pintu tua yang kemudiam ayah Janu membuka pintu itu dan berjalan kearah samping kanan dimana disana terdapat pintu lagi yang lebih besar dari pintu sebelumnya.
"Janu, kamu saja yang membukanya," pinta tuan Elgar pada putranya.
Janu mengangguk dan kemudian berjalan mendekati pintu dan membukanya. Pandangannya tertuju pada Alena yang kini juga melihatnya.
"Alena, mau masuk lebih dulu?" tawar Janu.
Alena menganggukkan kepala, kemudian Janu memberinya jalan untuk masuk lebih dulu. Setelah Alena masuk kemudian disusul oleh Janu, Tyson dan yang lainnya.
Netra Alena melihat sosok wanita tua dengan rambut yang telah memutih terbaring diatas kasur, tubuhnya terlihat sangat kurus dan lemah. Alena mendekatinya dengan pelan namun sepertinya sosok itu merasakan kehadirannya.
Matanya terbuka dan mendapati Alena yang sudah berada disampingnya, senyumnya terukir bahagia melihat sosok yang amat dia rindukan selama ini.
"Nona Alena," Sapanya.
"Iya ini Alena. Bibi apa kabar?" tanya Alena.
"Seperti yang Nona lihat," jawab Lina tersenyum.
"Nona sendiri bagaimana kabarmu?" sambungnya.
"Alena baik, karena ada Tyson yang menjaga Alena," jawabnya.
"Bibi, senang melihatmu lagi, Nona." Senyum Lina sama sekali tidak luntur dari bibirnya.
Pandangan Lina beralih kearah Tyson yang berdiri dibelakang Alena dan memberikan senyum tulus kearahnya, Tyson membalas senyuman itu dengan menganggukkan kepala.
Kini pandangan Lina bergeser kesebah kanan Tyson dimana disana ada Eron yang berdiri menatapnya.
"Eron, kamu juga selamat?" tanya Lina.
"Iya Bibi, Jarvis yang telah menolongku," jawab Eron.
Melihat reaksi Lina yang tidak terkejut sama sekali membuat Alena merasa bingung, pasalnya Lina hanya tersenyum seolah telah mengetatahui hal itu.
Lina yang menyadari reaksi Alena dengan segera dia menjelaskannya.
"Bibi tahu jika Eron sempat menyelamatkan dan merawat Jarvis saat ayahmu berusaha membunuhnya. Bibi juga yang memberikan ramuan bunga tulib hitam itu pada Jarvis agar dia bisa memberikannya pada kalian yang membutuhkan," jelas Lina.
"Lalu apa Bibi juga tahu jika Jarvis tewas ditangan mereka?" tanya Tyson.
Lina manatap Alena sebentar sebelum menjawabnya. "Iya, Jarvis tewas saat berusaha menyelamatkan saya yang waktu itu tertangkap oleh mereka."
Mata Alena memanas mendengar satu fakta lagi tentang kekasihnya, kini tak ada lagi kekecewaan dihatinya terhadap kekasihnya yang telah berkhianat pada keluarganya, justru rasa terimakasih yang tak bisa diucapkannya secara langsung karena berkatnya kini Alena masih bisa melihat orang yang merawatnya sejak kecil.
"Bibi, mengingat pengorbanan Jarvis yang rela mati demi menyelamatkan bibi, sekarang Alena juga mau melakukan hal yang sama. Alena sudah tahu apa yang ayah Alena berikan pada bibi, jadi biarkan Alena yang melakukan itu sekarang, dengan darah Alena dan juga gingseng emas Bibi bisa kembali seperti tiga ratus tahun yang lalu, Bibi mau kan?" tawarnya dengan harapan Lina bisa kembali melanjutkan hidup bersamanya.
"Tidak Alena, Bibi tidak mau jika kamu melakakukannya. Hidup bibi cukup sampak disini saja ya Alena, karena masa Bibi memang seharusnya sudah lama berakhir," tolaknya.
"Tapi-"
"Bibi manusia, Alena. Tidak seharusnya melakukan hal itu dan menyalahi kodrat, jadi biarkan saya bebas ya, saya bertahan hanya untuk memunggu kamu sekarang keinginan saya sudah terpenuhi," sambungnya.
Dengan berat hati Alena mengangguk disertai air mata yang memgalir di pipi nya.
"Tolong lupakan dendam kamu ya, karena itu bisa membuat kamu terluka," pintanya pada Alena.
Alena yang tadinya menunduk kini dengan cepat mengangkat kepalanya dan menggeleng.
"Tidak, Alena tidak akan berhenti sebelum dendam Alena terbalas meski nyawa Alena jaminannya," tolaknya dengan tegas.
"Alena dengar, meskipun kamu berhasil membalaskan dendam mu, kamu hanya akan merasakan sakit untuk kedua kalinya, Bibi tidak mau kamu menyesal karena terlalu dalam menaruh dendam," jelas Lina yang masih terus mendapat tolakan dari Alena.
"Baiklah, Bibi tidak bisa memaksamu Alena," ucapnya.
Lina beralih menatap Janu yang berdiri diam disamping Eron sejak kedatangannya.
"Janu, terimakasih karena kamu Nenek bisa bertemu Alena sekarang," ucapnya.
"Tidak perlu berterimakasih, Nek. Memang sudah seharusnya Janu melakukan itu," balasnya tersenyum tulus.
"Ingat pesan nenek, ya. Dan jangan lupa kembalikan gingseng emas pada pemiliknya," pintanya pada Janu.
Janu mengangguk. "Iya nek, akan Janu kembalikan gingseng emas pada Alena." jawabnya.
Lina tersenyum melihat satu persaru orang yang berada didepannya saat ini. Perlahan matanya mulai sayup dan beberapa detik kemudian Lina menutup matanya untuk selamanya.
"Bibi, Bibi bangun," tangisan Alena pecah saat berusaha membangunkan Lina.
Dibelakangnya sudah ada Janu dan orang tuanya yang juga ikut menangis, Eron dan Dion yang berusaha menahan air matanya saat mendengar tangisan Alena yang terdengar pilu. Hanya Tyson yang terlihat tegar dan berusaha menenangkan Alena.
"Alena, tenangkan dirimu jangan sampai kamu tidak bisa mengontrol dirimu dan membahayakan kita semua." ujar Tyson yang terus berusaha menenangkan Alena.
Namun tangisan Alena sama sekali tidak mereda, dan Tyson mulai merasakan kekuatan Alena yang tak terkendali mengakibatkan barang yang berada dikamar itu berguncang.
Janu serta orangtuanya seketika menghentikan tangisannya saat menyadari hal yang sama dengan Tyson. Segera Tyson meminta bantuan Eron untuk membawa Alena pergi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
"Eron, bantu aku, kita harus membawa Alena jauh dari manusia." Eron menurut dan kini dia telah berada disamping Alena.
"Dion, tolong kamu bantu keluarga Elgar untuk mengurus pemakaman, saya akan kembali setelah menenangkan Alena." perintahnya pada Dion.
"Baik Bos," jawab Dion.
Setelah mendengar jawaban Dion, Tyson dan Eron segera pergi membawa alena secepat kilat keluar dari bangunan tua itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments