Pernikahan Karena Satu Malam
Hari yang begitu terik, membuat seorang gadis menutupi matanya menggunakan buku yang berada di tangan kanannya dari silaunya matahari di siang hari.
Inilah dia, gadis cantik bernama Elena Valentine Ermolaev dengan berperawakan tinggi layaknya tinggi badan pria, berwajah tegas, rambut panjang yang terlihat sangat terurus, kulit putih bersih, hidup mancung, dan bibir kecil berbentuk love.
Dia berjalan dengan langkah lebarnya sedikit lebih cepat menuju gedung tinggi tempat dia menempuh pendidikannya karena panasnya matahari yang begitu menyengat kulit putihnya.
"Elena, loe dari mana sih? lama banget deh." tanya seorang gadis yang lebih pendek dari Elena namun begitu manis dan lucu. Iya, namanya Anira.
"Entah deh, memang gini anaknya." ujar seorang gadis lain seusia mereka dengan memutar bola matanya malas. Namanya Gina.
"Sorry, tadi gue nganter bunga dulu ke pelanggan disuruh mama." jawab Elena sembari meletakkan tasnya di kursi paling depan tempat dia duduk.
"Udah udah, kita ke kantin aja yuk. Rapatnya satu jam lagi katanya, jadi kita bisa makan dulu." Kali ini seorang pria yang berujar. Namanya putra, dia sangat manis dengan kedua lesung pipi di pipinya. Dia sama tingginya dengan Elena. Disampingnya juga ada pria seusia mereka, hanya saja dia asik bermain hp sedari tadi. Namanya, Viktor.
"Yauda yuk." sahut mereka kompak.
"Gue gak sabar deh, cepet cepet lulusnya. Udah cape gue ngadapin dosen dosen ini. Ada yang pelit nilai lah, ada yang galak, ada sok ngartis, haduh cape deh." ujar Gina disana sambil mengunyah baksonya nikmat. Semua mengangguk setuju.
"Wah, loe bener banget sih, untung aja tinggal 3 bulan lagi kita lulusnya." sambung Putra disana tenang setelah menghabiskan nasi goreng miliknya.
Tring.....pesan masuk
Elena menatap hp nya yang berdering pesan. Sebentar membaca pesan, Elena mengerutkan keningnya heran membaca pesan itu.
"Dari siapa lena?" kali ini Viktor yang berbicara. Dia tidak lagi bermain hp nya. Teman temannya juga menatap Elena penasaran, apalagi melihat reaksi Elena yang setelah membaca pesan itu.
"Ini pesan dari pak Genda, dia suruh gue ke ruangannya." Jawabnya sedikit gelisah.
Tring....
Teman teman Elena menatap hp mereka masing masing karena berbunyi pesan masuk.
"Loh ini pak Genda juga panggil loe melalui grup Lena, ada apa ya?" ujar Anira disana bingung.
"Loe ada masalah sama bapak itu?" tanya putra disana serius.
"Gak mungkinlah, orang Elena anak kesayangan bapak itu." Bukannya Elena yang menjawab melainkan Gina sambil memukul pelan lengan putra tidak percaya.
"Iya juga sih. Tapi disini dibilang bapak itu mau menyampaikan sesuatu yang serius. Gak biasanya deh, biasanya juga langsung didepan kita semua pas dikelas." ucap Putra.
"Udah udah, yang ada gue ngak pigi pigi karena kalian nanya terus. Gue pigi dulu ya." ujar Elena disana mencoba tenang sambil berdiri dan segera pergi. Sebenarnya dia juga sedikit gelisah, karena tak biasanya seperti ini. Dia memang dekat dengan pak Genda yang merupakan salah satu atasan dosen, hanya saja dia masuk ke kelas mereka untuk mengajar. Dia dekat karena dia cukup aktif sewaktu belajar bersama pak Genda.
"Jangan lupa kabarin ya." teriak Anira disana kuat melambaikan tangan.
Aduh...
"Apa sih putra, sakit banget woy." ujar Anira meringis karena putra mencubit lengan tangannya. Putra memang sangat suka mencubit orang apalagi cubitannya sangat sakit. Orang orang mungkin tidak menyangka seorang Putra yang kelihatan cool sebenarnya suka mencubit.
"Loe yang apa-apaan! Bisa ngak sih gak usah teriak teriak, telinga gue sakit dengar suara loe! lumayan enak didengar!" sahut putra ketus disana menatap tajam Anira.
Gina dan Viktor hanya menggeleng saja melihat mereka. Mereka sudah bosan melihat keseharian mereka ketika berkumpul pasti harus melihat pemandangan ribut seperti ini.
Sesampainya di ruangan yang cukup besar dan tertata rapi, Elena masuk dengan pelan sambil menatap kesetiap sudut ruangan, lalu tatapannya terhenti kepada dua pria yang sudah berumur dengan pakaian jas rapi yang mereka pakai sedang menatapnya.
"Mari, silakan duduk Elena." ujar satu pria yang tak lain adalah Genda dengan senyum tipisnya. Elena hanya mengangguk sembari duduk ditempat yang ditunjuk dengan senyum manisnya. Siapa sangka dia akan bertemu dua orang penting di universitas ternama ini.
Keadaan sangat hening dengan hanya terdengar suara ac. Namun tak lama kemudian, akhirnya pembicaraan dimulai.
"Kamu tau apa yang membuat kamu dipanggil kesini?" tanya Genda dengan tegas disana. Elena menjadi gelisah mendengarnya.
"Saya tidak tau pak, kan bapak belum kasih tau." jawab Elena polos disana sedikit menunduk. Namun, tak lama kemudian Elena terkaget mendengar gelak tawa dari kedua pria penting ini.
"Haaahahha." tawa Genda bersama pria seusianya yang bernama Moris. Mereka adalah sepupu dan universitas ini adalah milik kakek mereka.
Elena diam menatap mereka heran. Apa ada yang salah? Apa dia salah berbicara? Dimana titik lucunya? Bukannya benar jawaban darinya?
"Kenapa pak?" tanya Elena heran menatap mereka bergantian.
"Tidak tidak! Jawabanmu benar namun itu sangat lucu." jawab Moris disana memberhentikan tawanya perlahan.
"Apa yang lucu?" batin elena.
"Selamat ya Elena." ujar Genda disana tersenyum hangat sambil memberikan surat berkertas putih disana.
Elena diam menatap kertas itu dan perlahan mengambilnya.
"Saya buka?" tanya Elena meminta izin disana ragu.
"Tidak kamu jual saja." jawab Moris disana mendengus bercanda.
"Ya silahkan dibuka Elena." sambung Genda disana.
"Serba salah, nanti langsung dibuka dibilang lancang, ditanya dulu mereka kesal, huhh." batin elena.
Perlahan namun pasti, Elena membuka surat itu.
"Wah." gumam Elena kaget membekap mulutnya menggunakan tangan kanannya sembari terus membaca isi surat dengan tangan kirinya memegang surat itu.
"Ini serius pak?" tanya Elena disana tak percaya setelah selesai membacanya. Dia masih membelalak menatap isi surat itu.
"Ya tentu saja. Selamat ya. Kamu salah satu mahasiswa diantara beberapa mahasiswa yang akan lulus dipercepat. Kamu hanya perlu menunggu sebulan lagi." ujar Moris disana menjelaskan.
Mata elena sedikit berkaca kaca mendengarnya.
"Tapi kenapa pak?" tanya Elena disana.
"Kamu ini, banyak tanya sekali. Yang penting kamu akan lulus sebulan lagi, ini semua karena usahamu yang tiada henti. Surat ini, beritahu kepada orangtuamu, mereka pasti bangga. Kami tidak perlu untuk mengundang orang tua, karena ini bersangkutan langsung kepada orang yang bersangkutan. Nanti, akan diberitahu lewat grup lagi agar teman temanmu yang lain bisa mengetahuinya." ujar Genda disana tenang.
"Baik terimakasih pak." sahut elena disana mencoba menjaga sikap. Dia takut dia akan menari-nari dihadapan dua pria penting ini. Tapi tak dapat dipungkiri, dia tetap saja tidak bisa memberhentikan senyum lebarnya.
"Oh iya, jangan pulang dulu. Kalian yang mendapatkan hak istimewa ini tetap mengikuti rapat. Rapatnya tinggal 15 menit lagi akan dimulai." ujar Moris disana.
"Baik pak, sekali lagi terimakasih." jawab Elena disana lalu segera pergi dengan senyum lebarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments