"Oh gapapa kok. Dan jangan lupa hm." ujar Elena cengengesan.
"Apanya?" tanya Sean tidak mengerti.
"Kalo pas hari pernikahannya, aku diundang ya. Pasti banyak makanan enak." ujar Elena tersenyum tengil. Sean terkekeh mendengarnya.
"Iya pasti. Yasudah, dimakan ya. Aku mau keruangan ku dulu." ujar Sean langsung pergi setelah Elena mengangguk.
Hari sore sangat indah. Langit biru indah tetapi menjelang sunset. Disebuah taman yang masih ramai didatangi orang orang, terlihat Elena yang sedang berolahraga dengan berlari sore. Keringat bercucuran membasahi wajahnya. Elena terlihat sangat bersemangat, walaupun tadi dia sempat merasa lemah. Tetapi setelah berolahraga, Elena merasa lebih segar. Karena lelah, Elena memilih duduk sebentar disebuah kursi panjang sambil menikmati keramaian. Elena sangat menyukainya. Ada orang yang bermain bersama anak anak mereka, ada yang bermain bersama peliharaan mereka, ada yang melukis, ada yang bernyanyi, ada yang bermain sepeda, ada yang senam, ada yang lari sepertinya dan banyak kegiatan lain yang dilakukan orang orang yang ada di taman ini. Taman ini memang sangat terkenal karena keindahan dan kenyamanannya. Toilet aman, fasilitas tempat duduk banyak, tempat berteduh juga banyak, tempat bermain anak anak ada, banyak jenis makanan, itulah sebabnya orang orang menyukai untuk berkunjung ke taman ini.
"Aku sampai sini aja. Nanti, saat ada waktu luang, aku akan berolahraga kembali di taman ini." gumamnya sambil masih menikmati keramaian. Dia juga sesekali tertawa jika melihat sesuatu lucu yang dia lihat. Oh iya, taman ini adalah taman yang sering dikunjungi oleh Elena dan sahabat sahabatnya. Dulu mereka sangat sering kesini. Berolahraga bersama, makan makan bersama disini, bermain sepeda bersama, dan masih banyak lagi. Elena jadi ingat masa masa itu.
Saat Elena senang asik dengan dirinya sendiri, tiba tiba tepat didepan Elena, seorang anak perempuan kecil terjatuh didepannya. Elena yang tersadar dan melihatnya langsung cepat cepat membantu anak itu berdiri.
"Kamu gak apa apa kan sayang?" tanya Elena panik sambil membantu anak perempuan itu berdiri.
"Iya kak, Tania gak apa apa." ujar anak itu manis tidak menangis. Dari arah belakang seorang pria seperti sebaya dengan Elena datang dengan setengah berlari disertai kepanikannya.
"Tania, kamu dari mana aja sih? Abang cape lari lari ngejar kamu tau gak." ujar pria itu lemas menatap anak perempuan itu. Terlihat juga bahwa dia memang kelelahan karena keringat yang ada di dahinya.
"Maaf bang, Tania gak mau pulang soalnya. Saat Tania lari lari, Tania jatuh, untung ada kakak cantik yang bantuin Tania." ujar anak itu merasa bersalah. Dia juga berkata jujur.
Pria itu yang mendengar perkataan adiknya bahwa dia terjatuh langsung bertambah panik.
"Astaga Tania. Makanya jangan lari lari, kan kamu jadi jatuh. Mana yang sakit, bilang sama Abang." ujar pria itu khawatir sampai tidak sadar jika ada Elena bersama mereka.
"Engga ada kok bang. Kan ada kakak cantik yang langsung bantu Tania berdiri." ujar anak perempuan itu menatap Elena tersenyum manis.
"Tapi lutut kamu berdarah, ayo sini kita obati." ujar Elena menggendong anak itu ke tempat dia duduk tadi. Kursi itu tepat didekat mereka. Sedangkan pria itu hanya menatapi Elena dan mengikut saja.
"Yaudah abang beli obatnya dulu ya." ujar pria itu yang ikutan khawatir karena melihat lutut Tania yang berdarah. Sebelum pergi, dia melirik Elena dan Elena hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Dia paham pasti maksud pria itu untuk menitipkan sebentar adiknya kepadanya. Elena hanya mengangguk saja tanda dia setuju.
"Ini sakit tidak?" tanya Elena lembut menunjuk ke arah luka Tania. Sedangkan pria itu sudah pergi.
"Sedikit saja kakak cantik." ujar Tania sambil memainkan jarinya. Elena yang melihatnya merasa gemas dan tertawa kecil. Dia sangat menyukai anak kecil. Dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah.
"Bentar ya, abangmu sedang pergi membeli obatnya." ujar Elena lembut sambil mengusap kepala Tania. Tania mengangguk tersenyum.
"Nama kamu Tania kan?" tanya Elena memastikan. Sebab sedari tadi dia memanggil dirinya Tania dan abangnya juga memanggilnya Tania. Berarti tentu saja itu namanya.
"Iya kakak. Nama aku Tania, kalau nama kakak cantik siapa?" tanya Tania. Elena hanya terkekeh saja sedari tadi karena dipanggil kakak cantik.
"Nama kakak Elena. Tania bisa panggil kakak kak Elena saja, tidak usah kakak cantik ya." ujar Elena tersenyum. Tania menggeleng tidak setuju.
"Tidak mau kak. Tania mau panggil kakak itu kakak cantik saja." ujar Tania menolak.
"Loh kenapa?" tanya Elena heran.
"Karena kakak memang sangat cantik. Tania mau cantik kaya kakak." ujar Tania tersenyum memegang tangan Elena. Elena semakin bertambah gemas mendengarnya.
"Yasudah, terserah Tania saja." jelas Elena.
Berbincang berdua sebentar, akhirnya pria itu kembali datang dengan bawaannya yang berada di tangannya.
"Ini kakak sudah bawa semuanya untuk luka kaki Tania." ujar pria langsung mengeluarkan semua apa yang dia beli. Ada antiseptik berupa alkohol, tisu, kasa steril, perban, dan beberapa lainnya. Pria itu langsung ingin mengoleskan antiseptik berupa alkohol ke luka Tania namun segera dihentikan oleh Elena.
"Jangan begitu. Berikan sini." ujar Elena menghentikan. Pria itu hanya diam dan menurut saja untuk memberikan semua yang dia beli kepada Elena.
Elena dengan sigap dan telaten langsung membersihkan luka Tania yang masih terus mengeluarkan darah.
"Kalau luka seperti ini, harus dibersihkan dulu, biar kotorannya kaya tanah atau debu hilang dan bersih. Tapi pastikan tangannya bersih ya. Sebenarnya kita tidak perlu menggunakan antiseptik berupa alkohol seperti ini untuk luka yang seperti ini, karena itu dapat menyebabkan iritasi dan membuat lukanya semakin nyeri. Dan karena darahnya terus keluar, kita bisa menghentikannya menggunakan perban, kain bersih, atau kasa steril dengan cara menekan sebentar lukanya agar darahnya berhenti. Tahan sebentar ya Tania. Lalu setelah itu kita tutup lukanya dengan perban atau kasa steril juga, begitu." jelas Elena panjang dan lebar. Dia tidak sadar bahwa gayanya seperti sedang praktek dan mengajar bawahannya mengenai kesehatan seperti ini. Tania dan pria disampingnya hanya melongo melihat dan mendengar Elena. Mereka sudah bisa menebak jika Elena ahli dalam kesehatan. Apa mungkin dokter? pikir mereka.
Tiba tiba Elena tersadar dengan semua yang dia katakan. Dia sadar dia telah berbicara panjang dan lebar. Melirik Tania dan pria itu malu malu. Sialan!
"Wah, kakak cantik pintar ya." puji Tania tersenyum senang. Dia kelihatannya menyukai Elena.
Elena yang di puji hanya tersenyum canggung menutupi rasa malunya sambil mengusap lembut kepala Tania.
"Loe dokter ya?" kali ini yang berbicara adalah pria itu. Dia menatap Elena yang juga menatapnya sambil menunggu jawaban dari Elena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments