Episode 14

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

"Kok kamu bisa tahu sih, emang ketara banget yah?"

"Jelas banget lah,"

"Siapa? Tunjukkan sama aku." Ucap ku langsung ikut melihat ke arah kumpulan cowok yang saat ini tengah berkumpul di lapang.

"Itu, yang mengenakan nomor punggung 31. Namanya Haris, dia anak kelas XII sekarang ini."

"Kami naksir sama kakak kelas maksudnya?"

"Iya......."

"Wah, terus gimana?" Tanya ku kembali.

"Ya gak gimana-gimana, aku saja tidak berani untuk mendekati dia."

"Loh kenapa? Harusnya dia tahu, kalau kamu menyukainya."

"Aku takut Kay,"

"Aku takut di tolak sama dia. Asal kamu tahu aja, di itu salah satu siswa laki-laki yang banyak di idolakan oleh banyak siswi perempuan di sekolahan ini. Bukan hanya yang satu angkatan dengan dia,tapi kelas XI sama kelas X juga." Lanjutnya.

"Kamu tahu dari mana,dia bakal menolak kamu. Dia juga tidak tahu,kalau kamu menyukainya." Balas ku.

"Ya itu tebakan ku saja, secara gitu. Saingan ku bukan hanya satu atau dua orang saja."

"Mana mungkin dia bakalan melirik aku yang hanya butiran debu ini."

"Hem, jangan suka merendah kayak gitu lah."

"Udah ah, sebaiknya kita ke ruangan seni aja. Dari pada kamu malah galau disini,"

Aku langsung menarik tangannya. Padahal aku sendiri pun tidak tahu ruangannya ada dimana.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Kami pun akhirnya sampai di sebuah ruangan yang terletak di samping laboratorium IPA. Ukuran ruangannya cukup besar dan terdapat banyak kaca di sisi kiri dan kanan,yang buat ruangan itu mendapatkan cahaya yang cukup banyak dan terang meski pun tanpa lampu.

"Ah jadi di sini, kamu suka belajar seni." Ucap ku sambil melihat ke segala isi ruangan itu.

"Iya di sini, aku selalu tenang saat di sini. Karena bisa melihat pemandangan yang ada di luar sana dan langsung mengarah ke taman yang kemari itu kita kunjungi." Jelasnya.

"Kalau kamu mau, kamu pun bisa ikut bergabung dengan club seni aku." Lanjutnya.

"Aduh jangan aneh-aneh deh, aku sama sekali tidak punya keahlian dalam bidang seni."

"Aku dukung kami saja lah,"

Mendengar hal itu, Ami langsung tertawa sambil memasukan alat lukisnya ke dalam wadah.

"Aku suka gaya kamu ini, kamu begitu jujur dan tidak munafik."

"Buat apa aku harus bersikap seperti itu,"

"Itu hanya akan buat aku rugi saja." Lanjut ku.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Kami pun akhirnya kembali ke kelas dan Luna pun sudah datang. Dia tengah mengobrol di depan kelas dengan salah satu siswi.

"Luna.......!" Seru ku.

"Kay,"

"Aku pikir kamu belum datang, soalnya aku tidak lihat kamu di kelas tadi."

"Iya tadi, aku ajak dia buat ngambil barang ku yang tertinggal di ruang seni." Sambung Ami.

"Ah pantas,"

"Untung ada Siska, jadinya aku tidak sendirian deh."

Kami pun memutuskan untuk tidak dulu masuk kelas dan memilih untuk nongkrong di depan kelas,sambil melihat siswa lain tengah main sepak bola di lapangan.

Dari kejauhan aku bisa lihat Ezra dan Rama tengah ngobrol sambil berjalan,menuju ke arah kelas.

"Aku penasaran, dengan apa yang akan di lakukan oleh Ezra sama Caca." Ucap Ami.

"Apa yang buat kamu penasaran?" Tanya Luna.

"Ya seperti yang sudah aku ceritakan kemarin itu,"

"Caca tipe orang yang berani melakukan hal yang di luar dugaan. Apalagi menyangkut Ezra, aku hanya khawatir saja dia berbuat hal yang kurang baik." Jelas Ami.

"Ya mau gimana lagi, mau tidak mau harus di hadapi."

"Kamu yakin?"

"Ya tentu saja,"

"Untuk saat ini, kita harus meyakinkan dia. Kenyatan bahwa aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Ezra."

"Dia harus percaya bahwa aku ini saudaranya Ezra, bukan orang luar yang tengah menumpang hidup di rumahnya Ezra saat ini." Jelas ku.

"Ada apa ini, kok kalian malah berkumpul di sini?" Ucapan Rama buat kami bertiga kaget.

"Ya ampun, kamu itu yah."

"Buat aku kaget saja," ucap Ami.

"Bukan hanya kamu saja, tapi aku juga." Sambung ku.

"Ya lagian, bukannya di kelas belajar. Ini malah asik bergosip di sini,"

"Sok tahu banget kamu, kayak yang tahu aja."

Ezra hanya diam dan langsung masuk ke kelas tanpa memperdulikan kami.

"Ya ngapain lagi, pasti kalian lagi ngomongin siswa cowok yang lagi main sepak bola di lapang. Kalau bukan itu apa lagi?"

"Ih sok tahu banget deh," timpal Ami.

Ami pun mengajak ku dan Luna untuk masuk ke kelas saja dan tidak menghiraukan Rama.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Saat jam istirahat tiba, tidak seperti hari kemarin aku tidak langsung keluar untuk pergi ke kantin. Melainkan memilih untuk bersantai dulu di kelas sampai Ami selesai dengan tugasnya.

Luna sendiri ikut bersama ku untuk menunggu Ami, kami main game ular tangga sambil menunggu Ami selesai.

"Kalian nggak istirahat?" Tanya Fika salah satu teman kelas kami yang duduknya paling depan di barisan tempat duduk ku.

"Iya nanti saja,"

"Oh ya udah, kalau gitu aku duluan yah....."

"Iya, bentar lagi aku pun selesai mengerjakan tugasnya." Timpal Ami.

"Kalian emang udah selesai mengerjakan tugasnya?" Tanyanya sambil berbalik ke arah aku dan Luna duduk.

"Udah," balas Luna.

"Iya udah, aku juga."

"Cepat juga kalian menyelesaikannya,"

Saat kami tengah asik ngobrol, tanpa di sadari kami kehadiran tamu yang tidak terduga. Caca datang ke kelas dengan membawa kedua temannya.

Luna lah yang lebih dulu menyadari kedatangan Caca, karena dia posisinya duduk menghadap langsung ke arah pintu masuk.

"Eh itu, ada si Caca......" Ucapnya pelan.

Aku pun langsung melihat ke arah pintu masuk dan benar saja, dia tengah berdiri tepat di ambang pintu sambil mentap ke arah ku dengan tatapan yang tajam.

"Kenapa Ca?" Tanya Ami berusaha untuk santai.

"Aku tidak punya urusan dengan kamu,"

"Tapi aku ada urusan dengan cewek yang duduk di belakang kamu itu." Lanjutnya.

"Ada apa yah?" Sambung ku.

Dia pun perlahan mulai melangkah dan berajalan ke arah ku. Melihat hal itu, Luna langsung pura-pura menyilangkan kursi yang dia duduki supaya Caca tidak bisa lewat.

"Baiklah, aku akan bicara di sini saja." Ucapnya yang terpaksa berhenti tepat di dekat meja Ami.

"Ya udah bicaralah, jangan berbelit-belit. Kita mau istirahat soalnya,lapar." Balas Ami.

"Siapa nama kamu? Aku lupa soalnya,"

"Kayla,"

"Oh iya,Kayla."

"Aku merasa tidak yakin, kalau kamu itu saudaraan sama Ezra. Jangan-jangan kamu bohong lagi,"

"Buat apa aku bohong, tidak ada untungnya juga buat aku."

"Ya itu sih, terserah kamu mau percaya atau tidak." Lanjut ku.

"Eh maksud Caca itu, saudaraan yang seperti apa? Sepupuan atau apa?" Sambung temannya.

"Ibunya sama bunda aku itu sepupuan,nenek kami itu adik kakak." Balas ku.

Sontak saja Ami dan Luna langsung melihat ke arah ku, mungkin mereka tidak menduga aku akan berbicara seperti itu.

"Iya benar kalau kayak gitu," bisik temannya pada Caca.

Sorot mata yang tadinya menyeramkan pun langsung berubah seketika.

"Ish dasar cewek aneh." Bisik ku dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!