Baru saja Abraham akan membalas kalimat Selena, tetapi tiba-tiba saja Desta terlebih dahulu terlihat sudah berdiri di belakang wanita paruh baya itu. Sehingga membuat Abraham lebih memilih untuk segera berbalik memutar tubuhnya dan langsung pergi saja dari sana daripada harus meladeni sang ibu yang mulutnya dangat pedas. Ditambah jantung Abraham berdetak tak karuan pada saat dirinya tidak sengaja melihat dua bola mata indah milik Desta.
"Hei, dasar anak kurang ajar!" seru Selena ketika wanita itu belum menyadari kalau di belakangnya ada Desta. "Rupanya kau masih saja sama seperti dul–" Kalimat Selena terputus saat mendengar suara Desta memanggilnya.
"Bu, Ibu ... laki-laki itu siapa?" tanya Desta yang juga rupanya datang ke rumah sakit ketika dirinya mendapatkan kabar, kalau malam ini adalah jadwal sang adik mengontol ke rumah sakit itu. Desta juga tidak menghiraukan rasa lelah dan letihnya karena seharian ini wanita itu bekerja.
"Desta, sejak kapan kamu berdiri di belakang Ibu?" tanya Selena yang merasa sedikit takut jika apa yang tadi ia katakan pada Abraham di dengar oleh putrinya itu.
"Baru saja Bu, karena aku mendapat kabar dari Bibi kalau Ibu membawa Elsa ke rumah sakit. Oleh sebab itu, aku langsung saja datang kesini," jawab Desta sambil terus saja menatap punggung Abraham yang semakin menjauh. "Oh ya, laki-laki yang tadi itu siapa?" tanya wanita itu sekali lagi.
"Bukan siapa-siapa, sekarang bantu Ibu mendorong Elsa ke ruangan Dokter yang ada di lorong sana." Setelah menjawab seperti itu Selena langsung saja bisa bernafas dengan lega, karena rupanya Desta tidak mendengar apa yang pertama tadi ia katakan pada Abraham.
"Apa ibu benar-benar tidak mengenalnya? Lalu kenapa tadi Ibu bilang dia sama saja seperti dulu?" Desta mengambil alih kursi roda Elsa, untuk mendorong gadis lumpuh itu dari tangan Selena.
"Ah, Ibu cuma salah tebak saja. Tadi Ibu pikir dia itu anak teman Ibu, tapi rupanya bukan." Selena pura-pura terkekeh supaya Desta percaya dengan bualannya itu. "Sudah, jangan pikirkan dia, sekarang bawa Adik kamu gih. Kasihan Elsa tadi di tabrak oleh laki-laki terkutuk itu."
"Hah? Dia nabrak Ibu dan Elsa?" Tangan Desta tiba-tiba saja terkepal dengan kuat, karena ia merasa jika Abraham sengaja ingin mencelakai ibu serta adiknya. Mengingat pesaing Desta di dunia modeling sangatlah banyak membuat wanita itu berpikiran jika Abraham pasti ada niat lain, alias niat ada niat tidak baik pada keluarganya.
"Iya, tapi Ibu dan Elsa tidak apa-apa. Sudah jangan di pikirkan lagi, kita jalan saja ke ruangan itu." Selena berusaha menahan rasa dongkol di dalam hatinya, karena gara-gara melihat Abraham.
***
"Kak Abra." Nadia langsung saja berhambur ke dalam pelukan Abraham ketika ia melihat sang kakak yang membuka pintu. "Bibi, Bibi ... belum juga sadarkan diri." Kini Nadia malah terdengar mulai terisak.
"Nadia tolong jangan begini, tenangkan diri kamu." Abraham membalas pelukan wanita itu sambil mengelus lembut punggung Nadia.
"Ini semua gara-gara aku, Kak. Jika saja aku tidak meminta tolong pada Bibi untuk mengambil sesutau di kamar mandiku ... pasti ini semua tidak akan pernah terjadi." Suara isak tangis Nadia semakin terdengar memilukan. Seperti isak tangisnya saat wanita itu ingin bertemu dengan Selena tepat 20 tahun lalu. "Ini semua gara-gara aku." Nadia terus saja menyalahkan dirinya sendiri, dengan apa yang menimpa Sarah, wanita paruh baya yang rela tidak menikah lagi demi merawat serta membesarkan Abraham dan Nadia.
Abraham semakin erat memeluk tubuh sang adik, berharap Nadia menjadi sedikit jauh lebih tenang.
"Nadia dengarkan Kakak, kamu sudah tahu bukan sesuatu yang terjadi di dunia ini, jika bukan kehendak sang pencipta maka semua tidak akan pernah terjadi. Sehelai rambuat pun tidak akan jatuh jika bukan kehendak-Nya. Apa sampai sini Nadia paham?" Abraham akan terus berusaha menenangkan Nadia. Sampai adiknya itu tidak lagi menyalahkan diri terus.
"Tapi ... tapi, a-aku te-tetap bersalah," kata Nadia terbata-bata.
"Tidak ada yang salah Nadia, ini hanya sebuah kecelakaan kecil. Percayalah Bibi akan membuka mata secepatnya," timpal Abraham.
"Kata Dokter, Bibi akan sadar beberapa hari lagi, karena benturan keras pada dahinya malah membuat saraf otak Bi Sarah menjadi sedikit terganggu. Menyebankan Bibi mengalami koma." Dengan takut-takut Nadia mengatakan itu pada Abraham.
"Astaga, kenapa ini semua harus terjadi?" batin Abraham sambil mengusap wajahnya dengan sangat kasar.
Namun, detik berikutnya Abraham malah mengingat kalau di luar Negeri ada rumah sakit yang paling terkenal. Sehingga membuat Abraham merasa jika dirinya harus membawa sang bibi untuk berobat ke sana saja. Supaya Sarah bisa cepat pulih seperti sedia kala.
"Kita akan mambwa Bibi pergi ke luar Negeri, apa kamu mau menjaga Bi Sarah disana? Mengingat pekerjaan Kakak disini tidak bisa ditinggalkan, apalagi mempercayai Arga untuk mengurus semunya. Itu semua tidak akan mungkin Kakak biarkan." Tidak ada cara lain, selain mengirim Sarah ke luar Negeri untuk melakukan pengobatan supaya wanita itu cepat sembuh.
Mendengar itu Nadia langsung saja mengangguk tanda setuju, tanpa ia tahu jika saja Abraham juga tidak ingin Nadia sampai bertemu dengan Selena. Mengingat tadi laki-laki itu sempat bertemu dengan sang ibu di rumah sakit itu. Lebih tepatnya Abraham ingin menghindar dari wanita yang telah bertahun-tahun menggores luka di dalam benaknya.
🍂🍂
Pada malam itu juga, Abraham bergerak dengan sangat cepat ingin mengurus semuanya tanpa bantuan Arga, karena laki-laki itu mendapat kabar kalau sang ibu sepertinya akan menginap di rumah sakit itu juga untuk beberapa malam. Sehingga membuat sosok Abraham saat ini merasa jika dirinya harus membawa Nadia dan Sarah cepat pergi dari sana. Tidak peduli meskipun dokter menyuruh Abraham untuk membawa sang bibi besok pagi saja.
"Urus dulu si tua bangka itu Arga, karena aku malam ini harus membawa Bibi Sarah pergi ke luar Negeri, supaya Bibi bisa mendapatkan perawatan di sana." Ini adalah isi pesan suara yang tadi Abraham sempat kirim ke tangan kanannya.
Abraham juga saat ini terlihat sedang berlari di lorong rumah sakit, hanya untuk mencari seorang dokter yang bersedia mendampingi sang bibi untuk pergi ke luar Negeri, hanya untuk berjaga-jaga saja jika Sarah nanti membuka mata ketika dalam pesawat.
"Ish, rumah sakit se besar ini tapi kenapa malah tidak ada satupun Dokter yang mau pergi ke luar Negeri, memdampingi Bibi Sarah," gumam Abraham yang sejenak bisa melupakan bayangan sang ibu. Ketika dirinya tadi sempat bertemu. "Kenapa Dokter disini, tidak ada yang mau membantuku?" Ketika Abraham masih saja terus berlari sambil bertanya pada dirinya sendiri tiba-tiba saja ia malah bertemu dengan Desta yang juga sedang berlari. Sehingga tabrakan antara tubuh wanita serta pria itu tidak bisa di hindari.
Bruk!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Dewi Nurlela
emang jodoh mereka berdua
2023-07-01
1