Pergi ke Rumah Sang Ibu

Tepat ketika acara pemakaman sudah selesai Abraham terlihat ingin membawa adiknya pergi ke rumah minimalis itu lagi. Namun, saat anak laki-laki itu baru saja sampai di persimpangan jalan, tiba-tiba saja adik dari almarhum Timo memegang pergelangan tangan anak itu.

"Abra, ikut Bibi saja," kata Sarah seorang janda yang juga baru satu bulan ini diceraikan oleh sang suami, karena wanita itu di kira tidak bisa memberikan keturunan untuk mantan suaminya.

"Bibi Sarah," panggil Nadia dan langsung saja berhambur ke dalam pelukan wanita yang kira-kira umurnya sudah 30 tahun itu.

"Iya Nadia, ini Bibi," ucap Sarah yang segera membalas pelukan tubuh kecil keponakannya itu. "Apa kalian berdua mau ikut bersama Bibi?" tanya Sarah hanya untuk memastikan apakah kedua keponakannya itu ingin tinggal bersamanya.

"Bi, Ayah ... Ayah sudah tidak ada." Bukannya menjawab Nadia malah mengatakan itu pada Sarah, karena tadi wanita itu rupanya tidak pergi ke pemakaman sebab Sarah tidak akan sanggup untuk menyaksikan jenazah saudara laki-laki satu-satunya itu.

"Sabar sayang, ini sudah menjadi takdir Ayah kalian." Sarah berusaha menenangkan Nadia, dengan mengucapkan kata-kata yang wanita itu sampaikan selembut serta sehalus mungkin.

Abraham yang dari tadi hanya diam saja pada akhirnya membuka suara. "Bi, aku titip Nadia dulu karena aku mau mengambil sesuatu di rumahku dulu," kata anak laki-laki itu yang saat ini sedang berbohong, karena sebenarnya Abraham saat ini ingin pergi ke alamat rumah yang ada di undangan yang saat ini masih saja anak itu genggam dengan sangat erat di telapak tangannya.

"Biar Bibi yang akan menemanimu Abra, karena Bibi tidak mungkin membiarkanmu pergi sendiri." Sarah mengatakan itu karena wanita itu tidak akan mungkin membiarkan anak itu pergi sendirian.

"Tidak usah Bi," tolak Abraham. "Bibi bawa saja Nadia ke rumah Bibi karena aku takut, jika dia akan kembali ke rumah itu maka bayangan Ayah akan muncul kembali ke dalam memori ingatannya." Meski umur Abraham baru hari ini usianya genap 10 tahun. Namun, pola berpikir anak laki-laki itu sangat jauh berbeda ketimbang anak-anak lain pada umumnya yang seusia dengannya. Sehingga seringkali orang-orang di sekeliling anak itu berpikirkan kalau IQ Abraham sangat jauh di atas anak seumurannya.

"Tapi Abra, apa kamu tidak apa-apa kesana sendirian?" Terlihat sangat jelas, mimik wajah Sarah sangat mengkhawatirkan anak itu.

"Tidak apa-apa Bi, aku ini sudah biasa pulang sendiri ke rumah itu dan aku jamin tidak akan ada yang terjadi," timpal Abraham yang juga saat ini raut wajah anak itu masih saja terlihat sangat sedih. "Kalau begitu aku pergi dulu Bi," ucap Abraham yang kemudian terlihat berlari meninggalkan Nadia dan Sarah disana.

"Kak Abra!" teriak Nadia yang melihat sang kakak pergi. "Jangan tinggalkan aku!"

"Nadia, Abra hanya ingin mengambil sesuatu di rumah itu. Jadi, kamu tenang saja kalau kakak kamu itu pasti akan segera kembali." Setelah mengatakan itu Sarah mengajak Nadia untuk pergi dari sana, karena terik matahari yang siang ini cuacanya sangat panas full semakin terasa menyengat pada kulit wanita itu.

***

Di sini lain, Abraham rupanya sudah melangkahkan kaki kecilnya ke alamat rumah sang ibu, dengan membawa sebilah pisau entah apa yang saat ini ada di dalam benak anak laki-laki itu. Sehingga dirinya malah nekat akan menghabisi nyawa laki-laki yang anak itu anggap sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas kematian sang ayah.

"Jika pria itu adalah penyebab semua ini, maka dia harus membayarnya." Layaknya orang yang sudah tahu tentang semua hal sehingga membuat Abraham terus saja berbicara seperti orang dewasa. "Laki-laki itu harus membayar ini semua," kata Abraham yang terus saja mengulangi kalimatnya berulang-ulang kali. Hingga detik berikutnya langkah kaki anak itu berhenti tepat di depan gerbang yang menjulang sangat tinggi dengan warna gerbang itu kuning keemas-emasan.

"Dek, cari siapa sore-sore begini?" Salah satu satpam yang berjaga di sana malah bertanya pada Abraham. Rupanya anak laki-laki itu malah sampai di sana ketika sore menjelang.

Abraham sempat terdiam di saat anak itu ditanya hanya untuk memikirkan jawaban yang tepat. Sebelum ia menjawab, "Saya sedang mencari Ibu."

"Ibu, kalau boleh tahu nama Ibu adek siapa?" tanya satpam itu yang penasaran.

"Selena, nama Ibu saya Selena." Abraham menjawab begitu lantang dan tenang.

Satpam yang mendengar itu malah tertawa terbahak-bahak. "Setahu saya nama Selena adalah Nyonya besar yang baru kemarin siang menikah dengan Tuan besar Antonio. Adek ini jangan mengada-ngada." Satpam itu rupanya tidak percaya dengan jawaban Abraham. Dan tepat ketika satpam itu masih saja tertawa terbahak-bahak sebuah mobil spots terlihat akan keluar dari gerbang itu.

Membuat Abraham langsung saja berniat ingin menghadang mobil itu, karena tadi ia sempat melihat kalau di dalam mobil itu ada Selena dan suami baru wanita itu.

"Aku harus menghadang mobil itu," gumam Abraham pelan yang sekarang terlihat berlari ke arah depan mobil itu sambil menyembunyikan sebilah pisau di balik bajunya. Ia juga menggunakan kesempatan satpam itu yang lengah.

🍂🍂

Sedangkan di dalam mobil Antonio terlihat langsung saja menginjak pedal rem, karena laki-laki itu melihat ada anak kecil yang menghadang mobilnya.

"Mas, kenapa malah berhenti?" tanya Selena yang saat ini belum melihat putranya, karena dari tadi wanita yang sedang mengandung itu terlihat malah bergelayut manja di lengan laki-laki yang sudah menghamilinya sebelum mereka resmi menikah.

"Sayang, ada anak kecil di depan sana, kamu tunggu di sini dulu. Mas mau lihat." Antonio yang penasaran langsung saja keluar dari dalam mobilnya. Meskipun Selena sempat melarangnya untuk jangan turun karena wanita itu takut jika saja Abraham malah akan mengatakan kebenaran, karena ternyata Selena mengaku pada Antonio kalau dirinya masih gadis.

"Mas, jangan turun itu pasti pengemis!" seru Selena yang malah mengatakan kalau putranya sendiri adalah pengemis.

"Sebentar saja sayang," kata Antonio yang sekarang terlihat senyum ke arah Abraham, setelah laki-laki itu sempat terlebih dahulu tersenyum ke arah Selena.

Tepat ketika laki-laki itu akan menghampiri Abraham, tiba-tiba saja anak laki-laki itu langsung saja berlari sekuat tenaga sambil melompat dan tepat ketika Abraham di depan Antonio, anak laki-laki itu segera menancapkan sebilah pisau itu beberapa kali tepat di jantung suami baru sang ibu dengan sangat brutal.

"Akhh!" ringis Antonio kesakitan dan dalam hitungan detik ia malah langsung jatuh tersungkur dengan darah yang terus saja mengalir deras dari dada laki-laki itu.

"Mas Antonio!" teriak Selena yang begitu kaget melihat apa yang saat ini terjadi di depan mata kepalanya sendiri. "Kau, anak s*alan!" seru wanita itu yang sekarang keluar dari dalam mobil dan segera duduk di sebelah Antonio yang terus saja mengerang kesakitan.

Sedangkan Abraham terlihat langsung saja mundur beberapa langkah, bersamaan dengan itu suara gemuruh mulai terdengar menggema di atas langit yang tadi cerah terang benderang, kini malah menjadi gelap gulita dan tidak lama gerimispun mulai turun membasahi bumi.

"Kau! Pembunuh!" teriak Selena lagi sambil menatap putranya penuh kebencian, saat wanita itu melihat bahwa suami kaya rayanya sudah tidak bergerak serta tidak mengerang kesakitan lagi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!