Abraham langsung saja bisa bernafas dengan lega, karena salah satu dokter ingin mendampingi sang bibi untuk pergi ke luar Negeri.
Namun, dokter itu memberitahu Abraham kalau dokter yang bernama Sean itu tidak mau pergi malam ini, sehingga dokter itu meminta kalau besok pagi saja akan berangkat ke rumah sakit yang kata Abraham terkenal itu, karena kata Sean kalau malam ini dokter itu benar-benar tidak bisa.
"Apa Anda benar-benar tidak bisa pergi malam ini saja?" tanya Abraham.
"Tuan Abra, bukan saya tidak mau tetapi, saya takut jika pasien koma akan dibawa malam-malam seperti ini malah akan beresiko, mengingat kalau cuaca saat ini tidak memungkinkan juga." Sean berusaha menjelaskan semua pada Abraham, supaya laki-laki yang saat ini terlihat semakin cemas itu bisa menjadi sedikit lebih tenang.
"Baiklah, jika tidak bisa malam ini. Maka saya harap besok pagi-pagi buta sekali Anda harus siap berangkat, Dok," ucap Abraham yang pada akhirnya setuju kalau besok pagi saja bibinya akan dibawa ke luar Negeri, karena laki-laki itu juga tidak akan mungkin memaksa Sean terus-menerus untuk pergi malam ini. "Kalau begitu saya permisi dulu Dok, saya juga sangat berharap kalau Dokter Sean bisa menjaga Bibi saya dengan baik disini. Soalnya malam ini saya sepertinya tidak bisa menginap disini, karena Dokter tahu sendiri kalau saya ini orangnya sangat sibuk," sambung Abraham yang memang benar kalau laki-laki itu sangat sibuk. Ditambah ada proyek yang harus Abraham selesaikan juga minggu-minggu ini membuat laki-laki itu tidak bisa melakukan apa-apa.
Bukan maksud Abraham lebih mementingkan pekerjaan dari pada sang bibi, wanita yang telah tulus merawatnya itu.
Namun, Abraham harus tetap menyelesaikan proyek yang hampir jadi itu apapun yang terjadi, karena Abraham juga percaya kalau Sarah pasti akan secepatnya pulih seperti sedia kala. Laki-laki itu juga sangat lah yakin akan hal itu.
"Pasti Tuan, saya akan menjaga Nyonya Sarah dengan baik Anda tidak usah mengkhawatirkan akan hal itu," timpal Sean.
"Anda memang seorang Dokter yang bisa saya andalkan di rumah sakit ini. Jika tidak ada Anda maka saya tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi." Abraham tulus mengatakan itu pada Sean, karena ternyata dokter itu salah satu orang yang memang selama ini Abraham andalkan.
Bisa dibilang kalau dirinya dan Sean sudah berteman sejak lama, akan tetapi cara bicara mereka masih saja menggunakan bahasa formal seperti saat ini.
"Jangan terlalu berlebihan seperti itu Tuan," ucap Sean sambil menepuk pelan bahu Abraham. "Ya sudah, saya harus ke ruangan Nyonya Sarah dulu. Hanya untuk mengecek kondisi Bibi, Anda itu Tuan."
Abraham hanya mengangguk dan membiarkan Sean pergi menuju ke ruang rawat inap Sarah.
"Huh, semoga saja takdir tidak mempertemukan aku dengan wanita itu lagi, sebelum semua rencanaku berhasil sepenuhnya," gumam Abraham membatin, yang sekarang terlihat mengusap wajahnya dengan sangat kasar.
***
Di ruangan rawat inap Sarah, terlihat Nadia beberapa kali memegang perutnya, karena sepertinya wanita itu saat ini sedang lapar. Tetapi, disana hanya ada dirinya saja yang menunggu sang bibi sehingga membuat wanita itu berusaha menahan rasa laparnya. Rupanya Nadia belum makan malam sehingga menyebabkan perutnya dari tadi bunyi terus.
Namun, detik berikutnya tiba-tiba saja Sean malah masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, karena dokter itu tidak tahu jika saja Nadia masih ada di sana.
"Maaf, saya main masuk saja Nyonya," kata Sean saat melihat Nadia menatap dirinya. "Sekali lagi maafkan saya Nyonya." Sean mengulangi kalimatnya sekali lagi.
"Tidak apa-apa Dok, saya justru senang Dokter masuk kesini, karena kebetulan saya mau keluar sebentar. Apa tidak apa-apa saya menitip Bibi sebentar pada Anda?" Sekarang Nadia yang sedang lapar ingin menitip Sarah dulu pada Sean.
"Ah, tidak masalah Nyonya, silahkan Anda boleh keluar," jawab Sean tersenyum ramah pada wanita itu.
Nadia yang juga tahu kalau Sean adalah teman sang kakak, terlihat membalas senyum Sean juga dengan sebuah senyum simpul.
"Kalau begitu saya keluar dulu, Dok," kata Nadia.
Dokter itu hanya merespon Nadia dengan anggukan kecil.
🍂🍂
Tepat, saat Nadia keluar dari ruang rawat inap Sarah tiba-tiba saja wanita itu langsung saja terdiam mematung, hanya karena dirinya melihat Selena yang saat ini sedang berbicara dengan salah satu dokter di rumah sakit itu juga.
Rupanya ruang rawat inap Sarah dan Elsa hanya berjarak dua kamar saja, sehingga membuat Nadia bisa melihat wanita paruh baya yang selalu saja dirinya rindukan sampai detik ini juga. Meskipun dulu ia diperlakukan tidak baik oleh Selena.
"Ibu …." Satu kalimat itu lolos keluar dari mulut Nadia sehingga membuat Selena yang masih saja berbicara dengan salah satu dokter terlihat menatap ke arah Nadia. Membuat anak serta ibu itu pada saat itu juga saling menatap satu sama lain.
"Dia juga masih hidup," gumam Selena pelan, dengan tatapan sinis saat menatap putrinya sendiri. Lebih tepatnya wanita paruh baya itu menatap Nadia seperti menatap seorang musuh.
"Rupanya dua anak pembawa s*al itu berkumpul di rumah sakit ini, kira-kira sedang apa mereka di sini?" Selena bertanya di dalam benaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments