Takdir Malah Mempertemukan Mereka

"Halo Ayah, ada apa Ayah menelponku malam-malam begini?" Terdengar suara putri dari Farhan menjawab telepon laki-laki paruh baya itu. "Kalau tidak ada yang penting, aku tutup dulu panggilan telepon ini Ayah, karena aku masih berada di studio pemotretan. Nanti kalau sudah selesai pasti aku sendiri yang akan menghubungi Ayah."

Farhan yang mendengar itu langsung saja memutuskan panggilan telepon itu secara sepihak, karena ia takut mengganggu putrinya saat sedang bekerja seperti saat ini.

"Kenapa malah mengakhiri sambungan teleponnya?" Abraham yang dari tadi duduk bertanya sambil terus saja menodongkan senjata api ke kepala Farhan.

"Tuan, saya benar-benar minta maaf kalau saat ini saya tidak bisa memberitahu putri saya, karena dia saat ini masih bekerja," kata Farhan memberitahu Abraham, dengan tubuh yang semakin gemetaran hebat.

Tidak berselang lama tiba-tiba saja Abraham malah terlihat berdiri. "Bawa pria paruh baya yang tidak tahu diri ini Arga." Abraham lalu langsung saja memasukkan kembali senjata apinya ke dalam sakunya. "Bila perlu ikat dia," sambung laki-laki itu tanpa melirik Farhan yang sekarang malah bersimpuh di bawah kakinya.

"Baik Tuan, kalau begitu saya ambil tali di mobil dulu. Anda tetap diam di sini." Arga lalu terlihat keluar dari dalam rumah itu. Sebab laki-laki itu ingin mengambil tali seperti yang diperintahkan tadi oleh Abraham.

"Tuan, berikan saya kesempatan lagi. Saya janji akan melunasi hutang itu," ucap Farhan yang takut jika Abraham malah akan benar-benar mengambil kedua ginjalnya. "Tolong Tuan, pertimbangkan lagi permintaan saya ini."

Abraham yang merasa jika Farhan terlalu berisik sehingga membuat telinga pria arogan itu menjadi sedikit sakit, malah memu kul tengkuk leher pria paruh baya itu dengan sikunya sehingga detik berikutnya Farhan terlihat malah jatuh tersungkur karena pingsan.

"Tua bangka yang sangat berisik," gerutu Abraham yang suasana hatinya tadi baik-baik saja. Kini malah berubah menjadi dongkol hanya karena mendengar kalimat yang terlontar dari mulut putri Farhan tadi.

🍂🍂

"Kita bawa Pak Farhan kemana Tuan?" tanya Arga pada Abraham sambil menoleh ke belakang. Dimana Farhan masih belum sadarkan diri.

"Mansion," jawab Abraham singkat. Rupanya laki-laki itu selain memiliki rumah bak istana, ia juga memiliki sebuah mansion yang ada di tengah-tengah hutan.

"Jadi, maksud Anda. Pak Farhan akan di sekap disana?" Arga bertanya lagi pada Abraham.

"Tentu saja Arga, bukankah ketika kita memancing harus menggunakan umpan dulu? Ya, bisa dibilang kalau ini adalah salah satu caraku juga supaya bisa membalaskan dendamku." Abraham saat ini tahu, pasti tangan kanannya itu tidak mengerti dengan apa yang dikatakan dirinya, karena laki-laki itu belum menceritakan semuanya pada Arga.

"Jujur saja Tuan, saat ini sungguh saya tidak mengerti dengan apa yang tadi Anda katakan." Benar saja Arga sama sekali tidak paham dengan kalimat tuannya. "Kalau Anda tidak merasa keberatan, tolong Tuan bisa ceritakan semuanya pada saya. Supaya saya ini sedikit bisa memahami dengan semua rencana Anda ini, Tuan."

"Lambat laun kamu juga pasti akan tahu. Jadi, sepertinya aku tidak usah membuang-buang waktu menceritakan semuanya padamu," timpal Abraham sebelum laki-laki itu terlihat mengangkat teleponnya, karena rupanya dari tadi benda pipih laki-laki itu terus saja berdering.

"Menyetirlah dengan baik Arga, karena aku mau mengangkat telepon ini dulu." Setelah mengatakan itu Abraham langsung saja menggeser tombol hijau pada gawainya.

"Kak Abra, apa Kakak tidak pulang malam ini?" tanya Nadia dari seberang telepon. Ternyata wanita itu yang menelepon Abraham.

"Kakak tidak bisa pulang Nadia, karena malam ini ada lembur. Memangnya ada apa?" Abraham terdengar bertanya balik.

"Bibi ... Bibi, terpeleset di kamar mandi," jawab Nadia sambil menggigit kukunya.

"Sekarang bagaimana keadaan Bibi, apa Bibi Sarah baik-baik saja?" Raut wajah Abraham terlihat begitu panik, saat mengetahui wanita yang selama 20 tahun ini mengurusnya mengalami kecelakaan kecil. "Nadia, jawab Kakak jangan biarkan Kakak menebak sendiri," ucap Abraham sambil melirik Arga, memberikan isyarat pada tangan kanannya itu supaya memutar balik mobil itu. Pada saat mereka sudah hampir saja sampai di hutan.

"Kaki Bibi cuma terkilir Kak, dan juga ada benturan keras pada kepala Bibi menyebabkan Bi Sarah belum juga sadar sampai sekarang." Nadia juga saat ini sangat mengkhawatirkan Sarah. "Kak Abra, lebih baik cepat ke rumah sakit. Supaya Kakak bisa melihat keadaan Bibi saat ini."

"Baik, Kakak akan segera kesana kamu tetap disana jangan kemana-mana, sebelum Kakak datang dan kirim alamat rumah sakit itu sekarang juga." Abraham lalu menurunkan ponsel itu dari telinganganya hanya untuk melihat alamat rumah sakit itu.

Namun, sebelum itu tadi Abraham sempat menekan tombol merah untuk mengakhiri percakapannya dengan sang adik.

"Putar balik mobilnya Arga, kenapa kamu malah diam saja?" Abraham menyerngit saat ia bertanya pada Arga.

"Tuan, apa kita akan membawa Pak Farhan ke rumah sakit juga?" Arga bertanya untuk sekedar memastikan.

"Kamu cuma akan mengantarku saja ke rumah sakit, setelah itu kamu bawa sendiri tua bangka ini ke mansion," jawab Abraham tanpa ekspresi. "Jangan lupa sekap dia di ruang bawah tanah," sambung laki-laki itu.

***

Di rumah sakit ketika Abraham terlihat sedang tergesa-gesa, tiba-tiba saja langkah kaki laki-laki itu malah terhenti tatkala ia tidak sengaja malah menabrak sosok wanita paruh baya yang sedang mendorong kursi roda, wanita paruh baya yang selama ini sangat ingin Abraham hancurkan. Rupanya takdir malah mempertemukan mereka di rumah sakit itu.

"Punya mata dipakai, jangan malah menunduk. Sehingga tidak melihat orang!" ketus wanita paruh baya itu, yang sekarang terlihat membersihkan baju putrinya yang sedang duduk di kursi roda, karena tadi ditumpahi oleh air gara-gara ia ditabrak oleh Abraham.

"Elsa, kamu tidak apa-apa 'kan, sayang?" tanya wanita itu lembut pada putrinya, yang malam ini sedang datang ke rumah sakit untuk mengontrol keadaan sang putri.

Elsa, gadis yang ditanya hanya bisa menggeleng, menandakan bahwa dirinya tidak kenapa-napa.

"Lain kali, Tuan kalau jalan jangan sampai menabrak orang seperti in–" Kalimat wanita paruh baya yang ternyata adalah Selena langsung saja terputus. Disaat wanita itu menoleh sehingga bisa melihat wajah putra yang dulu Selena tinggalkan hanya demi Antonio, pria yang memiliki segalanya.

"Kau!"

Detik berikutnya Selena langsung saja menunjuk wajah Abraham. Rupanya meskipun 20 tahun lamanya, wanita itu tidak pernah bersua dengan putranya.

Namun, Selena tetap bisa mengenali wajah laki-laki bertubuh kekar serta berkulit putih dan sangat tampan itu.

"Maaf, saya sedang terburu-buru." Abraham meminta maaf dan terlihat akan pergi meninggalkan sang ibu, laki-laki itu juga merasa harus berpura-pura tidak mengenali Selena. Dengan tangan yang terkepal dengan sangat kuat, Abraham saat ini sekuat tenaga sedang menahan dirinya supaya emosinya tidak meledak, karena tiba-tiba saja bayangan Selena saat meninggalkan Timo malah terputar dengan sangat jelas di memori ingatannya bagai reka adegan ulang.

"Kenapa kau masih saja hidup anak yang terkutuk?" Selena dengan tidak punya hati malah menanyakan itu pada Abraham.

Sedangkan Abraham yang mendengar itu, detak jantung laki-laki itu malah menjadi tidak beraturan, karena ia merasa bahwa sang ibu masih sama seperti 20 tahun yang lalu.

Terpopuler

Comments

Halu

Halu

sama yg baca juga ga ngerti soalnya time skip nya kecepetan

2023-06-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!