17 ~ Meminta Maaf Pada Bunga

Sungguh permintaan yang sangat berat. Hampir satu harian Varo memikirkan permintaan Daddy dan Mommy-nya untuk datang ke acara nanti malam, mengingat Varo sudah memiliki janji dengan Bunga untuk mengantarnya untuk cek up lagi. Tidak mungkin Varo membatalkan janjinya dengan Bunga, sementara susah payah Varo membujuk Bunga agar mau melakukan pengobatan demi penyakitnya.

Bunga yang sejak tadi terus memperhatikan Varo, ingin mengajukan pernyataan ada apa dengannya, tetapi karena pekerjaannya terus diawasi oleh seniornya, Bunga memilih untuk menunda dan ingin menanyakan saat waktu istirahat tiba.

Menunggu adalah waktu yang paling membosankan. Hati Bunga telah diliputi dengan rasa penasaran cukup tinggi, terlebih saat melihat wajah Varo tak berekspresi sedikitpun. Bunga yakin jika saat ini Varo sedang memikirkan sesuatu.

'Varo kenapa ya? Kok dari tadi diam tanpa ekspresi. Bahkan enggak liat ke aku. Apakah aku telah membuat kesalahan? Lalu apa salahku?'

Rasa penasaran yang terus menggangu pikiran, membuat Bunga tak bisa fokus dengan pekerjaan sehingga dia terus tertinggi dalam pengemasan barang.

"Bunga, ada apa denganmu?" tanya seorang senior yang mendekat kearah Bunga.

Bunga langsung tersentak karena terkejut. "Ah ... aku tidak apa-apa, Kak."

"Jangan banyak melamun, target kamu masih banyak. Jangan sampai kamu pulang lebih dari jam kerja lagi. Bisa-bisanya kita semua kena omel mandor!"

Bunga mengangguk dengan pelan. "Iya, Kak."

Biasanya Varo akan mengalihkan pandangannya saat Bunga sedang ditegur oleh seniornya, tetapi tidak untuk saat ini yang hanya bergeming tanpa ekspresi. Bunga yang menyadari kutub utara mulai membeku kembali hanya mendengkus dengan kasar.

'Varo kenapa, sih? Hari ini aneh banget!'

Penantian Bunga akhir telah usai, saat waktu istirahat telah tiba. Setelah semua orang bergegas untuk keluar, Bunga memilih untuk menghampiri Varo yang masih menyelesaikan packingannya.

"Varo, kamu sakit?" tanya Bunga ingin tau.

Varo langsung mendongak untuk menatap Bunga. Rasanya malas untuk membuka mulut, tetapi Varo tak tega saat menatap bola mata yang tengah berbincang. Varo tidak ingin menghancurkan semangat Bunga, tetapi dia juga tidak bisa melawan keinginan orang tua angkatnya. Biar bagaimanapun berkat mereka berdua, Varo bisa merasakan kasih sayang yang tulus selama hampir lebih lima belas tahun lamanya. Lalu bagaimana Varo bisa menolak keinginan mereka?

Bunga ... aku tidak tahu bagaimana caranya mengatakan padamu jika nanti malam aku tidak bisa mengantarmu untuk cek up lagi. Padahal akulah yang bersikeras memintamu untuk melakukan pengobatan ini, tetapi nyatanya aku malah tak bisa mengantarkanmu. Aku harus bagaimana Bunga....

"Varo ... kamu kenapa kok malah bengong? Kamu sakit?" ulang Bunga dengan rasa penasaran karena Varo tetap bergeming tanpa kata.

"Bunga, sebenarnya—" Varo menjeda ucapannya, karena tidak tau bagaimana cara menyampaikan pada Bunga jika malam ini dia tidak bisa mengantarnya untuk cek up.

"Sebenarnya apa? Apakah kamu telah mengatakan tentang penyakitku pada seseorang?"

Varo langsung menggeleng dengan cepat. "Tidak! Bukan itu maksudku. Sebenarnya ... sebenarnya nanti malam aku acara dadakan dengan orang tuaku, jadi aku enggak bisa untuk mengantarmu untuk cek up. Kamu gak papa kan ke rumah sakit sendirian?" Varo merasa tidak tega untuk mengatakan, tetapi dia juga tidak bisa menahannya dalam hati. "Sorry banget, semua ini diluar prediksiku."

Ingin kecewa, tetapi Bunga menyadari jika dia tidak boleh egois. Bagaimanapun Bunga tak ingin membuat Varo merasa bersalah karena tak bisa mengantarnya. "Oh, itu .... enggak apa-apa kok. Aku bisa pergi sendiri kok. Lagian cek up-nya juga enggak lama. Kamu enggak usah khawatir, aku pasti baik-baik aja."

"Sekali lagi aku minta maaf," ujar Varo dengan rasa bersalahnya.

"Iya enggak apa-apa. Ya udah ayo kita makan siang. Tadi Bunda bawain bekal banyak. Bunda bilang bekalnya harus dibagi untukmu juga."

Setelah menyiapkan pekerjaan, Varo pun langsung mengikuti langkah Bunga untuk ke loker, karena disana Bunga menyimpan bekalnya.

Bunga ... aku tidak tau apakah setelah pertunanganku nanti aku masih bisa terus mendampingi pengobatanmu. Aku takut jika setelah bertunangan, hidupku akan semakin terkekang. Terlebih calon tunanganku juga berada di kampus yang sama. Aku takut kedatangannya akan membuat hubungan kita merenggang. Jujur aku tidak bisa berbuat apa-apa, Bunga. Tolong jangan benci aku, ketika aku tak lagi bisa menguatkanmu.

"Varo ... apakah ada masalah yang lain? Aku perhatikan sejak tadi kamu banyak diam. Atau aku telah melakukan sebuah kesalahan?"

"Sejak tadi?" cicit Varo. "Apakah kamu ditegur senior karena terus memperhatikanku?" lanjutannya lagi.

"Jadi kamu tahu kalau aku tadi ditegur oleh senior? Lalu kenapa kamu membatu?"

"Itukan urusanmu, bukan urusanku! Makanya kalau bekerja itu jangan kebanyakan melamun!"

Bagaimana aku tidak melamun, sementara sejak tadi kamu hanya dia tanpa ekspresi. Kan aku jadi penasaran, Varo. Bunga hanya bisa menjawab pertanyaan Varo dalam hati.

***

Disisi lain, Askara merasa sangat bahagia karena bisa bertemu dengan teman lamanya. Siapa yang menyangka setelah bertahun-tahun lamanya, dia bisa bertemu kembali.

"Aku kira kamu tak akan kembali pulang karena telah sukses di Australia sana," ujar Askara pada Davide yang tak lain adalah Daddy-nya Varo.

"Mengapa kamu bisa berpikir seperti itu. Disini adalah tanah kelahiranku, kemanapun aku berlabuh, aku pasti akan kembali pulang. Oh iya, terakhir aku dengar kamu telah menemukan anak dan istrimu. Apakah sekarang kamu masih bersama dengan mereka atau udah pisah lagi?"

"Sembarangan! Kamu pikir aku akan melepaskan Asha? Jika aku tidak mencintainya, tidak mungkin aku akan menikahinya dua kali. Bagiku, Asha adalah separuh hidupku."

"Syukurlah kalau begitu. Bagaimana apakah anggotamu bertambah lagi?" tanya Davide ini tahu.

"Tentu saja. Tak lama setelah kami rujuk, Asha berhasil hamil kembali. Lalu bagaimana denganmu apakah Lusi .... " Askara menjeda ucapannya, karena Askara tahu jika saat itu antara istri Davide tidak bisa memberikan keturunan, tetapi Davide tetap mempertahankan istri, tanpa ingin berpaling untuk mencari wanita yang bisa memberikan anak untuknya.

"Lusi tetap tidak bisa memberikan anak, tetapi Tuhan-lah yang mengirimkan seorang anak kepada kami. Nex time akan aku ceritakan bagaimana rencana Tuhan itu lebih indah," pungkas Davide yang sudah ingin berlalu.

Askara hanya mengangguk dengan pelan, meskipun terselip rasa penasaran. "Oke, Nex time kamu bawa Lusi dan anak kamu untuk makan malam, aku juga akan bawa Asha dan kedua anakku."

"Oke."

...#BERSAMBUNG#...

Tes ... masih adakah yang masih stay disini?

Terpopuler

Comments

ipit

ipit

Bunga pasti kecewa,Varo ibarat makan buah simalakama,kalau gak dterima malah dibilang anak tak tau balas budi,semangat Bunga walupun nanti Varo gak jodoh kamu....

2023-06-09

0

Pujiastuti

Pujiastuti

aduh gimana nanti kalau dua keluarga ini bertemu sedangkan Vano sudah dijodohkan sama dady angkatnya,,,,,

lanjut kak tetap semangat ya 💪💪💪💪

2023-06-09

0

Ainisha_Shanti

Ainisha_Shanti

kasihan Varo jadi dilema.

2023-06-09

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!