12 ~ Kedatangan Candra

Ketukan pintu membuyarkan lamunan Bunga tentang Varo, karena mulai hari ini dia dan Varo akan sering berinteraksi karena keduanya akan menjadi satu tim.

"Bunga ... dibawah ada yang nyariin kamu," ucap bundanya dari luar.

Bunga yang masih menyisir rambutnya, segera mempercepat. "Iya, Bun. Bunga masih sisiran." teriak Bunga dari dalam kamar.

Wajah Bunga mendadak berseri, dia sudah bisa menebak jika yang mencari dirinya adalah Varo yang berjanji akan menjemput. Namun, tangan Bunga terhenti di udara saat melihat bayangan dirinya dalam cermin, dimana dia terfokus pada tangan yang sedang memegang sisir.

Rasanya terasa kasar untuk menelan ludahnya karena melihat helaian ram rambutnya telah menempel di sisirnya.

"Astaga .... " Bunga hanya bisa menangkup bibirnya dengan rasa keterkejutan. Ini adalah kali pertama Bunga melihat rambutnya rontok dalam jumlah yang banyak. Namun, dengan cepat Bunga mengambil dan menyimpan rambutnya yang rontok karena mendengar suara pintu dibuka.

"Masih belum siap juga?" tanya Bundanya.

"Bentar lagi kok, Bun. Tinggal pakai bedak aja," ucap Bunga dengan gugup.

"Gak pakai bedak pun juga udah cantik kok. Udah turun sana!"

Bunga mengangguk dengan pelan dan segera menoles tipis pipinya agar tak terlihat pucat. Rasanya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Varo.

Di mejanya makan telah duduk tiga orang laki-laki. Dua diantaranya adalah ayah dan adik Bunga. Satu lagi adalah Candra, teman Bunga.

Pagi ini dia sengaja nekat datang ke rumah Bunga hanya untuk menyemangati Bunga yang akan melakukan magang selama beberapa bulan ke depan.

"Sudah berapa lama kamu berteman dengan Bunga?" tanya ayah Bunga yang masih menatap kearah Candra.

"Udah lama, Om. Udah sejak SMA," jawab Candra apa adanya.

"Wah... lama juga, ya. Kok enggak pernah main kesini?"

"Oya, soalnya Bunga enggak pernah ngebolehin, Om."

Ayah Bunga mengangguk dengan pelan. Dia sudah hafal dengan sikap anaknya yang tidak akan membawa teman laki-laki untuk pulang ke rumah. Hanya laki-laki istimewa saja yang akan dia bawa ke rumah. Dan itu adalah salah satu sifatnya yang menurun pada Bunga.

Sirna semua cahaya di wajah Bunga ketika melihat siapa yang telah duduk di meja makan bersama dengan adik dam ayahnya. Padahal harapannya yang datang adalah Varo, tetapi kenyataannya malah Candi.

"Kamu ngapain kesini, Can?" tanya Bunga dengan heran.

"Akhirnya kamu keluar juga. Tadi aku cuma mau kasih kamu ucapan semangat, tapi sama Bunda kamu aku disuruh gabung disini. Selamat magang, ya," ucap Candra sambil menyerahkan sebuah buket kepada Bunga.

Tak ingin membuat Candra kecewa, Bunga segera mengambil dan mengucapkan terima kasih.

Bukan keinginan Candra untuk gabung sarapan bersama dengan keluarga Bunga. Semua itu karena desakan bunda Bunga yang terus memaksa Candra untuk ikut gabung.

"Kak Bunga mau berangkat ikut aku tau berangkat sama temen kakak?" tanya Galang setelah selesai dengan sarapannya.

"Kamu duluan aja. Aku nunggu temen yang mau jemput."

Candra yang mendengar jawaban Bunga langsung menautkan alisnya. Sejak kapan Bunga punya teman, sedang satu-satunya teman yang dimilikinya adalah dia.

"Temen?" cicit Candra. "Kamu punya teman selain aku?" tanyanya dengan heran.

"Ah, itu .... " Belum sempat Bunga menjelaskan pada Candra, suara bel telah berbunyi. Terpaksa Bunga menjedanya.

"Siapa ya? Tumben pagi-pagi ada tamu?" gumam bundanya Bunga yang kemudian beranjak dari tempat duduknya untuk membuka pintu.

Dalam hati Bunga sudah bisa menebak jika yang datang adalah Varo.

"Siapa, Bun?" tanya papanya Bunga.

"Ini Varo, Yah," sahut istrinya dari luar.

Dada Bunga seakan berhenti berdetak saat mendengar nama Varo disebut oleh Bundanya. Bahkan terasa kasar untu menelan salivanya.

Varo? Apakah Varo anak baru yang belagu itu? Ngapain dia kesini pagi-pagi? batin Candra dengan rasa penasaran.

"Em ... Can, kamu gak papa kan kalau aku tinggal jalan duluan sama Varo? tanya Bunga dengan rasa tak enak pada Candra, karena Bunga tak ingin menyia-nyiakan kesempatannya untuk bersama dengan Varo.

"Apakah yang kamu maksud adalah Varo anak baru itu?"

"Iya. Aku sama dia kan magang ditempat yang sama, jadi kami berangkatnya juga sama," jelas Bunga dengan pelan.

Candra menghembuskan napas beratnya. Dia tidak tau sejak kapan Bunga dan Varo dekat.

"Iya. Enggak apa-apa. Lagian aku magangnya enggak satu arah."

Bunga yang sudah selesai dengan sarapannya segera beranjak dari tempat duduk dan langsung menyalami ayah untuk berpamitan. Sebagai orang tua, Askara tak ingin ikut campur dengan urusan anaknya. Ingin dekat dengan siapapun tidak masalah yang penting orang itu bertanggung jawab.

Setelah Bunga beranjak, Candra pun juga ikut meninggalkan meja makan dan menyalami orang tua Bunga. Tak lupa Candra mengucapkan kata terima kasih karena telah disuruh sarapan bersama.

"Om, Tante, terima kasih atas sarapannya. Masakan Tante enak. Pantes aja Bunga selalu bawa bekal."

"Ah, bisa aja. Ya udah, hati-hati ya," ucap bundanya Bunga.

Varo yang menunggu di teras langsung menautkan kedua alisnya saat melihat Bunga dan Candra yang keluar dari rumah. Matanya menatap tajam kearah Bunga dan Candra secara bergantian.

"Varo, maaf membuatmu menunggu. Tadi aku masih sarapan," jelas Bunga.

"Sama dia?" Tunjuk Varo kearah Candra.

Kapala Bunga mengangguk dengan pelan. "Iya. Kebetulan tadi Candra datang, terus diajak Bunda untuk itu sarapan. Kamu udah sarapan?"

"Udah," ketus Varo.

"Ya udah, kalau kalian mau berangkat, aku jalan duluan ya. Kamu yang sempat ya, Bunga," kata Candra yang merasa canggung saat matanya terus ditatap oleh Varo.

"Iya. Kamu yang semangat juga ya. Kapan-kapan aku main ke restoran tempat kamu magang," ujar Bunga.

Candra pun mengangguk dengan pelan dan meninggalkan halaman rumah Bunga.

"Kamu dekat banget sama dia?" datar Varo dengan mata yang masih mengawasi mobil Candra keluar dari halaman rumah Bunga.

"Lumayan sih, karena Candra itu satu-satunya teman aku dari masa SMA. Cuma dia yang mau berteman denganku," jelas Bunga.

"Oh ... ya udah. Ayo berangkat."

Entah mengapa melihat kedekatan Bunga dengan Candra, dada Varo terasa panas. Namun, Varo segera menyadari jika juga berhak untuk berteman dengan siapapun, termasuk juga dengan Candra.

"Kamu sama Candra pacaran?" tanya Varo memecahkan keheningan.

Bola mata Bunga langsung membulat dengan lebar. "Pacaran?" cicitnya. "Aku sama Candra itu enggak mungkin pacaran, karena Candra itu satu-satunya teman yang aku miliki. Jika seandainya aku sama dia pacaran, terus andai kata kami berdua putus, aku enggak akan punya siapa-siapa lagi. Candra akan pergi dan hubungan kami akan hancur. Oleh sebab itu aku tidak pernah berniat untuk pacar dengannya," jelas Bunga.

...#BERSAMBUNG#...

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

kalau alasan seperti itu terhadap Candra berarti i dgn varo juga begitu karena kalau pacaran nanti putus tdk punya temen lagi ?

2024-08-18

0

ipit

ipit

kamu gak boleh gelarang Bunga jauhan sama candra ya Varo, karna sebelum ada kamu candra lah yang jadi penyemangat Bunga,, akur akur aja ya kalian bertiga... ☺😊

2023-06-06

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!