Ada kebahagiaan tersendiri di hati Selena setelah merampungkan masa koas di Rumah Sakit LT Kota S. Dia bahkan telah mengambil sumpah kedokteran dan lulus beberapa tes lainnya. Waktu berlalu begitu cepat, dan kini gadis cantik berusia 24 tahun itu telah menjadi dokter kandungan di rumah sakit pusat keluarga Johnson, yakni Jhonson Hospital Group. Semua ini juga berkat dorongan dari Mommy Yohana.
Mommy Yohana memang tidak ingin Selena semakin jauh dari mereka. Sejak awal, dia sudah menyadari alasan putrinya mengambil keputusan tersebut. Bukan sekadar untuk mencari pengalaman, tetapi juga untuk menyembuhkan perasaan akibat sikap kasar sang kakak yang tidak pernah menginginkan keberadaan Selena.
"Sore ini, kakakmu akan kembali dari Negara S. Sepertinya dia membawa kabar baik. Mommy dengar proposal kerjasama dengan perusahaan di sana sudah disetujui," ujar Mommy Yohana dalam perjalanan pulang dari rumah sakit.
"Aku turut bahagia atas pencapaian kakak," balas Selena singkat.
"Kamu baik-baik saja, kan, Nak?"
"Aku baik-baik saja, Ma. Sehat malah. Mama lihat sendiri, aku bugar, kan?" Selena menjawab sambil tertawa ringan mendengar pertanyaan itu.
"Bukan itu maksud Mommy. Tapi, bagaimana dengan perasaanmu?" Mommy Yohana menepuk pundak putrinya dengan lembut.
Selena terkekeh lagi. Pertanyaan seperti ini tidak lagi mengusik perasaannya seperti dulu. Apakah dia benar-benar sudah berhasil menyembuhkan hatinya dari cinta sepihak pada Melvin, atau mungkin hanya terbiasa membohongi diri sendiri? Entahlah.
"Mungkin Kak Melvin benar, Ma. Aku hanya kagum padanya. Itu hanya cinta monyet. Sekarang aku tidak merasakan apa-apa lagi. Aku hanya berharap kakak kembali seperti dulu, tidak marah dan kesal padaku lagi."
Selena mengangguk yakin. Yang dia yakini, tidak ada lagi rasa istimewa dalam hati saat ini.
Tatapan Mommy Yohana sedikit memicing. "Apa ini karena dokter tampan itu?"
"Dokter tampan yang mana, Ma?" Selena bingung.
"Kamu tahu siapa yang Mommy maksud."
Selena terdiam sejenak, mencoba mengingat. "Dokter Willy maksud Mommy?"
"Nah, itu dia. Ingatannya masih bagus, ya!"
Selena tersenyum simpul. Entahlah. Memang kedekatan mereka selama beberapa waktu terakhir di Kota S membuatnya nyaman dan selalu merasa bahagia. Pria itu pandai menghibur dan membuatnya terkesan.
"Kalau memang benar, Mommy setuju saja. Dia orang yang baik. Bukankah dia mendapat rekomendasi bekerja di rumah sakit kita?"
Selena menggaruk lehernya dengan canggung. Ibunya ada-ada saja. Dia bahkan belum berpikir untuk memulai hubungan yang serius. Walaupun nanti ia siap, bisa jadi bukan dokter Willy yang menjadi pilihannya.
"Kalau dia sudah mulai bekerja di rumah sakit, ajak dia makan di rumah, ya."
Meskipun terdengar seperti menggoda, wajah Mommy Yohana tampak serius.
Selena hanya mengangguk, tidak ingin berjanji terlalu banyak.
Sementara itu, Melvin dan Diana tiba di bandara hampir pukul setengah tujuh malam. Mereka langsung menuju rumah utama dan disambut oleh Mommy Yohana serta Daddy Johnson. Setelah merasa lelah dan ingin mandi, keduanya menuju kamar masing-masing.
Tepat pukul delapan malam, semua sudah berkumpul di meja makan, kecuali Selena. Melvin terlihat kesal dan menggerutu dalam hati. Selena selalu membuat orang lain menunggu.
"Maaf membuat semua menunggu. Tadi ada telepon penting dari rumah sakit," ucap Selena merasa bersalah.
Selena sedikit gugup, akhirnya setelah lebih dari dua tahun, ia kembali bertemu dengan Melvin. Tatapan dingin dan datar itu masih belum berubah.
"Tidak apa-apa, Nak. Kami belum lama disini," sahut Daddy Johnson menenangkan.
"Sini, duduk di dekat Mommy," ajak Mommy Yohana.
Selena mengangguk dan duduk di samping wanita itu, tepat berhadapan dengan Melvin dan Diana. Dia menyunggingkan senyum kepada mereka berdua. Melvin tertegun, melihat perubahan yang signifikan pada adiknya. Gadis itu, kini terlihat lebih dewasa, dan lesung pipinya makin jelas ketika tersenyum. Ada perasaan aneh yang menggeliat di hatinya, namun dia berusaha menepis.
Di sampingnya, Diana melirik Melvin sekilas. Dia kesal melihat perubahan ekspresi kekasihnya saat menatap Selena, seolah terkejut dan kagum. Dia pun meremas paha Melvin untuk menyadarkan pria itu.
"Makan, Sayang. Nanti makanannya dingin," tekan Diana seperti memberi perintah.
Melvin tersentak dan kembali fokus pada piring yang sudah penuh dengan makanan yang diisi Mommy Yohana.
Mereka akhirnya menikmati hidangan dengan sesekali Daddy Johnson menanyakan perkembangan bisnis putranya.
"Habiskan ini. Mommy tahu kamu sudah lama tidak makan ini, kan?" Mommy Yohana menyodorkan piring kecil berisi perkedel isi daging.
Selena tidak langsung mengambil karena di piring miliknya masih ada lauk tersebut. Dia sekilas melihat piring sang kakak, lalu menggunakan sumpit memindahkan perkedel itu ke piring Melvin.
"Untuk kakak saja. Aku masih ada," ucapnya sambil tersenyum manis. Melvin tertegun, bolak-balik menatap perkedel di piring dan Selena. Tindakan kecil ini berhasil menggelitik perasaannya.
Mommy Yohana tersenyum hangat. Sudah lama sekali ia tidak menyaksikan momen seperti ini. Dulu, mereka sering berebut makanan, tapi Melvin selalu mengalah. Kini, justru Selena yang mengalah untuk kakaknya. Gadis kecil itu sudah tumbuh dewasa.
Setelah menyelesaikan makan malam, mereka melanjutkan obrolan di ruang tamu. Selena masih di dapur, membantu Bibi Meta membersihkan peralatan makan. Meski sudah dilarang, gadis itu tetap bersikeras membantu, karena begitulah sifatnya—tidak ingin merepotkan orang lain.
Ketika semua tengah asyik mengobrol, Selena datang membawa minuman dan camilan bersama Bibi Meta. Sekali lagi, mata Melvin tertuju pada gadis itu. Namun, segera menoleh saat Selena melihat dia sekilas ketika meletakkan minuman.
Setelah semua tersaji di atas meja, barulah Selena duduk bersama mereka. Seperti biasa, ia tidak banyak bicara, hanya tersenyum sesekali. Obrolan malam itu lebih banyak tentang bisnis dan kelanjutan hubungan Melvin dan Diana. Melvin bercerita bahwa dia sedang mencoba membangun hubungan yang serius saat ini.
Perasaan Selena sedikit tergelitik, tetapi ia berusaha menunjukkan ekspresi biasa saja. Baginya, itu adalah keputusan Melvin untuk pria itu sendiri. Jadi dia tidak boleh bersedih.
Saat waktu menunjukkan pukul sepuluh lebih, mereka memutuskan untuk beristirahat. Semua kembali ke kamar, termasuk Diana yang menuju kamar tamu. Sebenarnya, wanita itu kurang suka berada di rumah utama karena tidak bisa berduaan dengan Melvin dan harus tidur terpisah.
Melvin sebenarnya tidak peduli, tapi Diana lebih memilih menjaga citra di depan keluarga kekasihnya.
Selena belum kembali ke paviliun. Ia masih mencari sesuatu di kamar lama lantai atas. Sebuah buku catatan kecil yang dulu sering digunakan untuk berkeluh kesah. Lama mencari, akhirnya ketemu juga, dia merasa lega dan memutuskan untuk segera turun.
Saat berjalan menuju paviliun, Selena melewati kolam renang dan tak disangka melihat Melvin sedang menghisap rokok di sana. Pandangan mereka tanpa sengaja bertemu. Melvin menatap dia dengan datar, sementara Selena tersenyum.
"Kakak belum tidur?" tanyanya basa-basi.
"Kamu lihat saya di sini, kan?" balas Melvin dengan nada sewot. Selena tidak masalah, yang penting pria itu mau menjawab.
"Oh, iya. Saya belum mengucapkan, selamat, ya, Kak. Saya dengar dari Mommy dan Daddy, perusahaan Kakak semakin berkembang dan mendapat kerja sama dengan perusahaan di Negara S."
Selena tulus menyampaikan ucapan itu. Dia bangga dengan pencapaian Melvin, meski sang kakak belum sekalipun mengucapkan selamat atas keberhasilannya menjadi dokter.
Melvin tidak terlalu memperhatikan perkataan Selena, lebih fokus pada senyum adiknya yang sejak bertemu di meja makan tadi sering terlihat. Senyum lepas yang sudah lama tidak dia lihat, terakhir kali beberapa tahun lalu, ketika gadis itu dengan bangga menyatakan bahwa Melvin adalah cinta pertama dan bertekad menikahi dirinya ketika besar nanti. Juga, Ini adalah momen pertama bagi mereka berbicara berdua setelah sekian lama.
"Kak," Selena melambaikan tangan di depan wajah Melvin yang tengah melamun .
Melvin tersentak dan entah sadar atau tidak dia merespon ucapan selena barusan.
"Terima kasih "
senyum selena semakin lebar. Entalah. Selama ini, dia sudah meyakinkan bahwa tidak ada lagi rasa lebih untuk pria dihadapannya. Tapi justru bertemu lagi malah membuat dadanya bergetar seperti sekian tahun lalu.
"Beib kau di sini rupanya. aku mencari mu" Saat pandangan mereka masih bertaut, suara Diana mengalihkan perhatian mereka dan langsung mencium melvin begitu saja. Pria itu tidak menolak.
"Oh, hai selena. Belum tidur ya"
"Belum kak. Saya baru mau ke belakang" perasaan selena tidak nyaman melihat bagaimana dengan agresif Diana mencium bibir Melvin tepat di hadapannya.
Dia memutuskan ke belakang sebelum melihat adegan lain yang malah membuat dia kembali merasa malu sendiri atau malah sedih seperti yang sudah-sudah.
"Saya pamit ke belakang kak. selamat malam" Selena berjalan melewati kedua orang itu.
Melvin bisa melihat dengan jelas senyum lebar yang gadis itu tunjukkan beberapa saat langsung sekejap meredup semenjak kedatangan kekasihnya. Dia terus memperhatikan langkah Selena hingga menghilang tertelan kegelapan.
"Ada apa dengan ku" batin melvin menekan rasa tidak nyaman di hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments