Selena menatap nanar pada dua orang di depannya: sepasang kekasih yang sedang bercanda mesra. Akhir pekan kali ini berbeda dari biasanya. Melvin membawa Diana berkunjung ke rumah.
Mama Yohana hanya diam memandang. Sementara itu, Ayah Johnson tampak datar.
“Cecen, kemarilah, Nak,” panggil Mama Yohana, menyadari Selena berada tidak jauh dari situ. “Cecen” adalah panggilan sayangnya untuk Selena. Gadis berlesung pipi itu baru saja menyelesaikan tugas kuliahnya di kamar atas.
“Duduk di sini,” pinta Mama Yohana setelah Selena berdiri di sampingnya, lalu menyuruh suaminya bergeser.
Melvin berdecak kesal melihat perlakuan itu. Orang tuanya memang sangat menyayangi Selena. Tatapan sinis dari Melvin dan kekasihnya membuat Selena merasa tidak nyaman.
“Diana, ini putri saya, namanya Selena. Tapi saya memanggilnya Cecen karena dia sangat manis,” jelas Mama Yohana, bangga memiliki Selena sebagai putrinya. Meskipun dia tidak begitu menyukai kekasih putranya, sebisa mungkin dia tetap bersikap tenang.
“Wah, ternyata Melvin punya adik, ya. Sayang, kenapa kamu tidak pernah cerita?” sahut Diana, kaget, sambil menyenggol lengan kekasihnya.
“Tidak penting,” jawab Melvin ketus, membuat hati Selena terasa diremas. Diana tersenyum tipis penuh arti.
“Dia memang seperti itu. Dia tidak pernah membicarakan adiknya karena takut putriku yang cantik ini akan diganggu pria-pria nakal di luar sana, bukan begitu, Son?” seloroh Ayah Johnson, sambil mengelus lembut surai Selena. Gadis itu merasa tersentuh. Walaupun hanya anak angkat, keberadaan Selena di keluarga Johnson diterima dengan sangat baik, meski tidak lagi dengan kakaknya, Melvin.
Melvin mendengus malas. Daripada terus merasa kesal melihat Selena dan sikap orang tuanya, Melvin memilih mengajak Diana ke kamarnya.
“Jangan bawa kekasihmu ke kamar. Ingat batasan, Son,” tegur Ayah Johnson, meskipun dia tahu tabiat putranya yang sering tak bisa mengendalikan diri.
Diana sempat merasa tidak enak, tapi melihat Melvin terus menarik tangannya, dia pun akhirnya mengikuti.
Melvin tidak menggubris perkataan ayahnya dan langsung menuju kamarnya di lantai tiga. Begitu masuk, dia dan Diana langsung berciuman mesra. Lidah mereka saling membelit, bertukar air liur. Melvin bahkan dengan cepat meremas dua bukit kembar Diana setelah melepaskan pakaian bagian atas wanita itu. Desahan mereka saling bersahutan, Diana pun kini ikut mahir memanjakan Melvin hanya dengan tangannya.
“Kau begitu pandai memuaskan, Sayang. Oh... teruskan, jangan berhenti...” rintih Melvin di tengah gelombang kenikmatan.
Diana semakin agresif. Dia menaiki tubuh Melvin dan setelah itu hanya terdengar desahan dari keduanya, seakan mereka berada di surga dunia.
Sementara itu, di lantai bawah...
“Nak, maafkan Melvin, ya. Kakakmu mungkin sedang banyak pikiran akhir-akhir ini,” ujar Mama Yohana sedih.
“Soal rencana perjodohan itu, biar Mama akan...”
“Jangan membahas itu lagi, Ma. Aku berharap jangan diteruskan perjodohan itu. Aku takut Kak Melvin semakin membenciku,” potong Selena tegas. Dia yakin Melvin semakin tidak menyukainya karena hal itu.
Mama Yohana hanya bisa menarik napas panjang dan memandang suaminya yang mengangkat bahu, tanda tidak ingin terlibat.
Setelah berbincang sebentar dengan orang tuanya, Selena memutuskan kembali ke kamar. Namun, hatinya kembali berkecamuk saat mendengar jelas suara desahan laki-laki dan perempuan dari kamar sebelah—kamar Melvin. Entah apa maksudnya, pintu kamar pria itu tidak tertutup rapat.
Daripada terus meratapi perasaannya, Selena memilih masuk ke kamarnya. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata.
“Tidak, Selena. Kau tidak boleh seperti ini. Melvin adalah kakakmu. Perasaan kemarin hanya cinta monyet. Lupakan dia,” gumam Selena lirih, menatap wajah kusutnya di depan cermin.
Walau susah, Selena mencoba memejamkan mata. Dia terbangun saat jam menunjukkan pukul sepuluh malam.
Ternyata dia sudah melewati waktu makan malam. Karena kelaparan, dia memutuskan turun ke bawah menuju dapur. Namun, dia terkejut saat melihat Melvin sedang mengambil botol air dingin dari lemari pendingin. Yang lebih membuatnya tidak nyaman, pria itu hanya mengenakan celana pendek. Tubuh bagian atasnya yang kekar terlihat jelas.
Pipi Selena merona. Ia wanita yang secara diam-diam mengagumi kakaknya. Selena mencoba membuang pandangan dan menetralkan detak jantungnya.
Walau lampu dapur sudah diganti dengan yang lebih redup, Selena masih bisa melihat beberapa tanda merah keunguan di leher dan dada bidang pria itu.
Seketika ingatannya kembali pada suara-suara terlarang siang tadi. Sungguh, dia tidak ingin mengingatnya.
Selena memutuskan untuk memanaskan makanan karena sudah sangat lapar, mengabaikan Melvin yang menatapnya datar.
Selena berusaha keras menelan makanan. Bagaimana tidak, bukan kembali ke kamar, Melvin justru duduk di sana sambil menatapnya serius. Apa maksudnya ini? Apakah dia melakukan kesalahan? Batin Selena penuh tanya dan was-was.
Tidak ingin terjebak dalam situasi itu, Selena cepat-cepat menghabiskan makanan, lalu membersihkan peralatan makannya. Ketika akan meninggalkan dapur, sebuah instruksi menghentikan langkahnya.
“Duduk!” perintah Melvin tegas.
Meski bingung, ragu, dan khawatir, Selena memilih menurut. Dia duduk di seberang meja, langsung berhadapan dengan Melvin. Pandangannya ke bawah, tidak berani menatap pria di hadapannya yang entah mengapa, meskipun dalam kondisi marah, tetap terlihat menawan dan memikat. Selena tak tahan menatap lebih dari tiga detik.
“Berhenti berpura-pura polos dan penurut,” ujar Melvin dingin. Tatapannya tajam.
“Apa maksud Kakak?” Selena memberanikan diri menatap pria di depannya.
“Jangan berpura-pura tidak tahu. Apa yang kau katakan pada orang tuaku tadi sehingga mereka tiba-tiba mengatakan tidak menyukai kekasihku? Apa kau kembali meracuni pikiran mereka dengan perjodohan? Jangan harap. Sampai kapan pun saya tidak akan menerima perjodohan itu. Berhentilah menjadi manipulatif!” Ucapan Melvin begitu menohok hati Selena. Gadis itu merasa bingung sekaligus sedih mendengar perkataan kakaknya yang begitu tega menuduhnya.
Tanpa memberi kesempatan bagi Selena untuk menjelaskan, pria itu pergi meninggalkannya. Sekali lagi, Selena hanya bisa menunduk dalam. Ternyata Melvin kembali salah paham. Mungkin dia berpikir perjodohan itu terjadi atas permintaan Selena kepada orang tuanya. Padahal, dia tidak pernah melakukan itu, apalagi menjelek-jelekkan kekasih Melvin. Rupanya, malam ini dia akan kembali tidur dengan perasaan sedih.
Keesokan harinya, tepatnya Minggu sore, Selena berada di sebuah supermarket untuk membeli beberapa keperluan. Tanpa sengaja, dia bertemu dengan Martin.
“Hei, Sel,” sapa pria itu sambil tersenyum.
“Eh, hai, Kak!” sahut Selena, terkejut. Saat itu dia sedang berusaha meraih salah satu merek pembalut yang letaknya paling atas. Walaupun sudah berjinjit, dia tetap kesulitan.
“Mau ambil ini?” tanya Martin sambil menyodorkan pembalut yang ingin diambil Selena tadi.
“Eh, iya, Kak. Terima kasih,” jawab Selena gugup. Sebelumnya, dia tidak pernah mengalami hal semacam ini. Wajar jika dia merasa sedikit malu.
“Sama-sama. Kakak duluan, ya. Ibu sudah menunggu di kasir,” pamit Martin setelah mengelus lembut puncak kepala Selena. Bagi Martin, Selena adalah adik kecil yang manis dan cantik. Dia menyayangi gadis itu layaknya seorang kakak.
“Iya, Kak. Sekali lagi terima kasih. Salam untuk Tante,” ujar Selena. Martin hanya mengangguk singkat sambil berlalu. Selena kembali melanjutkan belanja, mengambil beberapa barang yang masih kurang. Setelah merasa semuanya lengkap, barulah dia menuju kasir.
Namun, di sana,lagi-lagi di sana dia berjumpa dengan sang kakak yang sedang bersama Diana kekasihnya. hubungan mereka memang sudah terendus media sejak awal. Jadi tidak sungkan lagi kalau mau kencan dan jalan berdua dimana pun.
"Hai kita ketemu lagi" Sapa Diana setelah melihat keberadaan selena. gadis itu hanya mengangguk kaku dan ragu. mengingat melvin yang selalu tidak menyukai moment dimana mereka bertemu walau tanpa sengaja.
"Beib, adik kamu di sini tu" Lanjut Diana memberi tahu walau sebenarnya Melvin sudah mengetahui keberadaan selena.
"Tidak penting. Ayo segera bayar belanjaanmu beib. Aku sudah tidak sabar berduan dengan mu di apartemen" Respon melvin terang-terangan.
"Ish jahat kamu sama selena. Lagian tidak sabaran banget. Sabar dong. Setelah ini kamu bebas menikmati apapun termasuk malam panjang kita nanti beib. Cupppp" Timpal Diana yang kini entah sengaja atau tidak melupakan keberadaan Selena di belakang mereka. Wanita itu tanpa malu mengecup bibir melvin di tempat umum.
Selena mencoba biasa-biasa saja walau dadanya terasa sesak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments