"Kamuu!!!"
Melvin menajamkan pandangan setelah melihat siapa yang berani mengganggu kesenangannya bersama Diana.
"Maaf, Kak. Apakah Selena mengganggu?" tanya Selena dengan suara gemetar, takut melihat wajah garang Melvin. Sebenarnya, ada rasa rindu yang bergejolak dalam dadanya. Bukan bermaksud untuk terus merindu, tetapi hatinya memilih pria itu. Namun, penolakan kasar selalu dia terima.
"Sudah tahu masih bertanya! Bodoh!" bentak Melvin, membuat Selena tersentak kaget.
Diana yang menyadari Melvin sudah lama pergi segera menyusul ke depan.
"Siapa, Beb?" Namun, matanya langsung menangkap sosok Selena. Dia pun tersenyum tipis.
"Oh, adikmu. Suruh dia masuk, Beb. Kasihan berdiri di luar," ajak Diana sambil mengelus lengan Melvin yang tampak ketus.
"Tidak perlu. Saya tidak punya kepentingan dengannya," tolak Melvin dengan tampang yang masih kesal.
"Jangan begitu. Dia adikmu. Mungkin dia punya urusan penting, kan?"
Selena hanya memandang dua orang di depannya dengan perasaan kurang nyaman. Entah apa maksud Diana yang tiba-tiba bersikap manis seperti ini, apalagi melihat beberapa bekas gigitan di leher Diana. Sekarang, Selena menyadari bahwa dia datang di saat yang tidak tepat.
Namun, mau bagaimana lagi? Dia sudah sampai di sana. Mana mungkin dia pulang sia-sia.
"Katakan apa kepentinganmu?" tanya Melvin tegas, sementara Diana menggeleng melihat sikap kekasihnya.
"Sudah yuk, ajak dia masuk saja," seru Diana tanpa menunggu persetujuan Melvin, menarik Selena masuk. Melvin mendesah kasar, mengikuti.
"Duduk, Selen. Mau minum apa? Biar saya siapkan," tawar Diana, bersikap seolah-olah dia adalah nyonya rumah.
"Tidak usah, Kak. Saya hanya mampir sebentar. Mau bicara dengan Kakak Melvin," tolak Selena dengan halus, kini menatap pria yang dimaksud.
"Katakan!" Tegas Melvin, membuang pandangan ke arah lain. Dia merasakan getaran tidak nyaman di hatinya saat melihat mata polos dan sendu gadis itu.
"Bisakah Kakak balik ke rumah? Mommy akhir-akhir ini sering menangis. Dia bilang rindu Kakak. Mommy juga bilang Kakak susah dihubungi dan sulit mencari waktu untuk bertemu. Kalau Kakak merasa tidak nyaman dengan keberadaan saya di rumah. Biar saya yang pergi,"
Ungkap Selena dalam satu tarikan napas, merasakan lega setelah mengatakan semua yang terjadi di rumah.
Kini, dia menunggu respon Melvin, sementara Diana masih setia berdiri sambil bersedekap.
"Nanti malam saya akan kesana bersama Diana."
'Syukurlah,' pikir Selena, meski hanya di dalam hati.
"Baik, Kak. Nanti saya akan sampaikan pada Mommy."
"Tak perlu. Saya sendiri yang akan menelepon. Kalau tidak ada kepentingan, kamu tahu kan pintu keluar di mana?"
Diana mendekat dan memeluk lengan Melvin, merasa Melvin sedikit berlebihan bersikap pada adiknya.
"Beb, jangan terlalu kasar pada adikmu. Kasihan dia."
"Kamu terlalu baik, Sayang. Ini hanya urusanku dengannya," timpal Melvin, entah apa maksud ucapan itu.
Merasa tidak ada kepentingan dan akan menjadi pengganggu di sana, Selena pun pamit pulang. Diana menawarkan untuk mengantarnya, namun dia tolak, apalagi Melvin juga menolak tegas.
Setibanya di rumah, bertepatan juga Mommy Yohana yang baru pulang. Wanita paruh baya itu mendapatkan tugas shift pagi hingga sore di rumah sakit. Dia adalah seorang dokter spesialis penyakit dalam, salah satu dokter senior yang menjadi panutan bagi dokter muda. Walau berstatus sebagai istri pemilik rumah sakit, sikapnya sangat ramah dan tidak membedakan siapapun.
Setiap kali melihat sosok ini, Selena seolah teringat mendiang mamanya, yang juga dulu seorang dokter spesialis kandungan. Selena pun mengikuti jejak dua wanita kesayangannya, menjadi dokter dengan mimpi menjadi dokter kandungan seperti sang mama.
"Sudah pulang, Nak?" tanya Mommy Yohana saat Selena mencium punggung tangannya. Gadis itu mengangguk dan tersenyum tipis.
"Bagaimana ujian hari terakhir?" lanjut mommy Yohana bertanya saat mereka berjalan menuju lantai atas, tempat kamar mereka berada.
"Lancar, Mom, seperti biasa. Oh iya, Daddy belum pulang?"
"Belum. Mungkin nanti sebelum makan malam tiba di rumah."
Selena kembali mengangguk. Daddy Johnson memang masih bertugas sebagai tentara senior di Kota J. Dari yang dia dengar, sebentar lagi sang daddy akan pensiun.
Sambil bekerja sebagai abdi negara, Daddy Jhonson juga membantu sang istri memantau dan mengelola perkembangan bisnis mereka dalam industri kesehatan. Mau tidak mau seperti itu, karena dia satu-satunya anak yang malah memilih menjadi tentara. Beruntung Mommy Yohana seorang dokter, paling tidak dia masih paham tentang pengelolaan keberlanjutan usaha keluarga.
Mereka tetap membujuk Melvin untuk belajar manajemen bisnis demi keberlanjutan Jhonson Hospital Grup juga sejalan dengan perusahaan farmasi.
"Syukurlah, Ma. Tadi Kak Melvin bilang akan ke sini," beritahu Selena.
"Oh, ya? Kamu ketemu dia? Di mana? Bagaimana keadaannya?" tanya Mommy Yohana bertubi-tubi saking rindunya.
Baru juga hendak menjawab, ponsel Mommy Yohana bergetar. Betapa bahagianya dia setelah melihat siapa yang menelepon—orang yang baru saja mereka bicarakan.
Dia pun menjawab dengan bahagia. Selena tersenyum menatap dengan penuh rasa sayang. Mereka terpisah setelah sampai di depan pintu kamar masing-masing.
Begitu masuk, Selena langsung bersiap mandi. Malam ini dia akan menyampaikan niatnya untuk menempati paviliun belakang. Karena dia tidak diizinkan tinggal di kos atau kontrakan dengan alasan apapun, setidaknya dengan menggunakan alasan menempati paviliun peninggalan orang tuanya, ada kemungkinan dia mendapatkan izin.
Memang benar, dulu sebelum papanya meninggal, mereka sekeluarga menempati paviliun itu. Papanya adalah asisten dari orang tua Daddy Jhonson.
Semua ini dia lakukan agar Melvin merasa nyaman saat berada di rumah apabila nanti kembali ke rumah.
Malam kembali datang, Selena membantu para asisten menyiapkan makanan di meja. Sebentar lagi Melvin akan tiba. Walau dia tahu pria itu akan datang bersama Diana, entah kenapa dia begitu semangat menyiapkan makanan kesukaan kakaknya, tumis buncis telur asin dan cumi balado.
Tadi sore, dia sudah berbicara dengan kedua orang tuanya. Dia sudah mendapat izin untuk menempati paviliun belakang mulai esok hari. Awalnya Daddy Johnson menolak tegas, apalagi Mommy Yohana. Sama sekali tidak setuju. Namun, Selena beralasan ingin bernostalgia dengan kenangan lama kedua orang tuanya.
Dengan berat hati, kedua orang tua itu pun setuju. Setidaknya putri mereka tidak pergi dari rumah sama seperti yang dilakukan Melvin.
"Wah, wanginya enak sekali," puji Daddy Jhonson yang tiba-tiba muncul bersama Mommy Yohana.
"Tentu, Daddy. Kan masakan Bibi Meta," respon Selena sambil memeluk manja lengan seorang pelayan senior di rumah itu, wanita yang juga banyak berjasa dalam hidupnya.
Di tengah obrolan ringan itu, orang yang ditunggu-tunggu pun muncul.
"Malam, Mom, Dad."
"Malam, Om, Tante," sapa Melvin dan Diana kompak. Keduanya nampak serasi bergandengan mesra dan mengenakan pakaian santai.
Hati Selena sedikit tercubit melihat pemandangan itu, tetapi dia tetap memasang wajah tenang dan berusaha bersikap biasa saja.
Menyadari putranya sudah datang, Mommy Yohana segera memeluk Melvin dan sedikit terisak sambil mengatakan rindu. Pria itu hanya bisa meminta maaf, mengakui bahwa beberapa waktu terakhir kesibukan membuatnya lupa mengabari sang Mommy.
"Karena kalian sudah datang, duduklah. Kita langsung makan. Mumpung masih hangat," ajak Daddy Jhonson, mulai duduk terlebih dahulu.
Semua pun ikut duduk dan mulai menikmati hidangan di sana. Mereka makan dalam suasana yang cukup hening. Setelah selesai, mereka menuju ruang depan untuk mengobrol.
Nampak Diana mulai mencoba mengakrabkan diri dengan kedua orang tua Melvin. Hanya Selena yang banyak diam dan menunduk, sepertinya gadis itu merasa kurang nyaman karena tidak menemukan topik untuk ikut berbicara.
"Nak, menginaplah di rumah, ya?" mohon Mommy Yohana melihat gelagat putranya yang hendak pamit.
"Tapi, Mom, aku malam ini harus menemani Diana ke..."
"Club?" sela Daddy Jhonson dengan sebelah alis terangkat.
Melvin ragu menjawab, sementara Diana tercekat seperti sedang mendapat intimidasi dari Daddy kekasihnya.
"Turuti saja, apa kata mommy kamu. Apa kebebasan di luar membuat kamu mulai tega padanya " sentak daddy Jhonson. Dia kesal, kesibukan di luar seakan membutakan mata Melvin kalau kini sang Mommy harus memohon untuk tetap di rumah.
Melvin memandang wajah mommy yang tengah sendu. Sungguh dia merasa bersalah.
Dia dan Diana pun saling memandang sesaat, seolah berbicara lewat tatapan.
"Baiklah. Diana juga akan ikut menginap kalau begitu " putus melvin dan membuat perasaan Selena kembali tercubit.
"Aku duluan pamit ke kamar. Selamat malam semua" Selena pamit lebih awal dan melangkah tanpa menunggu jawaban mereka yang di sana.
Melvin memandang datar setiap langkah Gadis itu. Sementara mommy Yohana mengatup bibir seperti memahami perasaan putrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments