''Tuan, bukankah dulu pernah bilang kalau kita akan pura-pura terlihat saling mencintai dihadapan nyonya Lidya?'' tanya Vina.
Memang, belum sempat Vina dan Lidya bertemu setelah rencana pernikahan itu. Kedua orangtua Arkha sudah marah lebih dulu atas keputusan putranya sehingga langsung memutuskan untuk ke luar negeri. Apalagi saat Arkha langsung mengatakan tidak menerima penolakan karena semua itu demi Mikha.
''Saya tidak bisa, dan kenyataannya mama juga tidak menerima kamu. Yang penting 'kan Mikha sudah bahagia atas pernikahan ini.'' jawab Arkha.
Vina langsung menatap Arkha sembari menggeleng pelan.
''Sesimpel itu kah cara pikir anda mengenai perasaan orang lain, Tuan?'' tanya Vina dengan menatap dalam.
Vina kembali menggelengkan kepalanya.
''Apakah menurut anda, menikah itu hanya laki-laki dan perempuan bersatu, setelah itu urusan selesai?'' sambungnya lagi tanpa mengalihkan tatapannya pada Arkha.
Arkha menoleh ke arah Vina sekilas lalu kembali menatap lurus ke depan. Ia pun melihat raut wajah Vina yang tampak kecewa atas jawabannya.
''Lha, gue mau jawab apa? salah jawab nih gue.'' bathin Arkha.
''Apakah tidak ada sedikitpun kepedulian terhadap perasaan saya? perasaan kedua orangtua saya yang menginginkan pernikahan sekali seumur hidup dengan penuh cinta?'' tanya Vina yang mulai berkaca-kaca.
Arkha terdiam, ia belum tau harus menjawab apa. Membahas tentang cinta, ia tidak tau cinta seperti apa yang benar-benar tidak menyakitkan. Ia hanya bisa merasakan nafsunya, with ***, no love. Berada dalam ikatan membuatnya menjadi terkekang. Sekarang pun ia sudah merasa terjebak dalam situasi yang ia perbuat sendiri.
''Kemarin Mikha membahas soal adik.'' tutur Vina lalu menunduk.
''Apa!'' pekik Arkha.
Kemudian Arkha menaikkan sudut bibirnya.
''Hah, kamu pasti ngarang cerita 'kan? mana mungkin Mikhael sudah mengerti soal itu.'' bantah Arkha.
''Mikha tidak memikirkan apa yang orang dewasa lakukan, Tuan. Dia hanya memikirkan dan mengharapkan memiliki seorang saudara.'' ujar Vina tegas.
Arkha kembali terdiam, begitu juga dengan Vina.
''Maaf Tuan, saya tidak bermaksud untuk mengusik pikiran anda. Tapi, itu uneg-uneg yang ingin saya sampaikan ke anda.''
Vina beranjak dari kursi, Arkha langsung menatapnya tanpa berbicara.
''Saya akan berusaha untuk membuat anda mencintai saya. Meskipun saya sadar diri sepenuhnya, bahwa anda hal itu pasti akan sulit. Jika sampai saatnya nanti Mikha kembali ke Indonesia dan ternyata saya tidak berhasil, saya menyerah, Tuan, saya siap mundur dari kepura-puraan ini. Saya punya perasaan yang layak untuk dibahagiakan dan dihargai, sekalipun itu saya sangat menyayangi Mikha. Ada kalanya saya bisa tega karena tidak dihargai sama sekali.'' ujar Vina tegas dan langsung meninggalkan balkon tanpa menunggu jawaban dari Arkha.
Vina langsung masuk ke dalam kamar. Ia tidak menangis, namun, menarik napas panjang berkali-kali.
''Kenapa Mikhael bisa nggak benar-benar maksa aku buat ikut?''
''Apa ada yang mempengaruhi pikirannya?'' tebak Vina dalam hati.
Sementara di balkon, Arkha mengusap wajahnya dengan kasar.
''Arrghh sialan! berani-beraninya dia ngancam gue!'' gumam Arkha.
''Cinta! cinta! cinta! apa itu cinta, hah!'' gumam Arkha yang muak dengan kata cinta.
''Astaga malah lupa!'' gerutu Arkha melihat kartu di meja bulat.
Arkha sudah mempersiapkan sebuah kartu untuk ia berikan kepada Vina. Meskipun ia tak mencintai gadis itu, ia juga tetap bertanggungjawab mengenai kebutuhannya. Ia juga tidak mau melarang Vina untuk memiliki kegiatan diluar sana, karena baginya hal itu akan memudahkannya dalam melakukan hidup bebasnya saat Vina tidak ada di apartemen.
Arkha memasukkan kembali kartu itu ke saku celananya dan berniat kembali memberikan kepada Vina besok pagi.
Setelah pikirannya pusing, Arkha bergegas masuk. Ia akan keluar mencari hiburan. Toh, Vina juga sudah masuk ke dalam kamar sehingga tidak melihat ia pergi.
Di tempat hiburan malam, Arkha yang bertemu dengan teman-temannya itu bisa melupakan kepenatan hidup sejenak.
Besok tanggal merah, sehingga Arkha bisa lebih tenang jika pulang sampai pagi. Ia tak mengingat Mikha, apalagi Vina yang bukan prioritasnya. Yang sedang ia rasakan sekarang adalah bersenang-senang dengan alunan musik yang keras dan memekakkan telinga. Namun, bagi Arkha hal itu sudah biasa, apalagi beberapa hari ini tidak mengunjungi tempat itu karena ada Mikha.
''Sudah pesen lu?'' tanya teman Arkha setengah berteriak.
''Nggak! gue lagi mau sendiri!'' jawab Arkha yang juga berteriak.
Arkha keluar hanya untuk minum-minum, ia tidak memesan seorang wanita untuk memuaskannya. Bahkan hal itu membuat teman-temannya sangat heran karena Arkha menjadi lain. Biasanya tidak pernah absen jika besoknya hari libur.
''Lah tumben, sudah tobat lu?'' tanya temannya lagi.
''Ya!'' jawab Arkha sembari memijat pelipisnya yang sudah terasa berat.
''Tobat sambel lu! tobat kok mabok!'' protes teman Arkha lainnya.
''Arghh! diem lu semua! berisik banget jadi manusia!'' seru Arkha kembali menenggak minuman itu.
Pukul 05.15 WIB, Vina sudah berada di dapur. Selesai shalat subuh, ia langsung ke dapur untuk menyiapkan bahan-bahan masakan untuknya, karena sarapan Arkha hanya roti gandum dengan selai yang dipilihnya sendiri.
Saat sedang fokus, Vina mendengar suara pintu terbuka. Ia langsung mempertajam pendengaran karena ia berpikir Arkha ada di dalam kamar.
''Apa itu tuan Arkha?'' gumamnya sedikit melongok ke depan.
Vina melihat jam di dinding dapur.
''Kalaupun iya, darimana jam segini? apa dari olahraga?'' gumamnya lagi.
Beberapa detik kemudian, Vina mendengar suara menabrak sesuatu.
''Eh, astaghfirullah, ada apa itu?'' gumamnya yang langsung spontan menghentikan aktivitasnya.
Vina langsung bergegas ke depan setelah mencuci tangannya dengan buru-buru.
''YA ALLAH, TUAN ARKHA!'' pekik Vina.
Vina langsung semakin mempercepat langkahnya saat melihat Arkha dalam kondisi tergeletak di lantai sebelah meja. Suara yang ia dengar tadi adalah Arkha menabrak sofa dan langsung terjatuh, untuk saja tidak menimpa meja kaca itu.
Vina berjongkok dan menepuk-nepuk pipi Arkha.
''Astaghfirullah! Tuan sadar! Tuan! ya Allah!''
''ASTAGHFIRULLAHALADZIIM!''
''Kenapa anda masih belum bisa meninggalkan minuman itu?'' gerutu Vina dengan tangis yang bercampur emosi.
Arkha membuka mata sayunya sembari tersenyum yang membuat Vina merasa jijik. Arkha berusaha untuk duduk, namun, berat di kepalanya membuat Arkha kembali oleng, untung saja Vina sigap menahannya meskipun pundaknya juga hampir tersungkur.
Dengan upaya yang berat, Vina membantu Arkha untuk ia bawa ke dalam kamar, meskipun nafasnya sendiri tersengal-sengal saat menopang langkah suaminya yang berat itu.
''Kamu mau cinta? hahahaha!''
''Hmmmmm, cinta cinta cinta! apa itu cinta?''
''Hahhhhh! cinta itu bikin muak!''
HOEEKK
Dengan langkah yang sedikit terseret-seret, akhirnya Vina berhasil membawa Arkha ke dalam kamar mandi. Vina tidak mempedulikan suara Arkha yang terus meracau. Setelah di kamar mandi, Vina langsung menghidupkan shower supaya efek mabok Arkha berkurang.
"CEPAT SADAR!" seru Vina kesal lalu keluar dari kamar mandi.
Kaos yang Vina kenakan terkena muntahan Arkha. Pria itu muntah sedikit saat meracau.
"Ya Allah, sabar Vinaa, sabar ya. Kamu pasti bisa!!" seru Vina memberikan semangat pada dirinya sendiri.
Vina langsung kembali ke kamar dan mencari baju ganti. Setelah itu ia cepat-cepat ke kamar mandi untuk membersihkan badannya agar tidak bau.
"Ish, jorok banget sih! hiiiihh." gerutu Vina sembari melepaskan kaosnya itu dengan pelan-pelan supaya tidak menempel dibagian kulitnya yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Makin Seru Kk
Arka itu di kecewain sama Satun perempuan malah benci ama semua perempuan
PaMud mampir
2023-06-04
1