Arkha menatap kepergian Vina dari kamarnya.
"Awas aja! jangan salahkan gue kalau umpannya kepancing!'' gerutu Arkha lalu mendengus kesal.
Arkha membersihkan badannya tidak lama. Setelah mengenakan pakaian santai, ia langsung keluar dari kamar untuk menemani Mikha yang sedang menonton film kartun.
''Papa, nanti kita shalat Maghribnya bareng-bareng ya?'' ajak Mikhael yang membuat Arkha terkejut.
Arkha langsung menghentikan jari-jarinya yang tengah memainkan ponselnya.
''Shalat?'' tanya Arkha.
Arkha menatap Vina yang berada di belakang Mikha, dan Vina pun mengangguk.
''Gimana sih malah ngangguk! orang diminta cari alasan!'' bathin Arkha kesal.
Arkha masih mengingat-ingat apakah ia masih menyimpan perlengkapan untuk beribadah. Sedangkan ia sudah sangat lama tidak menjalankan kewajiban itu. Lebih tepatnya sejak saat ia tinggal di luar negeri dan shalat lagi saat Vina dan Mikha menginap di apartemennya yang dulu. Padahal masa kecilnya sudah mendapatkan pendidikan agama itu karena kedua orangtuanya memanggilkan guru ngaji untuk mengajar dirumahnya.
''Emm, iya, nanti kita shalat bareng-bareng.'' jawab Arkha.
Mikha pun tampak gembira. Vina juga menatap Mikha dengan rasa haru.
''Terima kasih suamiku.'' bathin Vina.
''Emm, sebentar ya sayang, Papa mau ada perlu lagi sama Mama.'' ujar Arkha.
''Iya Pa.'' jawab Mikha.
Arkha langsung menatap Vina sebagai kode untuk cepat mengikuti langkahnya. Vina yang paham pun langsung beranjak dari sofa tersebut.
"Saya tidak tau dimana letak sajadah dan lainnya. Saya juga tidak yakin kalau saya punya barang-barang itu. Kenapa kamu malah mengangguk? bukannya cari alasan atau gimana.'' protes Arkha.
Vina menghela napas.
"Maaf Tuan, sudah dari tadi saya membuat alasan terus. Saya tidak tega terus-menerus bohong, nanti jadi kebiasaan, lagian juga ibadah itu 'kan wajib, apalagi Tuan kepala rumah tangga.'' ucap Vina yang semakin pelan karena takut.
''OHH, jadi kamu sudah pinter ceramah ya sekarang?!'' balas Arkha sembari mencengkeram dagu Vina.
''Ma-maaf Tuan.'' ucap Vina.
Arkha menghempaskan tangannya sendiri dengan kuat karena emosi. Selain emosi, melihat mulut Vina yang terbuka karena cengkramannya membuat ia teringat perbuatannya sendiri tadi pagi.
''Kalau Tuan memang belum ada sajadah dan lainnya, saya punya kok. Saya menyiapkan sajadah, sarung, dan juga peci untuk anda.'' ujar Vina.
''Kalau Tuan mau, saya ambilkan sekarang.'' sambungnya.
Arkha kembali menatap Vina.
''Terpaksa! cepat ambil!'' bentak Arkha dengan suara yang pelan.
supaya tidak terdengar oleh Mikha
''Baik Tuan.'' jawab Vina.
Vina langsung bergegas keluar dari kamar Arkha tanpa menatap pria itu.
Setelah memastikan pernikahannya dengan Arkha, Vina menghubungi kakaknya. Ia berkata ingin memberikan hadiah untuk suaminya, namun, ia berpura-pura bingung mau memberikan apa. Padahal dibenaknya sudah memikirkan perlengkapan ibadah. Ia waspada jika Arkha tidak memiliki perlengkapan ibadah dan sewaktu-waktu Mikha mengajak shalat bersama. Hari ini pun kewaspadaannya itu akhirnya terjadi.
Setelah mendapatkan beberapa pilihan, akhirnya Vina menyampaikan pesan pada kakaknya untuk dibelikan perlengkapan ibadah saja, dengan alasan sudah pasti akan terpakai. Tanpa curiga, kakaknya langsung mengiyakan pesan dari sang adik.
Vina yang sudah berada di kamarnya langsung membuka lemari. Ia mengambil bingkisan itu.
''Bismillah, semoga ini menjadi awal suamiku menjadi lebih baik.'' gumam Vina.
Vina bergegas kembali ke kamar Arkha.
''Ini hadiah untuk Tuan.'' ucap Vina.
Arkha tidak menjawab, ia langsung merebut bingkisan itu. Tak pakai lama, Arkha langsung menyobek bungkus kado itu untuk memastikan isinya.
Hanya sebuah lirikan tajam pada Vina, Arkha membuka lipatan kain itu. Pertama ada sajadah dan langsung ia letakkan di sofa. Setelah itu ada sarung, meskipun tidak wajib, tapi, Vina ingin melihat suaminya mengenakan sarung saat shalat. Dan, Arkha pun mencobanya, ia masih ingat cara pakainya.
Arkha beralih di depan cermin, ia sudah memakai sarung dan langsung memakai peci hitam. Meskipun Vina tidak pernah bertanya-tanya sebelumnya, ukuran-ukuran itu sangat pas. Vina pun menatapnya dengan senyum.
''Nggak usah senyum-senyum! terpaksa saya pakai!''
Meskipun terdengar menyakitkan, Vina tetap berusaha untuk tersenyum.
''Saya bahagia melihat anda memakainya.'' ujar Vina.
''Sudah-sudah, keluar sana!'' usir Arkha.
''Siap Tuan.'' jawab Vina.
...
Menjalankan shalat berjamaah sebagai pasangan suami istri, membuat Vina merasa terharu dan bahagia.
Mereka baru saja selesai shalat Maghrib. Meskipun Vina tau bahwa suaminya belum menerimanya, ia tetap berusaha. Vina mencium punggung tangan suaminya itu beberapa detik dengan hidungnya menempel.
''Dih! apaan sih dia ini! cari-cari kesempatan!'' bathin Arkha.
Selesai shalat Maghrib, Vina langsung menyiapkan makan malam. Sementara Arkha hanya akan makan buah saja.
Saat mereka baru selesai makan malam, Lidya menghubungi putranya bahwa ia sudah datang. Arkha pun langsung bergegas ke depan untuk membukakan pintu.
''Oma datang, sebentar ya.'' ujar Arkha pada Mikhael.
Mikha mengangguk.
Tak lama kemudian, Arkha kembali masuk bersama dengan Lidya yang berjalan disebelahnya.
''OMAAAAAA.'' seru Mikha.
''Ohhh, Oma sangat rindu, sayang.'' balas Lidya.
Keduanya langsung saling berpelukan erat.
Lidya melirik pada Vina yang berdiri di belakang Mikha. Mendapatkan lirikan itu, Vina langsung menunduk.
''Oh, iya ini Oma bawakan makanan buat kalian.'' ujar Lidya.
''Waahh, thank you, Oma.'' ucap Mikha sembari membuka box tersebut.
''Sebentar Oma mau ke kamar mandi dulu ya.'' ujar Lidya.
''Iya Oma.'' jawab Mikha.
Lidya berdiri dan mendekati Vina.
''Saya mau bicara.'' bisik Lidya.
Vina mengangguk, ia menatap Mikha sekilas. Putranya itu masih asik dengan makanan yang dibawakan oleh neneknya. Sedangkan Arkha yang menemani.
''Kira-kira, apa yang mau mama bicarakan?'' bathin Arkha bertanya-tanya.
Lidya tidak benar-benar ke kamar mandi karena itu hanya alibinya saja supaya Mikha tidak curiga. Lidya justru mencari pintu balkon kecil apartemen tersebut.
''Bagaimana menikah dengan putra saya?'' tanya Lidya sembari menatap sinis terhadap Vina.
''Alhamdulillah saya bahagia dengan takdir saya, Nyonya.'' jawab Vina.
''Bahagia?'' balas Lidya lalu tertawa meremehkan.
''Well, well, well! kamu silahkan berpura-pura untuk bahagia, Vina. Bersiap-siaplah untuk perceraianmu beberapa waktu lagi. Saya yakin tidak akan lama.'' ujar Lidya.
''Saya yakin, suami saya tidak akan pernah membuat pernikahan ini berakhir pada perpisahan.'' jawab Vina.
Lidya menaikkan sudut bibirnya.
''Percaya diri sekali kamu ya. Hmm, terserah kamu mau bermimpi menjadi menantu saya. Tapi, sayangnya, selamanya itu akan tetap menjadi mimpi!''
''Akan saya wujudkan mimpi itu, Nyonya. Walaupun saya tau, kenyataannya tidak akan mudah. Tapi, saya yakin bahwa apa yang saya upayakan dengan niat ibadah, pasti berakhir indah.'' balas Vina dengan suara yang sesantai mungkin.
''Justru Nyonya dan tuan Leon yang harus bersiap-siap untuk berterima kasih kepada saya karena sudah berhasil membuat putra kebanggaan kalian itu tersenyum lebar.'' sambungnya.
''What? ckckck!''
Lidya kembali menaikkan sudut bibirnya.
''Terserah kamu! lanjutkan itu mimpi-mimpimu itu!''
Lidya melalui Vina dengan menyenggol lengannya. Vina yang masih berdiri di balkon menatap keramaian kota malam ini.
''Begitu sulitnya hidupku ini. Tapi, bukankah setiap kesulitan itu selalu ada kemudahan?'' gumam Vina kemudian tersenyum. Ia kembali ke dalam untuk bergabung dengan Mikha.
Lidya dan Arkha menatap kedatangan Vina. Vina pun langsung bergabung dan seolah tidak terjadi apa-apa.
''Mikha sayang, Oma mau tanya ya, apa benar kamu cerita sama nenek kalau kamu mau menyelesaikan sekolah di sekolah yang sekarang?'' tanya Lidya.
''Iya Oma, biar Mikha punya ijazah dari sana. Masa sudah sekolah disana, tapi, nggak dapat ijazahnya.'' jawab Mikha yang membuat ketiga lainnya terkekeh.
''Iyaaa, Oma serahkan semuanya ke Mikha ya. Tapi, mbak Vina nggak bisa ikut.''
''MAMA VINA, OMAAAA.'' protes Mikha.
''Iya-iya maaf, Oma 'kan belum terbiasa, sayang. Maksud Oma tuh Mama Vina.'' ujar Lidya yang sebenarnya kesal.
''Memangnya kenapa kok Mama nggak bisa ikut kesana?'' tanya Mikha.
''Banyak faktornya, sayang. Kalau keluar negeri nggak cuma bawa KTP aja, kita harus punya paspor.'' jawab Lidya.
''Emangnya Mama nggak punya?'' tanya Mikha beralih menatap Vina.
''Belum buat, sayang.'' jawab Vina.
''Begini saja, Mikha kembali kesana sama Oma. Nanti kalau sudah mau lulus, baru deh buat keputusan lagi mau lanjut di Indonesia atau luar negeri. 'Kan cuma tinggal setengah tahun lagi.'' timpal Lidya.
''Tapi, nanti Papa sama Mama nyusul ya sekalian kita liburan?'' ujar Mikha.
Vina langsung menatap Arkha karena ia tidak mau langsung mengiyakan saja tanpa kepastian nantinya. Ia takut membohongi Mikhael.
''Iya, nanti kalau mama sudah punya paspor, kita datang kesana ya.'' jawab Arkha.
Lidya mendelik. Namun, ia berharap itu hanya kalimat penenang saja. Ia sudah membulatkan hadapannya untuk tidak mempertemukan Vina dan Mikha lagi.
''Yeyyy! beneran ya, Pa? Ma?'' balas Mikha.
Vina tersenyum tipis dengan anggukan kepala yang sedikit ragu karena ia tidak yakin kalau suaminya akan membawanya ke luar negeri.
''Iya sayang.'' jawab Arkha terdengar meyakinkan.
''Lusa ya, Oma?'' tanya Mikha.
''Kamu juga menghitung ya?'' tanya Lidya.
''Iya Oma, aku juga sudah rindu sama teman-teman sekolah.'' jawab Mikha.
Setelah 1,2 jam berasa di apartemen Arkha, Lidya kembali ke rumahnya. Saat cucunya memintanya untuk menginap disini, wanita itu menolak dengan segala alasannya. Untung saja Mikha tidak memperpanjang urusan karena ia sudah sangat bahagia dengan kebersamaan ini. Apalagi mereka akan berpisah beberapa bulan kedepan. Sedangkan dengan omanya akan bersama setiap hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Makin Seru Kk
PaMud Mampir
2023-06-03
0