Dewi dan suaminya sangat berperan penting dalam pernikahan Arkha dan Vina. Termasuk juga penolakan Mikha terhadap ajakan Arkha dan Vina merupakan pengaruh darinya agar memberikan waktu pada pasangan pengantin baru itu untuk lebih dekat. Sebagai nenek, ia memberikan kenyamanan pada sang cucu, ditambah dengan kedua orang tua Vina yang menyayangi Mikha.
''Kamarmu di sana!'' seru Arkha sembari menunjuk satu kamar lain.
Vina hampir saja terjengkang saat hendak berdiri, tiba-tiba Arkha kembali datang dan bersuara. Untung saja ia bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
''Baik, Tuan.'' jawab Vina sembari memegangi dadanya.
Tanpa rasa bersalah, Arkha kembali masuk ke dalam kamar dan menutupnya dengan suara keras.
''Astaghfirullah, sabar Vina, sabar ya.'' gumam Vina menguatkan dirinya sendiri.
Vina menarik kopernya dan membawa ke dalam kamar yang ditunjukkan oleh Arkha baru saja. Ia masuk ke dalam kamar tersebut sembari mengucapkan salam.
Sesuai dengan penampilan luarnya, apartemen ini lebih luas dan lebih mewah dari apartemen yang dulu.
''Enak ya jadi orang berduit, disarankan cari tempat tinggal yang lain, eh langsung dapat aja, bahkan ini lebih bagus.'' bathin Vina.
Vina menyusun barang-barang miliknya yang tidak banyak itu. Ia menantikan sore hari terasa lama, padahal ini sudah siang hari.
''Belum juga satu hari, hmmmmm.'' gumam Vina lalu menarik napas panjang.
Vina melihat jam di ponselnya, menunjukkan pukul setengah satu siang, ia mengambil air wudhu dan segera melaksanakan shalat dzuhur seorang diri di kamar ini.
Sama halnya seperti manusia pada umumnya, terlebih lagi ia seorang perempuan. Vina mengharapkan ketika sudah menikah, ia akan melaksanakan shalat berjamaah yang di imami oleh suaminya sendiri, tapi, hari ini harapan itu belum bisa terwujud.
''Baru hari pertama, suatu hari nanti, suamiku pasti akan menjadi imam shalatku.'' gumam Vina setelah selesai shalat.
Vina melepaskan mukenanya dan juga melipat sajadah yang baru ia gunakan. Ia mendengar perutnya keroncongan, sepertinya cacing-cacing di dalam perutnya sudah minta diisi.
''Aduh, makan apa ini?'' gumam Vina.
Setelah berpikir beberapa menit, akhirnya Vina memutuskan untuk keluar kamar, ia akan ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa ia makan.
''Makan siangmu ada di meja dapur!'' seru Arkha tiba-tiba bersuara keras.
Lagi-lagi Vina hampir terjengkang mendengar suara itu. Vina mengusap dadanya sesaat sembari memejamkan matanya, ia menarik napas dalam-dalam untuk membuat detak jantungnya kembali normal.
''Terima kasih, Tuan.'' ucap Vina setelah menemukan keberadaan Arkha yang tengah duduk di sofa tanpa menatapnya.
''Apa Tuan sudah makan siang?'' tanya Vina.
''Sudah.'' jawab Arkha sembari beranjak dan kembali masuk ke kamarnya.
Vina menatap Arkha yang hanya mengenakan celana pendek dan kaos oblong itu.
''Andaikan dia suami sungguhanku, pasti sudah ke peluk. Eh, astaghfirullah, sadar, Vin!'' gumam Vina sembari menggeleng cepat dan menepuk-nepuk pipinya sendiri.
Mengingat sudah sangat kelaparan, Vina langsung melangkah ke dapur, ia melihat sesuatu di atas meja dan ia pun bergegas membukanya.
Makan siang seorang diri, tak apa bagi Vina. Yang penting Arkha tidak menelantarkannya.
...
Sesuai dengan janji yang sudah ditetapkan, Arkha dan Vina sudah siap untuk menjemput Mikha yang berada di rumah Dewi.
Sebelum kembali ke apartemennya, tentu saja mereka akan mendatangi restoran yang sudah Arkha pesan untuk dinner malam ini bersama dengan keluarga Vina.
''Kamu kenapa, Nduk? kok kayak gelisah gitu?'' tanya ibu pada Vina.
''Nggak papa kok, Bu, aku cuma masih kangen aja sama bapak sama Ibu.'' jawab Vina.
Mereka sedikit berbincang sebelum masuk ke dalam restoran itu. Malam ini malam terakhir keluarga Vina berada di sini. Hati Vina tentu saja terasa sangat berat. Melihat wajah kedua orangtuanya membuatnya semakin sedih karena ia telah membohongi mereka.
''Maafkan aku, Pak, Bu.'' ucap Vina dalam hati.
Setelah menunggu beberapa saat yang cukup lama, akhirnya pesanan mereka sudah tersaji di meja. Kedua orangtua Vina terlihat kesusahan saat makan malam di sini tidak di sediakan sendok, apalagi air kobokan.
''Dasar orang kampung!'' bathin Arkha.
Vina mengerti mereka kesusahan menggunakan pisau dan garpu, ia pun pelan-pelan mengajari mereka.
''Pelan-pelan aja ya, Pak, biar nggak loncat dagingnya.'' ujar Vina lirih.
''Memangnya nggak boleh ya kalau langsung pakai tangan?'' tanya bapak Vina.
''Kasian mas Arkha, Pak, nanti gimana kalau ada orang yang kenal, hehe''
Bapak pun langsung nyengir, ia lupa kalau menantunya itu orang kaya, sehingga mau tidak mau ia harus menjaga sikap.
''Ribet ya Nduk?'' ujar bapak lirih.
Vina tertawa pelan. Sementara keluarganya pelan-pelan akhirnya bisa memotong daging itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments