Malam hari ini Arkha dan Vina mengantarkan Mikha bersama omanya ke bandara. Layaknya ibu dan anak kandung, Mikha tidak melepaskan pelukannya. Begitu juga dengan Vina yang beberapa kali terlihat menyeka air matanya sendiri sebelum benar-benar mengalir. Mereka sama-sama berat untuk meninggalkan meskipun hanya hanya sementara menurut Mikha. Tapi, tentu saja Vina sudah merasakan bahwa setelah ini ia harus berjuang untuk mempertahankan pernikahannya dan melawan apapun yang akan menghancurkan pernikahan ini.
''Mama jangan menangis, 'kan ada Papa yang menemani. Kalau Mama takut di apartemen sendiri, ikut Papa ke kantor aja.'' ujar Mikha menatap Arkha yang tengah memegangi koper kecilnya.
Vina menjadi sedikit terhibur, sedangkan Arkha hanya senyum tipis karena dihatinya sudah pasti menolak.
''Iya sayang. Mikha jaga kesehatan ya, jangan tinggalkan shalat.'' balas Vina.
''Iya Mama.'' jawab Mikha.
''Selamat berpisah gadis kampung!'' bathin Lidya saat menatap menantu dan cucunya itu berpelukan erat.
"Sudah boarding, Mama masuk dulu ya." ujar Lidya pada putranya.
"Iya Ma, kabari kalau sudah sampai sana." jawab Arkha.
"Pasti." balas Lidya.
Di depan Mikha, Lidya menyodorkan tangannya pada Vina. Vina pun mencium punggung tangan ibu mertuanya itu.
Lidya dan Mikha bersiap-siap untuk masuk ke dalam pesawat. Arkha dan Vina yang ikut ke dalam pun melambaikan tangan sampai keduanya sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya.
Vina menarik napas panjang lalu mengedarkan pandangannya. Di sekelilingnya banyak orang yang yang hendak melakukan penerbangan ke berbagai tujuannya.
''Mau disini atau pulang?'' tanya Arkha ketus.
Vina mendekati Arkha yang berjarak sekitar dua meter darinya itu.
''Saya mengikuti kemanapun suami saya pergi.'' jawab Vina kemudian tersenyum.
Arkha melotot dan langsung membuang pandangannya.
''Dasar nggak jelas!'' gerutunya dan langsung bergegas keluar tanpa menunggu Vina.
Vina tersenyum kecut sembari ia mengikuti langkah panjang suaminya itu.
''Ish! dasar suami kejam! nggak mau nungguin istrinya!'' gerutu Vina yang akhirnya berlari-lari di area bandara.
Vina tak pedulikan orang-orang yang menatapnya. Yang penting cepat menyamakan langkah Arkha yang sudah hampir tiba di mobil.
Hah hah huh huuuuhhh!
Vina langsung menempel di mobil Arkha dengan menghembuskan napas keras. Arkha yang terkejut pun langsung melotot lagi.
''Heh! ngapain kamu kayak abis dikejar anjing aja!'' protes Arkha.
Vina langsung mendongak dan menegakkan berdirinya. Bisa-bisanya dia tidak menyadari bahwa napasnya memburu karena mengejarnya.
''Bukan dikejar anjing, tapi, ngejar anj,-''
''Astaghfirullah.'' ucap Vina sembari menutup mulutnya karena hampir saja salah bicara.
''APA KAMU BILANG!'' bentak Arkha.
''Nggak, Tuan, maaf.'' ucap Vina.
''Awas kamu! sekali lagi bicara macam-macam!'' ancam Arkha lalu masuk ke dalam mobil.
Vina pun langsung bergegas masuk ke dalam mobil juga. Ia duduk di bangku belakang karena sungkan jika harus duduk bersebelahan dengan Arkha di depan.
''Kamu pikir saya ini supir taksi?'' protes Arkha.
Tanpa menjawab, Vina langsung pindah ke depan. Ia memasang sabuk pengaman, begitu juga dengan Arkha.
Penerbangan pesawat yang ditumpangi oleh Lidya dan Mikhael pukul 21.30 WIB. Sedangkan saat ini pukul 21.45 WIB.
''Maaf Tuan, bolehkah kalau belanja dulu untuk keperluan rumah?'' ujar Vina sedikit takut.
Stok dikulkas hanya ada beberapa saja, sedangkan buah-buahan yang setiap hari di konsumsi oleh Arkha pun juga masih sedikit.
''Hmm.'' jawab Arkha singkat.
Lima menit kemudian, Arkha memutarkan arah stir mobil ke supermarket yang searah dengan apartemennya. Keduanya keluar dari mobil sama-sama mengenakan masker berwarna hitam.
''Diingat-ingat apa saja yang habis, jangan sampai ada yang lupa!'' ujar Arkha.
''Baik, suamiku.'' jawab Vina sembari tersenyum.
Arkha langsung melotot.
Meskipun Arkha melototinya, Vina merasakan hatinya senang.
Keduanya sama-sama memilih yang hendak dibeli, dari yang kering-kering, buah-buahan, sayur-sayuran, sampai daging.
Troli belanjaan itu sudah penuh. Vina memeriksa lagi, terutama untuk keperluan wanitanya. Ia tak mau saat tiba-tiba membutuhkan dan tidak ada persediaan. Tidak mungkin ia akan menyuruh suaminya itu untuk membelikan.
Setelah memastikan tidak ada yang kurang, mereka menuju kasir dan langsung menyelesaikan pembayaran karena kebetulan kasir tengah sepi.
...
Apartemen
Baru sampai di apartemen, Vina langsung membawa belanjaan itu ke dapur, tapi, sebelum menyusun barang-barang tersebut, ia membersihkan terlebih dahulu dan mengeluarkan sisa stok.
Ekor matanya kembali menatap botol alkohol milik Arkha. Ia sangat membencinya, namun, untuk langsung mengatur kebiasaan Arkha tentu saja tidak mudah.
''ASTAGHFIRULLAHAL ADZIIM!'' seru Vina saat Arkha tiba-tiba mengambil buah yang masih di kantong belanjaan.
''Kamu kenapa suka teriak-teriak! kamu pikir saya ini budeg!'' protes Arkha yang juga kaget dengan teriakan Vina.
''Maaf suamiku, abisnya saya kaget. Coba panggil dulu, jangan tiba-tiba datang.'' ujar Vina.
''Dih suami-suami!'' gerutu Arkha lalu pergi sembari membawa buah naga.
''Oh ya, suamiku, tolong jangan masuk ke kamar dulu ya, ada yang ingin saya bicarakan.'' ujar Vina sembari melongok Arkha yang masih memotong-motong buah naga tadi.
Arkha hanya menoleh dengan tatapan tajam, lalu kembali melanjutkan potong-potong buahnya.
Vina terkekeh kecil sembari menyusun belanjaan. Satu persatu yang di simpan di dalam kulkas sudah selesai. Tinggal menata barang-barang kering ke lemari. Vina sangat senang dengan kegiatan yang satu ini.
''Hah! sudah jam sebelas lebih?'' pekik Vina tak menyangka waktu begitu cepat berlalu.
Terlihat ringan, ternyata cukup menyita waktu yang tidak sebentar. Vina langsung mencuci tangannya setelah selesai susun menyusun. Vina mengambil air mineral satu gelas terlebih dahulu untuk melegakan tenggorokannya yang kering.
Setelah itu, Vina mencari keberadaan Arkha. Ia mengedarkan pandangannya ke ruang tamu dan ruang tengah. Tidak ada sosok Arkha disana.
''Hih, kemana sih manusia itu? disuruh jangan masuk kamar dulu malah sudah ngilang!'' gerutu Vina kesal.
Vina berbalik arah, lalu ia kembali mundur. Pintu balkon terbuka, berarti ada orang disana.
''Hadeh, nggak bilang-bilang kalau nunggu disana.'' gerutu Vina.
Vina langsung menuju ke balkon, mengingat waktu yang sudah sangat malam. Tapi, ia sudah terlanjur mengatakan hendak bicara.
''Duduk!'' ujar Arkha tanpa menatap kedatangan Vina.
''Terima kasih.'' ucap Vina.
''Maaf Tuan.'' ucap Vina yang menjadi ciut nyalinya ketika berbicara serius seperti ini.
''Sekarang 'kan tidak ada Mikha, dan saya juga tidak mau kalau harus di dalam apartemen terus setiap hari. Emm, apa boleh kalau saya mencari pekerjaan di luar?'' tanya Vina hati-hati.
''Terserah kamu, bukan urusan saya!'' jawab Arkha.
''Tapi, yang pasti, pekerjaan rumah harus kamu selesaikan.'' sambungnya.
''Baik Tuan, saya akan tetap menjalani peran sebagai ibu rumah tangga yang baik.'' balas Vina.
Sebelum Mikha meninggalkan Indonesia, Vina sudah merencanakan untuk mencari pekerjaan. Ia tidak mungkin untuk berdiam diri dirumah, kecuali pernikahan ini bukan karena terpaksa, lalu suaminya memintanya untuk dirumah saja.
Pekerjaan apapun nanti yang Vina dapatkan, asalkan halal akan tetap ia terima. Selagi tempat itu tidak begitu jauh dari apartemen dan ia bisa mengerjakannya. Karena kalau hanya di apartemen, Vina merasa seperti menjadi tahanan. Ia juga harus memiliki persiapan mengenai segala kemungkinan yang akan terjadi. Namun, upayanya untuk membuat Arkha menerimanya akan tetap ia lakukan.
Ada yang terasa aneh dihati Arkha saat Vina tidak menyebutkan kata suamiku lagi.
''Dasar nggak konsisten!'' bathin Arkha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments